Mereka semua melanjutkan mengelilingi Dufan dengan Rissa yang masih saja digendong oleh kekasihnya. Sejujurnya Rissa sudah kuat untuk berjalan, bahkan jika harus berlari. Hanya saja kekasihnya itu mengkhawatirkan keadaan Rissa. Takutnya nanti tiba-tiba pingsan atau kembali muntah.
Jam di tangan kanan Pranata menunjukkan jika mereka sudah terlalu lama disana, bahkan cahaya matahari di langit pun seakan ingin redup. Matahari yang semula memancar sekarang mulai menyembunyikan dirinya.
"Pulang ya?" Tanya Pranata lantaran ia melihat teman-temannya yang mulai lelah.
"Iyahh, capek hhhh hhhh gue." Ucap Nico sedikit ngos-ngosan karena Rissa masih menempel di punggungnya.
"Nah Sa, lo tuh berat kasian pacar lo tuh! Sampe ngos-ngosan kayak gitu." Cerocos Adney.
Sementara itu sang pemilik nama hanya cengengesan menunjukkan wajah tak berdosanya pada Adney. Walaupun di satu sisi ia juga kasihan mendapati kekasihnya yang kelelahan.
***
Mereka pulang melewati jalan yang tidak biasanya. Jalan itu teramat sepi, bahkan terdengar beberapa rumor bahwa disana sering terjadi begal. Tidak jarang juga sering terjadi pelecehan terhadap wanita yang lewat disana. Namun, inilah jalan satu-satunya karena jalan lain pasti sangat macet terlebih ini adalah jam-jam karyawan pulang.
Setelah beberapa meter melewati gang kecil, mereka berhenti sebentar lantaran Rissa yang kembali merasakan mual sehingga mereka terpaksa harus keluar dari mobil walaupun jalur itu sangatlah sepi. Mau bagaimana lagi, kalau dimuntahkan di dalam mobil aromanya akan mengganggu yang lain.
Mata Adney berkeliling, mencari-cari sesuatu entah apa itu. Tanpa sadar, mata Adney tertuju pada seorang lelaki yang mengenakan jaket kebesarannya. Jaket yang bertuliskan 'Antariksa' di punggungnya, yang ia pakai sejak lima tahun lalu. Jaket yang membuatnya menjadi orang yang ditakuti oleh kawanan Genk motor kecil di manapun.
"Kak Mirza!"
Dia adalah Mirza, orang yang beberapa waktu lalu bertemu dirinya di Dufan. Adney memanggilnya keras kemudian berlari sekencang mungkin ke arah lelaki itu.
Mirza menghadapkan kepalanya pada orang yang memanggilnya beberapa detik lalu. Matanya menyipit mencoba menerka-nerka orang yang memanggilnya tadi. Hingga ia tersadar bahwa Adney-lah yang tadi memanggilnya dan sekarang tengah berlari mendekati dirinya.
"Tu...nggu...kak..." Ucap Raisa mencegah Mirza dengan menarik-narik ujung jaket kebesaran Mirza dengan nafas yang masih tersengal-sengal.
"Ney! lo ngapain disini? Mundur Sa! Ntar lo kenapa-kenapa!" Ucap Mirza khawatir. Tangannya tergerak untuk melepaskan tangan Adney yang masih saja menarik-narik jaketnya layaknya anak kecil.
"Oh, jadi ini cewek lo! Hebat juga! Cantik! Lumayanlah kalo beberapa celup." Ucap lelaki di hadapan mereka yang tidak lain adalah Kenzo.
Kenzo. Pemilik nama lengkap Kenzo Adi Saputra adalah ketua Genk 'Kobra' yang sudah turun temurun menjadi musuh bebuyutan 'Antariksa'. 'Antariksa'dan 'Kobra' dulunya adalah sahabat, hingga sebuah penghianatan dilakukan oleh salah satu anggota 'Kobra' yang membuat mereka hingga saat ini masih bermusuhan satu sama lain.
"Nggak usah macem-macem lo! Berani selangkah deketin dia, abis nyawa lo!" Ucap Mirza seraya mengangkat pisau dan mengarahkannya pada Kenzo yang hanya berjarak satu meter.
"Oh, abis nyawa gue?" Ucap Kenzo tersenyum remeh memandang Mirza "SERANG!!" Lanjutnya memberikan komando pada anak buahnya.
"BRENGSEK!" Teriak Mirza dengan emosi yang meledak-ledak "Mundur Ney!" Lanjutnya seraya mendorong Adney agar mundur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adney
Teen FictionAdney gadis bermata hazle yang Hidupnya serba mewah dengan segala kelebihan yang melekat pada dirinya. Ia adalah sosok yang menjadi di sekolahnya yang cukup ternama. Hidupnya selalu bahagia, senyumannya tidak pernah sekalipun meninggalkan wajah elok...