Gadis berambut hitam legam dengan ombre biru laut tengah duduk di taman belakang sekolah sendirian. Tenang saja, sekolahnya membebaskan setiap murid tampil sesuai keinginan mereka. Asal tetap tau batasannya. Dan iya, gadis itu memang menyukai kesendiriannya. Kesendirian yang selalu menyajikan ketenangan, walau sementara. Matanya menatap lurus ke depan. Tatapannya kacau. Wajahnya suram. Ia melamun, hanya itu yang ia lakukan sejak ia duduk di kursi itu. Bel tanda masuk kelas sudah berbunyi sedari tadi, namun hal itu tidak membuat gadis yang tengah duduk itu beranjak dari tempatnya.
"Adney!"
Suara cowok dengan nada bass-nya itu tidak dihiraukan oleh sang pemilik nama. Ia masih sibuk dengan pemikiranya sendiri.
Sebuah tepukan mendarat tepat di bahu Raisa. Tidak keras, tapi cukup membuat Raisa tersadar dari lamunannya.
"Kebiasaan deh. Masuk kelas kenapa? Udah bel dari tadi."
cowok itu tau kebiasaan Adney yang selalu saja melamun sambil duduk di kursi dekat pohon mas uwo itu. Dia bukan cowok sembarangan. Juga bukan cowok yang tergolong sebagai bucin-bucinan Adney. (Mas uwo-sebutan buat penjaga pohon dekat Adney)
"Lo juga kebiasaan, ngagetin orang mulu. Kalo gue jantungan gimana? Tega lo." Ucap Adney senewen.
"Pisss pisss gak akan jantungan juga Ney." Jarinya memperlihatkan jari telunjuk dan jari tengah layaknya orang-orang yang meminta damai.
"Iyain biar fast."
"Siapa suruh lo ngelamun terus. Kesambet mas Uwo ntar."
"Gak usah nakut-nakutin, gak lucu tau."
"Mas Uwo tuh suka ngeliatin lo Ney. Kalo mas Uwo naksir lo gimana Ney. Neyyy gimana?" Ucap cowok itu sembari mengguncangkan tubuh Adney beberapa kali. Membuat sedikit adegan drama orang gila.
"Ntar gue kasih kembang tujuh rupa aja. Ribet banget lo. "
"Emang lo berani sama mas Uwo? Lo kan penakut."
Hening. Tidak ada lagi percakapan. Adney tidak lagi mengeluarkan suara. Iya, kebiasaannya yang tidak bisa hilang SUKA MELAMUN. Kan enggak lucu kalau cewek cantik kerasukan mas Uwo. Ntar kalo jadi ganteng gimana coba?
Cowok itu kembali menatap Adney, namun tatapannya kali ini lebih dalam. Mencoba mencari tau apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Adney. Namun nihil, cowok itu tetap tak mengetahui apapun. Meski dikatakan jika cowok itu lebih mengetahui semua hal tentang Adney, namun tetap saja dia tidak bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu.
Cowok itu mulai khawatir. Digenggamnya tangan kecil Adney. Seperti biasa, tangan itu dingin. Hanya saja tangan itu kali ini lebih dingin dari biasanya, menandakan bahwa gadis itu sedang berusaha berfikir keras.
Cowok itu memposisikan dirinya untuk duduk di samping Adney, tangannya masih menggenggam tangan Raisa berusaha menyalurkan kehangatan lewat genggaman tangannya sambil sesekali mengusap tangan itu dengan lembut.
"Apa bang?"
Iya, Abang. Cowok yang ia panggil dengan panggilan abang itu adalah Stanley. Mereka sudah seperti kakak adik yang saling menjaga satu sama lain. Bukan kandung sih, kakak nemu. Tapi banyak sih yang nyangka kalo mereka itu pacaran. Karna mereka sering kemana-mana berdua. Guru-guru saja sering mengira mereka pacaran.
"Masuk kelas? apa gue temenin disini?"
"Tinggalin aja."
"Oke disini. Gue temenin lo sampe lo bosen. Kurang baik apa sih gue sama lo?"
Adney memutar bola matanya malas, tidak satu dua kali ia mendengar itu. Sudah berkali-kali dan Stanley tetap sama. Bodoh dan absurd demi Adney adiknya tersayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adney
Teen FictionAdney gadis bermata hazle yang Hidupnya serba mewah dengan segala kelebihan yang melekat pada dirinya. Ia adalah sosok yang menjadi di sekolahnya yang cukup ternama. Hidupnya selalu bahagia, senyumannya tidak pernah sekalipun meninggalkan wajah elok...