-36-

45 6 0
                                    

Meja bagian tengah kantin itu terlihat dipenuhi segerombol cowok bahasa. Salah satu diantaranya terlihat serius namun yang lain malah cengengesan. Ialah gerombolan Richard yang tidak lain terdiri dari Richard, Kevin, Aril, Acep dan Radit. Mereka semua selalu bersama, tidak perduli di lingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah.

"Lo serius? Bego banget sih lo mau aja dijadiin babu sama dia sampe segitunya." Ucap Kevin dengan nada sarkasnya.

Kevin memang tidak pernah menyetujui hubungan Richard dan Adney sejak awal. Dimatanya, Adney tidak lebih dari cewek kurang belaian yang memainkan banyak cowok demi memuaskan dirinya sendiri. Terlebih pakaian Adney yang seperti baju kurang bahan. Jelas saja itu bisa menarik minat lawan jenis hingga tidak ada satupun yang bisa menolak pesona Adney.

"Nah bener tuh kata si kepin." Ucap Aril sambil merangkul pundak sahabatnya itu, Richard.

"Kepin pala lo!" Kevin berujar dengan nada sarkas dan langsung melepas kasar rangkulan tangan Aril dari bahunya.

"Wahh pala ya? Pala bukannya bumbu buat masak si mbak Inah ya? Kok lo tau bumbunya? Lo pacarnya ya? Atau jangan-jangan lo malah suaminya?"

Sontak saja tangan Kevin langsung berayun ke udara dan mengarah pada kepala Aril. Kevin menghadiahi Aril dengan sebuah toyoran akibat ucapannya yang membuatnya geram. Ditambah teman satunya yang tidak pernah jelas dan selalu mencari gara-gara dengannya.

"Udahlah. Si bos lagi curhat malah kalian gangguin." Ucap Acep, satu-satunya diantara mereka yang bisa bersikap normal seperti manusia pada umumnya.

"Lanjut bos. Lanjut." Ucap Radit mempersilahkan Richard bercerita kembali.

"Ogah." Richard memainkan sendok dan garpu yang ada di hadapannya untuk menetralkan hatinya. "Malu gue lah bego." Lanjutnya.

"Bos! Bos!" Tangan Radit memukul-mukul bahu kanan Richard. Tidak keras. Namun cukup membuat Rizieq kaget. "Ada si Adney tuh." Lanjutnya dengan sorot mata Richard mengarah pada gerombolan Adney yang baru saja memasuki kantin.

Sontak saja semua yang berada disana menoleh pada gerombolan Adney yang tidak lain adalah Adney, Gita, dan Lara. Tentu saja Adney berjalan lebih depan dengan wajah manisnya dan siap tersenyum dengan siapapun. Namun sepertinya ia enggan untuk melihat ke arah gerombolan Richard.

"Biarin lah. Ntar aja." Ucap Richard menghembuskan nafas lelah.

"Nah. Dia pasti mau minta maaf nih sama si bos." Ucap Aril dengan wajah tanpa dosanya.

"Lah? Ngapain juga minta maaf." Ucap Kevin masih dengan raut tidak sukanya.

"Kan dia udah ngisengin bos kita." Ucap Acep mengikuti pembicaraan teman-temannya.

"Pan si bos yang mau, dodol." Ucap Radit sambil memberikan toyoran di kepala Acep yang sepertinya tidak ada isinya.

"Ssst ssst. Adney mau kesini bro. Cepetan ganti topik. Cepetan." Ucap Aril yang langsung mengubah posisi duduknya dan mencoba berfikir keras.

Mendadak semuanya diam dengan tatapan mata saling melempar satu sama lain. Tidak ada yang memulai pembicaraan sementara langkah Adney semakin mendekat. Image mereka akan anjlok kalo ketahuan.

"Behhh seriusan bos. Tuh cewek bodynya manteb. Enak buat ehem ehem. Yakin deh. Nggak bisa berhenti dah gue mikirin dia." Celetuk Aril dengan wajah sok asik khas dirinya dan tangan yang sengaja diayunkan ke udara membentuk lengkungan tubuh wanita. Tentu saja wanita itu hanya hayalan di otaknya. Mana ada wanita yang mau sama mahluk sejenis Aril.

Sontak saja semuanya langsung menanggapi ucapan Aril. Meskipun sedikit tidak masuk akal. Namun itulah teman mereka. Mungkin jika tidak ada mahluk sejenis Aril tidak ada yang mengeluarkan kalimat tidak jelas.

"Yeee itu mah otak lo yang omesh." Ucap Acep menimbali.

"Ini namanya bukan omesh." Ucap Aril.

"Apaan kalo nggak omesh? Porno?" Ucap Kevin yang masih berusaha menetralkan dirinya.

"Memanfaatkan ciptaan Tuhan dengan sebaik-baiknya."

Baru saja Richard hendak membalas ucapan Aril seorang wanita dengan tubuh cukup berisi dan pakaian ketat mengarah pada mereka. Mbak Inah namanya, dia adalah salah satu pemilik warung di kantin yang paling sering di datangi cowok karena penampilannya yang lebih mencolok.

"Makasih mbak inah yang tiap hari makin montoq." Ucap Richard mencoba menebar pesona dengan mbak Inah. Syukur syukur dapet gratisan minum.

"Tambah bahenol ya mas?" Ucap mbak Inah dengan tangan memainkan rambutnya yang menjulang sampai perut.

"Pokoknya the best lah mbak." Ucap Aril sembari menunjukkan dua jempolnya.

"Ah mas masnya. Jadi malu saya ini." Ucap mbak Inah dengan tubuh yang di gerak-gerak kan malu.

"Ish mbaknya." Richard mengelus pipi kanan mbak Inah dengan sedikit sentuhan khas playboy ''Jadi gemes deh."

"Yaudah mas. Tak balik ya. Babay." Ucap mbak Inah dan langsung memutar balikkan tubuhnya menjauhi meja Richard dan gerombolannya.

Adney melewati meja mereka tanpa menoleh sedikit pun. Bahkan sekedar melirik pun tidak. Teman-teman Richard hanya menatap Richard dan Adney bingung. Richard dan Adney lebih terlihat seperti pasangan kekasih yang tengah bertengkar sehingga enggan untuk menyapa.

"Nah kan apa gue bilang. Adney tuh nggak bakalan minta maaf sama si bos." Ucap Aril tanpa pikir panjang.

"Kapan lo bilang? Ah elah. Lo mah suka nggak jelas." Ucap Kevin menyahuti dengan nada sarkasnya.

"Lah? Barusan. Budek ya lo?" Jawab Aril tidak kalah sarkasnya.

"Ngajak ribut lo?"

"Berani lo sama gue?"

"Emang lo siapa?"

"Segala pura-pura amnesia lagi."

"Apa-apaan sih ini. Ribut terus. Nggak bosen apa?" Acep membuka suara. Perdebatan antara Aril dan Kevin akan selalu terjadi dan selalu seperti itu. Dan akan selalu berakhir dengan Acep yang menghentikannya.

"NGGAK!" Ucap Aril dan Kevin serempak.

Gebrakan dari gelas minuman yang beradu dengan meja kantin membuat siapapun yang mendengarnya bungkam. Richard sudah tidak bersahabat. Tatapan matanya sendu bercampur tajam. Kalau sudah seperti ini teman-temannya hanya berani menatap Richard dengan bungkam.

Richard mengangkat pantatnya, berdiri sendiri diantara yang lain. Tatapannya kosong namun masih berdiri di sela-sela antara meja dan kursi. Beberapa menit kemudian, ia meninggalkan kantin dengan langkah sedikit gontai. Teman-temannya masih menatap Richard. Belum ada yang berani mengganggu Richard saat ini. Kecuali Adney, namun saat ini Adney seperti tidak ada minat merecoki Richard seperti biasanya. Bahkan Adney masih duduk di tempatnya menikmati siomay yang ia pesan.

"Nih. Gara-gara kalian berdua si bos marah. Makannya kalian gausah berantem. Bego banget sih. Udah tau si bos lagi kayak gitu. Malah kalian tambah-tambahin."

"Dia yang mulai." Ucap Aril dan Kevin bersamaan. Tangan Aril menunjuk Kevin begitu juga tangan Kevin yang menunjuk Aril. Tidak ada yang mau mengakui kesalahan seperti biasa.

"Apaan? Lo!"

"Lo bego!"

"Lo tolol!"

***

Hai hai haiiiii im come back yuhuuuu aye aye tereret reret
.
.
Jangan lupa vote and comment guissss
.
.
Tenang aja, walaupun aku selalu molor aku usahain up terus kok. Maap deh kalo ceritanya juga suka gaje:)

AdneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang