-8-

105 6 0
                                    

"Kenapa si Ney? Eh, wajah Lo pucet amat neng. Abis liat setan? " Stanley menertawakan wajah dan raut muka Adney yang menurutnya aneh.

"STANLEY!!!!." Adney menggigit keras lengan Stanley yang mendekat menatap kearahnya.

"Sakit ish, gila lo ya?" Stanley mendorong kepala adney agar menjauh dari tangannnya, dipeganginya lengan Stanley yang digigit oleh Adney.

"Pergi lo! KELUAR! SEKARANG!!!" Tangan Adney menunjuk pada pintu kamar yang terbuka lebar.

Bukannya keluar dari kamar itu, Stanley malah melangkah mendekat pada Adney. Adney yang masih tersulut api kemarahan tanpa Stanley tau penyebab Adney marah. Stanley memegang dahi gadis itu berpikir apakah badannya demam atau memang otak Adney sedang konslet.

"Perasaan lo gak panas deh Ney, kok lo jadi kayak orang gila gini si? "

"Lo... Lo tega. Lo tega banget sama gue Stan. Lo jahat. Bajingan. Brengsek."

"Apaan sih Ney? gue cuman ngelakuin kewajiban gue sebagai cowok."

"Kewajiban? Kewajiban lo bilang? Gue  gak sebodoh itu ya Stan! Lo kira megang-megang gue pas gue pingsan itu kewajiban lo? Brengsek lo! Nyesel gue kenal sama lo Stanley. Lo jauh lebih brengsek dari orang tua gue.  Jangan dekati gue lagi. Gue gak mau lihat lo lagi. Dan. Gue.Gak.Mau.Kenal.Sama.Lo.Lagi." Ucap Adney mempertegas ucapannya dibagian belakang.

"Ney..." Stanley melembut dan semakin mendekat ke arah Adney. Tangannya meraih tangan dingin Adney yang sedingin es.

"Jangan sentuh gue! Gue gak mau di kotori lagi sama tangan busuk lo Stan!" Adney melepas tangan Stanley yang memegangnya dengan tulus.

Adney tidak menangis, air mata tidak keluar dari kelopak matanya. Hanya saja wajahnya pucat pasi tatapannya pun sendu. Seperti tidak ada lagi semangat hidup dalam dirinya. Adney tidak lagi mempercayai lelaki, dimatanya semua lelaki adalah sama. Sama-sama brengsek. Sama-sama tidak punya hati.

Stanley kebingungan menghadapi Adney yang tidak jelas. Stanley hanya menatap Adney. Berniat meminta maaf namun dia pun tidak tau apa salahnya sampai Adney bersikap seperti itu.

Mereka berdua saling diam. Adney yang kecewa, sedangkan Stanley yang merasa bersalah. Dunia memang sebercanda itu dengan mereka setelah sekejap menyajikan kebahagiaan sedetik kemudian menyajikan kesedihan yang lebih mendalam.

***

Dari kejauhan terdengar suara gaduh yang tidak asing di telinga Adney. Tidak lain adalah sahabatnya Rissa dan Fawn. Namun Adney masih terlalu larut dalam pemikirannya sehingga tidak menyadari keberadaan dua sahabatnya.

"Adney! Ah lo udah sadar. Tadi lo pingsan lama banget buk."

"Fawn? Rissa? "

"Lo... Kenapa Ney ? Pucet amat?" Tanya Rissa sambil menatap jeli pada Adney.

Rissa adalah teman yang sangat over, sedikit saja temannya berubah dialah yang paling sibuk bertanya kesana kemari.

"Apa jangan jangan-jangan lo habis main sama Stanley? Hah? Hah? berapa ronde mbak?" Fawn menaikkan alisnya kanan kiri secara bergantian, berniat menggoda Adney di depannya. Namun yang digoda tidak menunjukkan perubahan diwajahnya sama sekali.

"Ngomong lo Fawn! nggak ngotak banget!''

"Yaelah Sa, gue kan cuma becanda. Jangan serius amat deh."

Adney masih diam memikirkan perkataan Fawn. Pikirannya melayang jauh. Memikirkan yang akan  terjadi pada dirinya.

Bagaimana nanti jika dia hamil?

AdneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang