-46-

41 3 0
                                    

Lelaki bertubuh tegap itu masih setia berdiri di ambang pintu menatap Adney dengan tatapan yang teramat tajam, bahkan lebih tajam dari sebelumnya. Satu tangannya ia masukkan pada saku jaket kulit hitam yang menjadi kebanggaan lelaki itu. Jaket kulit hitam yang membuat lelaki itu semakin terlihat sangar dan mungkin saja tidak ada yang berani padanya. Terlebih tampangnya yang cukup seram untuk sebutan 'preman'. Termasuk Adney, ia sendiri masih termangu sambil sesekali membasahi tenggorokannya tiba-tiba saja mengering.

Takut? Jelas saja. Adney sudah bergidik ngeri saat mendengar dua kurcaci itu memanggil lelaki itu dengan 'mantan bos'. Hal buruk yang sebelumnya tidak pernah terlintas dibenak Adney tiba-tiba saja berada dihadapannya. Memang benar, Adney tidak terlalu menampakkan jika dirinya tengah ketakutan setengah mati. Tapi bohong kalau Adney saat ini terlihat baik-baik saja. Keringatnya saja masih keluar tanpa henti. Tapi bukan keringat karena selesai berolahraga tapi karena rasa takut itu semakin menguasai dirinya.

"Biar sama gue aja nih bocah." Ucap lelaki itu tiba-tiba dengan suara berat khasnya. Langkahnya kian mendekat pada dua kurcaci yang masih sedikit kaget lantaran kedatangan lelaki itu.

"Ta-Tapi mantan bos. Nanti bos baru ngamuk. Terus kita g-gimana?" Ucap Boncel tergagap lantaran takut ia dipecat dan tidak memiliki pekerjaan lagi.

Iya benar. Lelaki itu adalah mantan bos dari dua kurcaci bodoh yang tengah berusaha menguasai Adney dengan caranya yang konyol. Cukup konyol, tapi juga cukup untuk membuat Adney bergidik ngeri.

"Aman. Tenang aja." Ucap lelaki berjaket hitam meyakinkan agar dua kurcaci itu.

"Tapi mantan bos..." Ucap Boncel yang langsung dihentikan oleh lelaki itu.

"Saya bilang keluar!" Titah lelaki itu tegas pada dua kurcaci yang memanggilnya dengan 'mantan bos'.

"Ke?" Tanya Bocil dengan wajahnya yang penuh tanya.

"Luar budeg!" Sahut Bocil sewot.

"Santai dong! Songong banget!" Sahut Boncel tidak kalah sewot dari Bocil.

"Lo sih!" Ucap Bocil dengan tubuh mulai mendekat pada Boncel yang tentu saja mereka akan beradu kekuatan mempertahankan keyakinan mereka yang sama-sama tidak jelasnya.

Lagi dan lagi. Perdebatan selalu ada antara dua kurcaci itu. Entah apa yang ada dipikirannya hingga perdebatan-perdebatan kecil selalu terjadi. Tapi tidak apa, setidaknya itu bisa membuat Adney sedikit tersenyum walau masih dengan wajahnya yang kaku dan diliputi rasa takut akan nasibnya kedepan. Nasibnya yang malang dan juga sudah berada di ujung tanduk.

Lelaki dengan jaket kulit hitam itu segera melerainya. Berdiri diantara dua kurcaci yang sedikit lagi sudah mengeluarkan berbagai macam jurus yang tentu saja akan membuat keributan di dalam ruangan. Jurus yang masih saja menjadi kebanggaan tersendiri bagi masing-masing dari mereka.

Kalau sudah seperti ini siapa juga yang bisa betah mempekerjakan mereka? Sudah sukanya ribut. Debat. Kerdil. Jelas saja lelaki itu memecatnya. Kerjaannya saja tidak becus. Malah sibuk mengurusi dirinya sendiri.

"Udah! Sono pulang! Cariin emak noh." Ucap lelaki itu masih berdiri diantara dua kurcaci itu. Kali ini dengan nada yang lebih terdengar santai.

"Kan mau lihat mantan bos sama si eneng geulis ehem ehem." Ucap Boncel melirik Adney dan mantan bos itu secara bergantian dengan tatapan yang menggoda.

Sontak saja lelaki yang mereka panggil 'mantan bos' itu menoleh pada Adney yang masih terikat di belakangnya. Darah yang sudah membeku juga luka yang masih menganga. Tangan dan kaki yang masih saja dirantai. Juga bajunya yang sudah terlepas. Tubuhnya yang elok pun sudah lusuh dan lunglai. Seperti orang yang hendak meninggal, dan hanya tinggal menghitung hari.

"Pala lo lihat-lihat! Cepet keluar!" Ucap lelaki itu tegas.

Lelaki itu mendorong paksa dua kurcaci yang berada di sisi kanan dan kirinya. Tidak ada penolakan dari kurcaci itu, mereka hanya tersenyum licik sembari menoleh ke arah Adney yang sudah gugup setengah mati. Sementara lelaki itu mempercepat dorongannya agar dua kurcaci itu cepat meninggalkan ruangan lusuh yang sedang mereka tempati.

Beberapa menit kemudian, tiga lelaki yang tidak Adney kenali berada di ambang pintu. Lelaki dengan jaket kulit hitam segera mendorong dua kurcaci didepannya dan segera menutup pintu dengan keras hingga menimbulkan suara yang menggema di seluruh ruangan. Lelaki itu menoleh pada Adney yang masih dengan posisi yang sama seperti saat dua kurcaci itu berada di dalam ruangan. Hanya saja kali ini kepala Adney tertunduk dengan rambutnya yang terurai menutupi wajahnya dan hanya terlihat salah satu mata Adney yang masih sembab. Tatapan lelaki itu tidak mudah diartikan, antara rasa iba di hatinya juga junior-nya yang berada dibalik celana yang masih saja mendesak keluar. Terlebih pakaian Adney yang sudah hampir menampilkan bagian-bagian yang ia lindungi setengah mati.

Lelaki itu mulai mendekat pada Adney. Langkahnya tegap dan pasti, Namun sengaja dibuat lambat yang tentu saja membuat Adney semakin ketakutan. Entah apa yang sebenarnya ada dalam pikiran lelaki itu, Adney pun tidak tau pasti.

Adney meneguk ludahnya susah payah. Sekarang lelaki itu sudah berada dihadapannya dan hanya berjarak tidak lebih dari satu meter. Orang yang dia kira hendak menyelamatkannya justru membuatnya semakin terpojok dan was-was dengan setiap gerak-geriknya yang selalu tiba-tiba.

"Nama lo?" Ucap lelaki itu dengan wajah penuh tanya.

Tidak ada jawaban dari Adney. Ia memalingkan wajahnya cepat saat lelaki itu semakin mengikis jarak antara mereka berdua. Tidak ada niatan menjawab sepatah katapun ucapan dari lelaki itu. Bahkan untuk menatapnya saja ia sudah enggan dan malas.

Hening. Tidak ada lagi yang mengeluarkan suara. Hanya sesekali terdengar suara tikus yang tengah berlarian juga jam dinding yang masih setia berputar untuk menambah keheningan siang itu.

"Gue bicara sama lo." Ucap lelaki itu dengan satu tangannya mengangkat dagu Adney yang secara tidak langsung sedikit lagi mulutnya dan mulut lelaki itu akan menempel.

Apaan sih nih cowok. Nggak tau orang ketakutan apa? Malah nggak pergi-pergi,gerutu Adney dalam hati.

Lelaki itu semakin mendekat pada Adney. Jarak antara mereka kini hanya tersisa satu jengkal dan itupun sekali bergerak sudah pasti tubuh Adney dan lelaki itu akan menyatu. Satu tangan lelaki itu sudah memegang tengkuk Raisa dan...

***

Hai hai haiiiii
.
.
Lama ya? Sibuk uambn. Moga sukses. Aamiin😭
.
.
Semoga aku, kamu, kita, lo, gue, dan semua-muanya aman dari Corona. AMININ YANG KERAS!!!!
.
.
Lagi, doain aku biar sukses UM, UN, dan keterima span-ptkin. Aamiin😭
.
.
Dan juga, makasih buat kalian yang masih stay di cerita aku yang sering ngaret ini. Makasih banget. Big luv 💓
.
.
Ajak temen-temennya juga ya buat mampir di cerita aku
.
.
Kalo ada typo bilang aja gapapa, kita sama-sama belajar kok
.
.
Dan JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT💓💓💓

AdneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang