Tuhan, jantung gue. Hidup gue. Tolong. Siapapun tolongin gue. Ini gue harus gimana? Yakalik pasrah? Nasib gue gini amat kenapa sih? Oke tarik nafas, keluarin. Ah, tapi gue gabisa ngapa-ngapain. Oke, merem aja kali ya. Mudah-mudahan pas gue buka mata ini cuma mimpi,-ucap Adney dalam hati.
"Lo ngapain merem?"
Suara berat lelaki berjaket hitam itu sontak saja membuat Adney membuka matanya. Adney masih dibuat bingung lantaran lelaki itu tidak menyentuhnya sama sekali. Atau mungkin dia sudah tidak bisa merasakan apapun saat lelaki itu menyentuhnya.
"Udah lepas."
Adney masih belum mengeluarkan suaranya. Ia seolah tersihir dalam dunianya sendiri. Bahkan, ia pun tidak mengedipkan matanya sejak lelaki itu memintanya membuka mata.
"Benerin baju lo! Nggak lucu kalo gue udah sok-sokan jadi pahlawan kesiangan tapi malah main-main sama lo." Titah lelaki itu pada Adney yang masih belum mengeluarkan suara.
"Ng-nggak bisa pakai di anu- ituan." Ucap Adney sedikit tergugup dengan wajah menunduk menatap pakaiannya yang semrawut.
"Ngomong lo aneh." Lelaki itu sedikit terkikik menertawakan ucapan Adney yang tidak tertata dengan rapi. "Bilang dari tadi kan bisa. Junior gue udah nggak bisa ditahan lagi di dalem." Lanjutnya saat ia melihat tubuh Adney yang terekspos begitu saja didepannya.
Sontak saja Adney melangkahkan beberapa langkah kebelakang saat mendengar ucapan lelaki itu. Ia yang sebelumnya sedikit tenang tiba-tiba saja dikagetkan oleh ucapan lelaki itu beberapa detik lalu.
Aduh, keperawanan gue, gimana nih, -ucap Adney dalam hati.
"Santai aja lagi. Gue juga nggak minat sama-" lelaki itu kembali melihat tubuh Adney. Namun kali ini lebih teliti, dari ujung rambut sampai ujung kaki Adney yang penuh luka. "Tubuh lo." Lanjutnya sedikit tersenyum remeh.
"Tuh pakek buat nutupin badan lo!"
Adney masih dibuat kebingungan oleh sikap lelaki yang menolongnya itu. Sesekali baik. Sesekali menjengkelkan dengan ucapannya yang terlalu absurd. Namun, bagaimanapun lelaki itu sudah berjasa di kehidupan Adney. Walaupun Adney pun tidak tahu bagaimana sifat lelaki itu yang sebenarnya.
"Buruan pakek! Mau keluar nggak?"
Adney yang mendengar ucapan itu langsung menganggukkan kepalanya dan segera memakai jaket kulit hitam yang diberikan oleh lelaki itu. Aroma khas lelaki itu menyeruak begitu saja di penciuman Adney, dan cukup untuk menenangkannya hingga beberapa saat.
Namun siapa sangka setelah jaket itu terpasang tiba-tiba saja Adney terduduk lemas di lantai yang sudah usang dan berdebu itu. Tenaganya sudah tidak tersisa. Untuk duduk saja ia masih kesulitan.
"Lo kenapa?" Tanya lelaki itu yang hanya dijawab gelengan lemas dari Adney.
"Nih tadi gue beli roti sama minuman. Makan dulu! Tapi cepet. Gue nggak punya banyak waktu."
Adney mengambil plastik berisi roti dan minuman itu dengan cepat. Ia segera memakan rotinya dengan lahap. Ah, ia memang tidak tahu malu. Diberi makanan langsung dimakan begitu lahap.
"Lo udah nggak makan berapa kali nona?"
Sontak saja suara itu membuat Adney tersedak lantaran kaget dengan suara lelaki itu.
Lelaki itu mengambil minuman dari plastik disamping Adney dan segera membukanya. Kemudian ia berikan pada Adney yang masih terbatuk-batuk lantaran tersedak. Adney segera meraih minuman itu dan meminumnya dengan cepat.
Tidak butuh waktu lama bagi Adney untuk menghabiskan makanannya. Karena itu adalah satu-satunya cara agar ia bisa dengan cepat keluar dari tempat terkutuk yang ia tempati.
"Tuh. Lo liat jendela itu?" Lelaki itu menunjuk pada jendela yang terlihat dari kayu dengan tepian yang sangat rapi dan kokoh. "Kelihatan kokoh dari sini, tapi sebenarnya nggak. Itu tinggal lo dorong aja, karena itu cuman properti. Buruan! Gue lewat pintu. Gue tunggu di pertigaan depan." Lanjutnya agar Adney segera keluar dari tempat penyiksaan dirinya hampir dua minggu lamanya.
"Emmmm iya."
Setelahnya Adney segera menuju jendela yang dimaksud oleh lelaki yang dipanggil 'mantan bos' itu. Dan iya, jendela itu memang hanya properti. Adney yang tadinya mendorong dengan penuh tenaga sedikit menyesal. Jendela itu terbuat dari sterofom yang otomatis di dorong sedikit saja sudah hancur berkeping-keping.
Tubuh Adney yang sedikit terhuyung ke depan membuat lelaki yang menyelamatkannya itu menyunggingkan senyumnya. Lelaki itu dengan cepat memberikan isyarat pada Adney agar ia segera keluar dari tempat itu.
Unik, satu kata yang terlintas di pikiran lelaki itu saat ia melihat segala tingkah konyol Adney yang tidak terkendali.
Setelah memastikan Adney hilang dari pandangannya, lelaki itu segera keluar melalui pintu dengan langkah yang tergesa dan memburu. Tepat saat ia membuka pintu dua kurcaci itu tertidur pulas dengan posisi saling berpelukan satu sama lain. Juga Boncel yang menghisap jari jempol milik Bocil begitupun sebaliknya.
Gila. Bisa-bisanya dulu gue bayar mereka yang kerjaannya nggak jelas kayak gini. Rugi banyak dong gue selama ini. Emang stres gue, lagian juga banyak preman yang lebih berwibawa ngapain juga gue milih mereka yang jelas-jelas malah nguras rekening gue,-rutuk lelaki itu dengan mata masih menatap pada dua kurcaci yang masih tertidur pulas dihadapannya.
Lelaki itu kembali melangkahkan kakinya dengan cepat meninggalkan tempat terlarang yang sudah menjadi neraka bagi Adney. Langkahnya memburu, ia segera menuju tempat yang tadi telah ia sepakati dengan Adney saat berada di dalam ruangan tadi.
Namun, saat lelaki itu sudah sampai di tempat yang ia sepakati ia tidak melihat keberadaan Adney disana. Hanya ada mobil Jeep hitam miliknya yang terparkir di tepi jalan.
Ia kembali memutar kepalanya mencoba mencari keberadaan Adney dari berbagai sudut. Hingga ia melihat Adney yang masih berjalan dari kejauhan dengan langkah terseok lantaran kakinya yang sudah terlalu lama di rantai dan tidak digerakkan sama sekali.
Lelaki itu sebelumnya berniat untuk menunggu Adney di tepi mobil kini berubah pikiran. Ia segera menyusul Adney dengan langkahnya yang tergesa-gesa. Untung saja jalanan itu sepi sehingga ia berjalan seenaknya pun tidak ada yang akan protes pada dirinya.
Setelah beberapa langkah ia tempuh, kini ia sudah berada jelas dihadapan Adney yang jelas saja membuat gadis itu sedikit kaget. Ditambah lagi lelaki itu langsung menarik paksa pergelangan tangan Adney dengan cepat yang sontak saja membuat Adney terjatuh lantaran kakinya yang belum kokoh itu.
"Lo kenapa?" Tanya lelaki itu dengan wajah sedikit bersalah.
"Kaki gue susah buat jalan." Ucap Adney menatap kakinya yang sedikit lecet lantaran terseret tadi.
"Makannya ngomong biar gue nggak asal tarik kayak tadi."
"Ini kan ngomong."
Lelaki itu langsung membantu Adney berdiri, kemudian menggendongnya agar mereka mempercepat langkahnya supaya tidak ketahuan oleh dua kurcaci tadi.
"Lepasin." Ucap Adney lirih dengan tubuh yang sedikit memberontak dengan harapan agar segera dilepaskan oleh lelaki itu.
"Diam!"
***
Hai hai haiiiii uwu aye ayeeee im coming. Semangat nih. Tapi kurang semangat kalau masalah belajar, padahal ujian tinggal didepan mata huhuuu //tabok//
.
.
Kangen ya? Dikit? Banyak aja gapapa deh:v
.
.
Minta doanya lagi ya, doain biar UM sama UN aku dapet nilai yang memuaskan biar aku nggak MALES-MALESAN dan lolos di SPAN-PTKIN, sama mudah-mudahan ibuk bisa luluh biar ngizinin aku kuliah tahun ini. AMININ YANG KERAS👐
.
.
Makasih buat kalian yang masih stay disini, kalo bisa sekalian ajak temennya baca:v
.
.
Jangan lupa vote and comment 💓💓💓
KAMU SEDANG MEMBACA
Adney
Teen FictionAdney gadis bermata hazle yang Hidupnya serba mewah dengan segala kelebihan yang melekat pada dirinya. Ia adalah sosok yang menjadi di sekolahnya yang cukup ternama. Hidupnya selalu bahagia, senyumannya tidak pernah sekalipun meninggalkan wajah elok...