-33-

41 5 0
                                    

Suara decitan pintu terdengar samar-samar bahkan nyaris tidak terdengar. Dari balik pintu itu terlihat Adney dengan kemeja putih selututnya tengah bersiap keluar dari kamar VIP dengan langkah gontai dan senyum yang nampak merekah. Satu tangannya merayap pada dinding disisinya guna menyangga tubuh Adney agar tidak terhuyung saat berjalan. Langkahnya berkelok, jalannya sedikit sempoyongan lantaran vodka yang terlalu banyak ia teguk beberapa waktu lalu.

Langkah Adney mengarah pada tangga yang menghubungkan lantai satu dengan lantai dua tempat berdosa itu. Ia berniat berjoget ria di lantai dua. Baru beberapa langkah saja ia menaiki tangga itu, ia justru tergelincir lantaran langkahnya yang goyah. Beruntung tubuhnya ditangkap oleh seorang cowok yang berada di belakangnya.

"Eh eh, hati-hati mbak." Ucapnya membantu Adney berdiri.

Cowok itu menatap Adney lekat-lekat. Dilihatnya Adney dari ujung rambut sampai ujung kaki. Cowok itu adalah Richard, cowok yang menyukainya dan sampai saat ini masih memperjuangkan Adney. Tentu saja Richard kaget dengan keadaan Adney yang sedang kacau. Dan setahunya Adney bukanlah pemabuk.

"Adney!" Ucapnya sembari menepuk-nepuk pipi Adney lembut.

Tidak ada jawaban dari Adney. Adney menyipitkan matanya mengamati cowok di depannya, ia merasa cowok itu tidak asing. Ia mengenali parfum milik cowok itu, namun pandangannya kali ini seperti kabur sehingga menyulitkannya menebak.

"Ri-Chard?" Ucapnya terbata, berusaha berfikir dan mengingat aroma parfum milik cowok itu.

"Iya, gue Richard Ney. Lo ngapain disini sih Ney? Mana bau alkohol lagi." Ucapnya mendekatkan hidungnya pada tubuh Adney.

Nafasnya berhembus panjang, tidak lama setelah itu Adney tertawa terbahak-bahak hingga membuat Richard heran.

"Lo kenapa Ney?"

Adney tertawa semakin keras mengingat dirinya yang berhasil membuat korbannya terkulai lemah. Sampai akhirnya Adney menceritakan apa yang membuatnya tertawa begitu keras. Cerita itu mengalir dengan cepat namun masih dalam keadaan Adney yang dipengaruhi alkohol. Ditambah dengan senyuman yang tercetak jelas di bibir mungilnya.

Flashback on

Tubuh Adney dan lelaki itu hendak menempel, bahkan nyaris menempel dengan sempurna. Mereka hanya terpaut jarak beberapa centimeter dan keperawanan Adney akan hilang karena kebodohannya sendiri. Sedetik saja Adney terlambat, masa depannya sudah pasti suram.

Lelaki itu menatap Adney dengan penuh arti ingin memuaskan nafsunya. Lain halnya dengan Adney, gadis itu tengah was-was akan masa depannya. Namun dia masih berusaha menetralisir ketakutannya itu. Tangan Adney bergerak pada meja di sisi kanan dirinya. Pelan pelan ia membuka laci meja yang ada di sisi kanannya. Tangannya meraih sebuah pisau berukuran sedang yang sebelumnya sudah ia siapkan untuk melancarkan niatnya. Pisau yang selalu ia gunakan guna melancarkan aksi konyolnya sejak beberapa bulan terakhir.

Tepat saat bibir lelaki itu hendak menempel pada bibir Adney. Adney segera melancarkan aksinya. Ditangannya terlihat jelas sebilah pisau yang siap memainkan perannya. Sontak saja pisau itu langsung ia arahkan pada kemaluan lelaki itu yang langsung membuat lelaki itu menjerit kesakitan dan langsung terkulai lemah.

"ARGHHHH BRENGSEK!!!" Teriaknya menatap lemas pada potongan batang kecil dan bergantian menatap kemaluannya yang hampir tidak tersisa dan mengucurkan darah deras.

Adney tertawa puas. Sudah lama ia tidak pernah memotong batang kecil itu. Lelaki itu tidak berkutik, seakan seluruh kekuatannya terserap begitu saja saat batang kecil itu dipotong oleh Adney.

Gadis itu segera turun dari kasur ukuran king size yang ia tempati. Kakinya melangkah ke belakang pintu dan segera memakai kemeja putihnya yang selalu ia siapkan di ruangan itu sambil sesekali menatap lelaki yang terkulai lemas di tepi kasur.

AdneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang