-45-

43 3 1
                                    

Tubuh Adney seketika membeku, ia kesulitan menggerakkan anggota tubuhnya. Otaknya bahkan tidak dapat bekerja dengan baik, berfikir pun rasanya enggan. Tubuh yang sudah enam belas tahun mati-matian ia jaga dijamah dengan seenaknya oleh manusia biadab yang berada dihadapannya. Manusia yang bahkan seluk beluknya saja ia tidak tau, namun dengan mudahnya menjamah dia di seluruh bagian tubuhnya.

Takdir Tuhan memang seburuk itu pada manusia seperti dirinya, ah tidak-tidak. Bukan takdir Tuhan yang buruk, namun memang Tuhan suka memberikan cobaan pada manusia. Bukan apa-apa. Itu supaya mereka bisa lebih siap di kehidupan yang akan datang.

Tidak ada lagi yang mampu ia lakukan, selain pasrah dengan nasibnya yang kini tengah berada diujung tanduk. Keringat dingin pun tidak henti-hentinya mengucur dari setiap lekuk tubuhnya. Jantungnya pun berpacu lebih cepat dibandingkan saat keadaan normal. Tidak bisa dipungkiri, ia memang sangat ketakutan. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Tidak ada.

Tuhan, kalaupun saya harus berakhir seperti ini. Saya ikhlas. Namun jangan sampai orang tua saya mengetahui semuanya. Cukup mereka menemukan saya. Jangan sampai mereka mencari tau apa yang terjadi. Dan ampuni semua dosa saya Tuhan,-air mata Adney meluruh seketika beriringan dengan ucapan dalam hatinya yang melebur.

Sesekali tubuhnya mencoba sedikit menggeliat dengan sisa tenaga yang ia miliki. Meski lemah dan seperti tidak ada pergerakan, setidaknya dia masih bisa menghindari beberapa sentuhan dari manusia kerdil dihadapannya. Walau pada kenyatanya gerakan tubuh yang ia lakukan tidak ada artinya jika dibandingkan dengan dua orang kerdil yang tengah memainkan dirinya.

"Mulus banget nih bocah." Ucap Boncel dengan tangan bergerak dari lutut hingga paha bagian atas Adney.

Adney hanya bisa meringis, tangisnya pun sudah pecah sedari tadi. Pikirannya sudah melayang jika sampai mereka berbuat diluar batasnya. Antara mati atau hidup dikelilingi dosa lantaran manusia kerdil itu.

"Iyalah. Lo pikir kayak lo? udah burik. Item. Dekil. Bau. Hidup lagi." Sahut Bocil yang satu tangannya menyingkirkan tangan Boncel dari paha Adney.

"Berarti lo juga gitu dong."

"Ya nggaklah."

"Kita kan kembar?"

" Gue lebih baik dari lo."

"Lah? Kita kembar bego! Jadi sama!"

"Siapa bilang?"

"Emak. Pikun sih."

"Kapan coba. Emak nggak pernah bilang gitu!"

"Lo lupa? Kal-"

Perdebatan mereka berhenti begitu saja saat suara menggelegar dan melengking memenuhi ruangan yang sangat sempit itu. Adney menghembuskan nafasnya lega. Semoga ini salah satu pertolongan Tuhan.  Semoga saja Tuhan tengah berpihak pada dirinya.

"BWOCYIL! BWONCYHEL! KWYALYAN NYUYTUP MUYLWUT GWITUH AJYA LWANMA BYANHGET!" Teriak Fawn berdiri di ambang pintu dengan mulut yang penuh makanan dan satu sisi tangan menenteng satu plastik besar kerupuk sandaria berwarna putih kesukaannya.

Tidak ada yang paham apa yang dibicarakan Fawn. Bahkan dua manusia kerdil dihadapannya itu. Mereka justru saling tatap satu sama lain dengan tatapan penuh tanya. Mencoba menebak apa yang sebenarnya dibicarakan oleh Fawn si juara makan kerupuk.

Setelah beberapa lama ucapan Fawn tidak segera disahuti oleh kurcacinya, ia melihat ke arah kurcacinya itu yang terlihat seperti  orang kebingungan. Sontak saja ia segera mengembalikan image yang tadi hampir saja hilang dihadapan mereka. Ia segera menyelesaikan kegiatannya mengunyah kerupuk dan membusungkan dadanya dengan cepat seolah sebelumnya tidak terjadi apa-apa. Lain halnya dengan kerupuk sandaria miliknya, kerupuk itu masih setia di genggamannya dan seperti enggan untuk dilepas begitu saja.

"Ngapain kalian lihat-lihat saya kayak gitu? Hah!?" Ucap Fawn mulai menampakkan dirinya yang garang.

"Itu a-nu bos." Jawab Bocil dengan mata bergantian mata melihat Fawn kemudian Adney dan kembarannya, Boncel secara bergantian.

"Ngapain sih kalian lama banget?" Ucap Fawn sembari menikmati kerupuk di tangannya.

"Iniloh bos, kita mau main-main sebentar." Jawab Bocil sambil menunjuk pada area kewanitaan Adney, yang hampir saja membuat Adney berhenti menghembuskan nafasnya lantaran sikap Bocil.

"Siapa yang nyuruh kalian buat main-main sama Adney tanpa izin saya?" Ucap Fawn melangkah semakin dekat pada dua manusia kerdil itu.

"Emmmm, a-anu-I-ituan. Jawab Cel!" Ucap Bocil tergagap dengan lengan yang beberapa kalil menyenggol lengan Boncel dengan harapan saudaranya itu mau membantunya memberikan jawaban pada bos-nya yang tengah mengintrogasi mereka.

"Anu bos, Bocil tadi diajakin. Yaudah Boncel mau aja." Ucap Boncel santai, tanpa terlihat ada beban di wajahnya. Yang jelas saja berbanding terbalik dengan Bocil yang tengah ketakutan.

"Kan enak bos." Celetuk Bocil seketika.

Sontak saja mereka berdua mendapat pelototan dari Fawn. Yang tentu saja itu membuat nyali kurcaci kembar itu menciut layaknya kerupuk Fawn jika terkena air.

"Emmmm ma-af bos. I-itu anu-anu bos. Anu-" Ucap Bocil dengan raut wajahnya yang semakin ketakutan. Takut-takut kali ini mereka tidak digaji.

"Anu-anu apa? Ngomong nggak becus banget!" Gertak Fawn menatap tajam pada manusia kerdil yang tengah ketakutan itu. "Lanjutin aja! Saya suka." Lanjut Fawn tersenyum sinis pada Adney yang semula menampakkan senyumnya dan kini berubah masam.

Dua kurcaci itu kembali kebingungan, bagaimana tidak? Beberapa detik lalu bos-nya itu tengah membuat mereka ketakutan setengah mati. Dan sekarang? Malah mendukung perbuatan mereka pada Adney.

"Nggak usah bingung! Cepat lakukan! Sesuka hati kalian. Saya mau pergi." Ucap Fawn seraya memutar badannya segera menjauhi mereka semua.

"B-bos?" Ucap Bocil meyakinkan apa yang sebenarnya diucapkan oleh bos-nya itu.

"Lakukan!" Tukas Fawn dan pergi menghilang dibalik pintu kayu ruangan sempit yang mereka tempati.

Tangan manusia kerdil itu semakin luwes menikmati Adney didepannya. Tidak peduli banyaknya air mata dan lenguhan yang keluar dari mulut Adney. Yang ada di fikiran mereka hanya Apa yang membuat diri mereka senang detik itu juga.

"Woy! Ngapain kalian?!"

Adney melirik sekilas pada sumber suara. Terlihat seorang lelaki berperawakan gagah namun sedikit garang tengah berkacak pinggang di tepi pintu. Tubuhnya yang berbalut dengan jaket kulit hitam semakin membuatnya terlihat sangar. Iya, lelaki itu memang seperti malaikat dengan paket lengkap yang tengah bersiap untuk menyelamatkan Adney.

Semoga Tuhan ngirim orang itu buat nyelametin gue,-batin Adney berharap malaikat penyelamat nya benar-benar datang.

"Eh? Mantan bos?"

Sebuah kalimat yang semakin membuat Adney semakin mematung. Wajahnya mendadak pucat pasi. Kalimat itu mampu membuatnya semakin tertekan. Membayangkan apa yang akan terjadi padanya kedepan.

Mantan bos? Hah? Demi apa? Gimana nasib gue?

***

Come back uwuuuuu
.
.
Maapin ya lamaaaaa
.
.
Selamat menikmati yuhuuuu
.
.
Doain buat UN uambn juga span-ptkin
.
.
Jangan lupa vote and comment 💓💓💓

AdneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang