-57-

37 2 0
                                    

"Ney, ayo pulang!"

"Pulang? Kemana?" Tanya Adney kebingungan.

"Sadar Ney! Ini udah jam berapa? Lo tuh cewek."

"Gue sadar kali, lo kira gue pingsan? Kan gue tanya Ar, pulang kemana?" Adney memutar bola matanya malas. "Gue kalau pulang jam segini males manjat tembok." Lanjutnya.

Pikiran Adney kembali melayang pada kejadian yang seringkali ia alami, sebelum ia memutuskan untuk pindah ke apartemen. Pulang melebihi jam sebelas pagar rumahnya sudah terkunci dan tidak akan dibuka dengan alasan apapun. Lebih lagi saat orang tuanya mulai memiliki masalah yang cukup serius di rumah, rumah itu terkunci mulai jam sembilan. Entah apa alasan yang jelas pun ia tidak mengetahuinya. Ia hanya seorang anak yang tidak mempunyai hak apapun untuk mengetahuinya.

"Makannya jadi orang jangan pelupa. Masih muda aja udah pelupa apalagi ntar kalo udah tua. Malu-maluin gue lo mah."

"Berisik! Udah buruan anterin gue pulang!" Titah Adney pada Arka yang tengah menghidupkan mobil miliknya.

"Siap Adney sayangku."

Tidak butuh waktu lama untuk mereka sampai pada tempat tujuannya. Yaitu rumah Arka, iya rumah itu adalah milik seorang Arka. Hasil dari dia merampok bahkan merampas dari orang-orang yang lemah. Ah, baginya dari manapun asal uangnya asal dia bisa memperoleh apa yang dia inginkan tidak ada bedanya.

Arka memasuki rumah yang telah ia diami beberapa tahun terakhir. Tidak begitu mewah, hanya saja cukup luas untuk ditinggali oleh satu orang saja. Dulu rumahnya adalah basecamp tempat Arka dan genknya, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari genk itu.

Gila, masa iya sih Arka punya rumah segede gini. Dapet uang dari mana coba. Kan dia nggak kerja, nggak mungkin juga hasil dia kerja bisa dapet rumah segede dan selengkap ini dalam waktu singkat. Kan harus lama banget, mana barang-barangnya mahal lagi,-ucap Adney dalam hati. Matanya masih saja berkeliling melihat satu persatu sudut ruangan dari rumah yang beberapa hari kedepan akan dia tempati.

"Kamar tamu ada di ujung sana, tapi kalau lo mau pilih kamar yang lo mau boleh kok." Ucap Arka menunjuk sebuah ruangan yang berada di ujung pada Adney yang masih mengekor dibelakangnya dengan mata yang masih saja berkeliling.

"Hah? Eh," Adney sedikit kaget lantaran ia terlalu fokus dengan dunianya sendiri. "Lo sendirian?" Lanjut Raisa setelah berhasil menetralisir keadaan.

"Ya iyalah, kan gue belum punya istri gimana sih lo?"

"Santai dong mas, makannya jadi orang jangan songong! Enggak ada yang mau kan sama lo? Syukurin!"

"Gue tuh nungguin lo Ney."

"Hah? Lo bilang apa?"

Sebenarnya Adney mendengar ucapan cowok itu, hanya saja ia masih bingung apa maksud ucapannya itu. Seorang preman yang kali ini sudah insyaf itu menyukainya. Sedikit kaget, namun siapapun tidak ada yang bisa menolak pesona Adney.

"Enggak apa-apa. Buruan pilih kamarnya! Udah malam."

"Sini ya." Ucap Adney menunjuk pintu kamar yang berada disampingnya, ia terlalu malas untuk berjalan jauh lagi.

"Pake aja! Itu biasanya dipake sama Fawn."

Mendengar itu Adney kembali ingat saat sahabatnya itu berniat melakukan hal keji pada dirinya. Karena sebaik apapun orang didepan, tidak akan ada yang tau apa yang sebenarnya terjadi dibelakang.

"Ogah."

"Lo pilih-pilih aja, gue ngantuk mau tidur."

"Ar."

AdneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang