Mereka berdua masih dalam posisi yang sama, tidak ada yang berniat meninggalkan tempat itu. Terpaan angin malam yang kian dingin tidak membuat mereka berniat meninggalkan tempatnya.
Richard masih mencoba membujuk Adney. Sementara Adney, dia terlalu sibuk dengan pemikirannya sendiri. Tapi bukan Richard namanya kalau menyerah begitu saja, dia masih terus mencoba membujuk Adney agar tidak lagi selemah saat ini.
"Ney?"
Entah sudah yang keberapa Richard memanggil nama Adney dan hanya dijawab dehaman oleh sang pemilik nama.
"Ney, kadang aku bingung sama perasaanku sendiri. Kamu yang cueknya minta ampun yang sulit sekali luluh, tapi aku masih pengen merjuangin kamu Ney. Aku tau kamu tidak memiliki rasa apapun, tapi cintaku ya ang kayak gini Ney. Tidak semua orang bisa sesabar aku loh Ney, tolong jangan sia-siain aku Ney!"
Richard berbicara panjang lebar menceritakan semua keluhannya, namun masih tidak ada suara dari Adney. Adney bungkam, ia tidak mendengar lagi suara keluar dari mulut Richard.
Richard semakin gusar dibuatnya, nafasnya sedikit tersengal-sengal. Pikirannya menerawang jauh memikirkan cara agar Adney bisa segera membaik. Dan juga bisa menaruh hati pada Richard.
Richard menatap langit yang menampakkan ribuan bintang. Pemandangan yang bisa membuat siapapun termasuk Richard menjadi lebih tenang dan fresh. Ia mulai berfikir lagi, mengira-ngira cara untuk menenangkan pikiran Adney.
Atau gue liatin terus aja, cewek kan kalo dilihatin terus jadi salting tuh,- sebuah pemikiran terbesit di otaknya begitu saja.
Richard memulainya, ia mulai menatap Adney lekat-lekat. Ia menatap begitu dalam, seakan ingin kembali memiliki Adney yang sempat ia genggam, namun semuanya mustahil. Ia hanya bayangan hitam bagi Adney. Bayangan yang sellau mengikuti Adney kemanapun ia berjalan. Bayangan yang tidak ada artinya sama sekali.
Pandangan Richard masih tertuju pada Adney, namun sekarang sudah berbeda. Tangan Richard mulai terulur pada anak rambut Adney yang sedikit menutupi wajahnya.
Adney merasakan sesuatu menyentuh rambutnya, namun ia membiarkannya. Ia terlalu malas menanggapi apapun itu. Yang ia mau hanyalah ketenangan.
Maafin gue Chard, bagi gue lo hanya bayangan yang nggak ada artinya. Bayangan tetaplah bayangan, tidak akan bisa berubah apapun yang terjadi,- ucap Adney dalam hati, ia tidak sanggup jika harus meminta maaf secara langsung.
Richard berganti memainkan rambut Adney yang tergerai indah. Adney yang sudah geram dengan Richard yang selalu mengganggunya pun menghempas tangan yang masih saja memainkan rambutnya itu.
"Apa sih Chard? Ganggu tau nggak? ngelihatin mulu lagi."
Adney memulai pembicaraan, setelah kebersamaan mereka yang terasa canggung.
"Pede banget, aku nggak ngelihatin kamu Ney." Richard berusaha mengelak, ia sedikit malu karena ketahuan menatap Adney lama.
"Terserah lo."
"Dih ngambek." Richard menoel-noel pipi Adney yang sedikit chubby.
"Apaan si Chard? Ish ganggu." Adney menyingkirkan tangan Richard dari pipinya yang masih sibuk menoel-noel pipi Adney.
"Iya, aku juga sayang kamu."
"Stress."
"Iya, nanti aku kenalin ke orang tuaku. Mau kapan?"
"Nggak waras ih."
"Hah? Langsung nikah? Wah ngebet banget yang kamu."
"Amit-amit deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Adney
Teen FictionAdney gadis bermata hazle yang Hidupnya serba mewah dengan segala kelebihan yang melekat pada dirinya. Ia adalah sosok yang menjadi di sekolahnya yang cukup ternama. Hidupnya selalu bahagia, senyumannya tidak pernah sekalipun meninggalkan wajah elok...