48. Di Ujung Keputusasaan

54.1K 7.9K 633
                                    

Kalandra mengeratkan pelukannya pada Navya mendengar tawaran gila si psikopat. Jarak mereka sangat dekat sekarang, pria gila itu hanya berjarak beberapa langkah saja dari posisinya bersama Navya yang terpojok tanpa jalan keluar. Jangan lupakan palu berlumuran darah yang di pegang pria itu, yang terus dia ayun-ayunkan, mungkin pria itu ingin menciptakan suasana menakutkan untuk korbannya.

"Kamu bisa beladiri?" bisik Navya di telinga Kalandra. Navya bekerja keras untuk mengembalikan kesadarannya. Pemandangan yang baru saja dia saksikan adalah pemandangan paling mengerikan sepanjang hidupnya. Navya memang terkadang menonton film atau drama Korea bertemakan thriller apalagi jika pemeran utamanya good looking. Jika dia melihat adegan pembunuhan yang sebenarnya tidak nyata dalam film, dia paling mengernyit, menutup mulut atau berkedip cepat karena kengerian. Saat melihat kejadiannya secara langsung, Navya tidak bisa menahan mual dan pusing. Melihat adegan penuh kekerasan membuat nyawanya terasa seperti ikut tercabut juga.

"Hah?" tanya Kalandra, saat ini mereka dalam keadaan sangat genting. Bagaimana bisa menjawab pertanyaan yang tiba-tiba seperti itu.

"Kamu bisa bela diri?" tanya Navya lagi, mengeratkan pelukannya.

"Jika dia mendekat, lawan orang itu dengan kekuatanmu, sementara aku mencari senjata untuk membantumu," bisik Navya. Putus asa membuat Navya di ambang kewarasan. Mungkin saat ini, Navya berpikir dia Lara Croft yang bisa melawan penjahat dengan mudah.

Saat si penjahat itu mendekat, Navya memaksa Kalandra untuk bangkit dari posisi mereka. Penjahat itu semakin mendekat dengan tatapan mata yang semakin menakutkan. Navya mendorong Kalandra sekuat tenaga hingga bertabrakan dengan tubuh si penjahat. Tampaknya—meskipun dari jaket kulit hitam yang dikenakannya penjahat itu berbadan proporsional—tapi dia tidak sekuat itu. Penjahat itu rubuh tertimpa tubuh Kalandra yang tidak seberapa berisi. Dengan cepat Navya berlari menjauh.

Mereka berdua bergumul saling meninju satu sama lain. Melihat penjahat itu menjatuhkan palunya, Navya bergegas mendekati letak palu itu. Dengan usaha keras Navya menyeret palu berlumuran darah itu agar jauh dari jangkauan pembunuh. Navya menatap ngeri dua pria saling pukul di depannya. Melihat Kalandra kepayahan membuat Navya menangis. Dia tidak tahu sampai berapa lama Kalandra bisa menahan serangan dari si pembunuh. Navya tidak berniat mengorbankan Kalandra seperti itu. Dia hanya ingin mengulur waktu untuk mencari jalan keluar dari tempat ini.

Dengan kepanikan luar biasa, serta air mata yang sudah tidak bisa dia tahan, Navya mencoba menggedor setiap pintu berharap seseorang bisa mendengar dan menyelamatkan mereka. Usaha Navya berhenti ketika terdengar suara pukulan keras, dan ketika berbalik dia tidak bisa lagi menahan tubuhnya untuk tetap berdiri. Setitik keberaniannya yang tersisa tersedot habis.

"Kalandra!" jeritnya.

Sementara itu, tiga pria dewasa yang kebingungan dengan jalan rahasia di depan mereka, akhirnya bisa membuka jalan begitu dua teman Willy yang merupakan detektif kepolisian datang. Mendatangkan kedua pria itu pun bukan hal mudah. Satpam depan tidak mengizinkan mereka masuk karena Dharma dan Hanif tidak menyebut Navya dan Kalandra, melainkan Willy. Salah Willy juga tidak menginfokan tentang pasangan pemilik rumah. Willy hanya meminta kedua rekannya untuk berpakaian santai dan tidak mengungkap identitas keduanya sebagai anggota kepolisian. Willy sudah menyampaikan garis besar tentang kasusnya pada kedua detektif itu. Keduanya setuju untuk membantu dan mengorbankan jatah liburan mereka. Baik Dharma dan Hanif tahu betul dengan resiko yang mereka ambil saat setuju untuk membantu. Pekerjaan mereka dipertaruhkan di sini karena keduanya bergerak tanpa perintah bahkan tanpa laporan kasus resmi. Apalagi jika mendengar cerita kasusnya, mereka tahu betul kemungkinan orang-orang di atas juga terlibat dengan semua ini.

Setelah melihat jalan rahasia terbentang di depan mereka, jiwa detektif mereka tahu ada hal besar di ujung sana, dan ini bukan hanya kasus kecil. Orang normal mana yang akan membuat jalan bawah tanah di gudang mereka, saat negara tempat tinggal mereka sangat damai, dan jauh dari peperangan.

Paradise GardenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang