Dua remaja itu tengah berjalan beriringan di taman kota sembari menggandeng tangan satu sama lain. Taman yang menjadi saksi bisu akan kedekatan mereka sedari kecil. Tidak ada yang tau betapa terpuruknya mereka hingga mereka bisa menjadi remaja yang jauh lebih baik.
"Duduk sini dulu ya! Gue mau beli minum buat lo, lo haus kan?" Lelaki itu melepaskan tangannya yang semula menggenggam tangan gadis yang berada di hadapannya "bentar ya!" Lanjutnya.
Lelaki itu beranjak meninggalkan gadis yang entah bisa menjadi miliknya atau tidak. Namun, tiba-tiba gadis itu menarik tangan lelaki yang berada dihadapannya. Berharap lelaki itu tidak akan meninggalkannya walaupun sekejap.
"Kenapa Ney?" Stanley menautkan alisnya heran.
"Emmmm." Adney nampak berfikir sejenak "Jangan lama-lama Stan!" Lanjutnya.
"Iya Adney."
Stanley bergegas meninggalkan Raisa yang terduduk manis disalah satu bangku yang ada di taman kota. Ia berjalan dengan cepat menyusuri wilayah taman kota, harap-harap lebih cepat mendapat minuman untuk Adney yang tengah menunggunya. Ia tidak mau membuat Adney menunggu terlalu lama.
Satu menit, bagi Adney itu waktu yang cukup lama, entah apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya ia pun tidak tau.
Adney sudah berulang kali melihat arloji ditangan kanannya. Setiap kali ia melihat arloji itu, yang terlintas di otaknya adalah saat Stanley memberikan jam tangan itu satu tahun lalu.
Nanti kalo lo lagi sama gue, lo nggak boleh lihat arloji itu. Lo harus nikmatin setiap waktu lo sama gue. Tapi, kalo pas lo lagi sama gue, terus gue pergi ninggalin lo. Lo harus lihat arloji itu, catet berapa menit waktu gue ninggalin lo. Nanti gue bakal ganti waktu lo yang nggak sama gue biar lo bisa sama-sama gue lagi.
Itulah yang diucapkan Stanley kala memberikan arloji itu. Ucapan yang selalu diingat Adney sampai saat ini.
Sepuluh menit berlalu, terlihat Stanley tengah berjalan dengan sedikit tergopoh-gopoh ke arah Adney. Terlihat jelas ditangan kanannya ia tengah membawa satu botol air mineral dingin yang kelihatan menyegarkan lantaran Adney sangat kehausan.
"Lama ya?" Tanya Stanley dengan nafas yang masih tersendat-sendat.
"Nggak kok."
"Nih, minum dulu." Stanley memberikan salah satu minuman yang berada ditangannya pada Adney.
"Bukain!" Ucap Adney dengan nada suara yang sengaja dibuat-buat.
"Ya ampun Ney, udah segede ini masih aja manja." Stanley terkekeh mendapati Adney yang masih sama seperti saat mereka kecil.
"Biarin." Adney menjulurkan lidahnya pada Stanley berniat mengejek lelaki itu.
"Iya Ney, apasih yang nggak buat kamu." Ucap Stanley sembari mengusap puncak kepala Adney gemas.
Mereka berdua larut dengan pembicaraan yang mereka buat sendiri. Membicarakan masa depan, bahkan masa lalu mereka. Tidak ada lagi jarak diantara mereka berdua, mereka nampak seperti remaja-remaja yang tengah dimabuk cinta.
"Jalan yuk!" Cetus Stanley setelah beberapa waktu menghabiskan waktu hanya dengan duduk di kursi taman.
"Kemana?"
"Ayo deh, ntar juga tau." Tangan Stanley terulur menarik tangan Adney agar gadis itu mau mengikutinya.
Mereka berdua melangkahkan kakinya, berjalan beriringan dengan tangan yang masih bergandengan. Mereka berdua menjadi pusat perhatian disana, lantaran orang-orang yang berada disana kebanyakan adalah beberapa keluarga, bukan muda mudi yang tengah dimabuk cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adney
Teen FictionAdney gadis bermata hazle yang Hidupnya serba mewah dengan segala kelebihan yang melekat pada dirinya. Ia adalah sosok yang menjadi di sekolahnya yang cukup ternama. Hidupnya selalu bahagia, senyumannya tidak pernah sekalipun meninggalkan wajah elok...