(end)
Adney membuka tirai dekat wajah Arka. Cahaya matahari dari luar mulai memenuhi ruangan yang mewah itu. Membuat Arka mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Arka! Sesuai janji lo!" Ucap Adney sembari menggoyangkan tubuh Arka yang masih tergeletak di atas Shofa.
"Iya Ney, gue mandi dulu." Ucap Arka menggeliat.
"Enggak usah! Ayo buruan! Sekarang!
Akhirnya dengan paksaan dari tuan Puteri Indonesia raya merdeka sekali merdeka tetap merdeka itu Arka mau tidak mau harus memenuhi permintaannya. Arka mengambil kunci mobilnya, tanpa ganti baju dan tanpa mandi ia menaiki mobil itu dan mengikuti kemanapun tuan Puteri itu minta.
Akhirnya mereka sudah sampai di rumah tercinta dan terneraka Adney. Arka mengklakson gerbang yang ada dihadapannya, berharap agar gerbang yang menutupi rumah itu segera terbuka.
Ah, bodohnya Arka. Gerbang itu otomatis Adney juga bisa membukanya dengan suara.
Setelah mobil memasuki garasi, Adney segera berlari kedalam rumah. Rumahnya masih sama, selalu sepi. Tidak ada yang berubah. Bahkan rumah itu terlihat semakin sepi lantaran yang terlihat hanyalah seorang wanita paruh baya yang tengah mengepel lantai rumah.
"Pagi bik, mama sama papa dimana? Kok rumah sepi banget?" Tanya Adney pada wanita paruh baya yang selalu ia panggil bibi.
"Emmm." Wanita paruh baya yang ia panggil bibik itu tampak tengah berfikir. "Ada kok non." Ucapnya sembari memalingkan muka.
"Tolong panggilin dong bik! Saya mau ketemu mereka."
"Nanti bibik panggilin non." Wanita itu berjalan ke arah dapur mengambil segelas air putih untuk Adney. "Non selama ini kemana aja? Kok sudah lama enggak kesini?" Lanjutnya sembari menyerahkan gelas berisi air putih itu.
"Jalan-jalan bik, biasa anak muda."
"Cieee non udah punya pacar ya? Ini pacarnya? Kenalin sama bibik non!" Pinta bibik itu dengan wajah setengah bercanda berniat menggoda Adney yang tengah berdiri sejajar dengan Arka, lelaki yang dianggap bibiknya pacar Raisa. "Ganteng sih, tapi serem." Lanjutnya berbisik.
"Ish! Bibik mah gitu."
Bibi itu hanya cekikikan mendapati Adney yang tengah salah tingkah. Sudah lama rasanya Adney tidak bertemu dengan wanita paruh baya yang selalu menjaganya sejak kecil. Wanita yang bahkan ia sendiri sudah menganggapnya sebagai orang tua. Bahkan, ia pun lebih terbuka dengan wanita itu dari pada dengan orang tuanya sendiri.
"MAH!!!"
Adney berteriak lantang hingga suaranya menggema di seluruh ruangan.
"MAMA!!!"
"Non, kebiasaan deh suka teriak gitu." Ucap bibiknya mengingatkan kebiasaan buruk Adney.
"Mama dimana sih bik? Kok enggak ada keluar?"
"Emmm itu anu non." Tangannya menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal itu. "Bibik buatin makanan dulu ya, non Adney pasti lapar kan?" Lanjutnya mengalihkan pembicaraan.
"Bik, Adney mau ketemu mama sama papa."
"Biarin Adney ketemu orang tuanya bik." Ucap Arka membela Adney, ia tidak kuat melihat gadisnya kebingungan.
Melihat gelagat bibi yang semakin menimbulkan tanda tanya, hal itu semakin membuat Arka geram. Seolah ada sesuatu yang memang disembunyikan oleh wanita paruh baya yang dipanggil bibi oleh Adney.
"Atau bibik nyembunyiin sesuatu dari kita?" Tanya Arka penuh selidik.
"Eng-enggak mas. Bibik enggak nyembunyiin apapun. Bibik cuma-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Adney
Teen FictionAdney gadis bermata hazle yang Hidupnya serba mewah dengan segala kelebihan yang melekat pada dirinya. Ia adalah sosok yang menjadi di sekolahnya yang cukup ternama. Hidupnya selalu bahagia, senyumannya tidak pernah sekalipun meninggalkan wajah elok...