-53-

33 4 0
                                    

"Bukannya tadi kita udah diusir ya Ar?" Ucap Adney kebingungan lantaran mobil yang ditumpangi mereka berdua melesat begitu saja memasuki kawasan rumah sakit. Dan yang semakin membuat Adney bingung adalah beberapa menit lalu mereka jelas-jelas dilarang masuk karena melebihi jam besuk. Tapi sekarang dibiarkan begitu saja.

Kepala Adney masih celingukan menoleh ke sisi belakang dan samping secara bergantian. Matanya terfokus pada satpam yang tadinya menyuguhkan wajah tidak bersahabat tiba-tiba saja menjadi tersenyum dengan ramahnya. Juga sesekali menghadap ke arah Arka yang masih sibuk dengan jalanan khas rumah sakit didepannya.

"Kapan?" Tanya Arka seolah tidak ada sesuatu yang terjadi sebelumnya.

"Tadi kan." Adney menggerakkan kedua tangannya pertanda kebingungan, yang sontak saja hal itu membuat Arka mengulum senyum semu. "Kita anu, itu nggak boleh masuk. Kok? Kok sekarang kita bisa masuk? Kok bisa sih Ar?" Lanjut Adney masih dengan tangannya yang bergerak ke segala arah.

"Gue gituloh." Ucap Arka menyombongkan dirinya.

"Nyogok ya lo?" Adney berucap cepat sembari menodongkan satu tangannya seolah Arka memang tersangkanya.

"Astaghfirullah, nggak boleh seudzun kayak gitu tau Ney. Gue tuh anak baik-baik ya, jadi nggak mungkin kayak gitu. Tega banget lo fitnah gue." Ucap Arka mendramatisir keadaan.

Terkesan ambigu memang. Orang yang terkenal sangat keras dan kaku tiba-tiba saja luluh dengan hadirnya satu cewek di hidupnya. Nyatanya perasaan manusia bisa hadir kapanpun dan mampu mengubah sifat asli orang itu hingga membuat dirinya sendiri tidak seperti sebelumnya. Bahkan berubah seratus delapan puluh derajat.

"Munafik banget lo!"

"Sayangku. Nggak boleh kayak gitu sama akang Arka."

"ARKA!" Adney berteriak lantang pada lelaki di sampingnya "Stop! Jijik tau nggak?"

Arka menghentikan mobilnya dengan tiba-tiba, bahkan tanpa aba-aba sama sekali. Hal itu lantaran kata 'stop' yang keluar dari mulut Adney. Tapi bukan stop dalam artian menghentikan mobil yang dimaksud oleh Adney. Melainkan menghentikan pembicaraan yang semakin membuat Adney jengkel pada Arka.

Namun malang, perhentian mendadak yang dilakukan oleh Arka berhasil membuat tubuh Adney terhempas kedepan. Meski sudah mengenakan sabuk pengaman, tetap saja kepalanya terhantuk pada dasbor mobil. Tidak begitu keras, tapi hal itu membuat sang empunya mengusap pelan jidatnya yang terhantuk pada dasbor mobil.

"Gila lo Ar, berhenti nggak bilang-bilang. Jidat gue yaampun." Ucap Adney masih dengan satu tangannya mengusap jidatnya.

"Yah, kasihan banget sayangku jidatnya jadi benjol. Luntur deh cantiknya." Arka mengusap kepala Adney yang baru saja terhempas ke dasbor mobil. Memberikan sentuhan lembut pada gadis disampingnya agar tidak lagi marah-marah.

Adney mendesis pelan, tangannya melayang pada kepala Arka membentuk sebuah jitakan dan berhasil membuat Arka sedikit meringis dan menarik tangannya.

"Tapi ya Ney, tadi yang bilang stop siapa?"

"Gue."

"Nah itu tau."

"Maksut gue nggak gitu." Baru saja Adney hendak menjelaskan kata 'stop'yang ia maksud, namun sudah terlanjur malas Raisa dibuatnya. "Udahlah. Lupain! nggak penting."

"Mendadak gue jadi amnesia." Arka memegangi kepalanya seolah ia benar-benar amnesia, ditambah lagi bola matanya yang seperti mengingat sesuatu lantaran ia menghadap ke atas.

"Tapi ya Ar, gue masih bingung. Kok bisa sih kita dibolehin masuk? Mana tuh satpam cengar-cengir lagi?"

"Gue kasih uang dikit tadi." Ucap Arka sembari menunjukkan giginya yang terjajar rapi.

"Itu nyogok ogeb. Ah elah."

"Kan gue sedekah."

"Terserahlah apa kata lo. Bukain pintunya!"

"Ya Allah, manja banget sayangku. Itu kan tinggal dibuka aja Ney."

"Tuan Arka yang terhormat. Kalau mobilnya lo kunci, mana bisa gue keluar! Gila ya lo."

"Gue gila kan juga karena lo, Raisayangku."

"Terserah lah. Buruan! Buka! Gue buru-buru."

"Jangan buru-buru Ney. Harus sabar dan bertahap."

"Arka, lo tuh banyak bacot tau nggak!"

"Adney sayangku, calon istri sekaligus calon ibu dari anak-anakku. Jangan berkata kasar! Enggak baik cewek bicara kayak gitu."

"Kalo mau ceramah jangan disini. Sana bikin majelis taklim!"

"Atau mulut lo harus gue sumpal pakek mulut gue? Biar lo enggak ngomong pake kata-kata yang kasar?"

Adney memajukan tubuhnya cepat, hingga mereka berdua hanya menyisakan jarak tidak lebih dari lima centimeter. Tidak cukup itu, Adney semakin mendekat dan bergegas menempelkan mulutnya pada mulut Arka. Sedikit lumatan membuat Arka semakin menikmatinya dan membalas lumatan dari Adney yang semakin menggila.

Tuhan, maafin Adney Tuhan,-ucap Adney dalam hati sembari menggigit mulut Arka keras hingga membuat sang empunya meringis.

Arka mendorong bahu Adney agar gadis itu melepaskan mulutnya yang masih digigit oleh Adney dan mengeluarkan sedikit darah saking kerasnya Adney menggigit.

"Manis juga mulut lo Ney. Tapi harusnya lo lebih lembut. Mulut gue sampe berdarah ini."

"Sengaja. Sengaja gue bikin kayak gitu biar lo diem sekalian. Berisik banget sih jadi cowok."

Tuhan, Adney minta maaf. Aku cuman mau kasih pelajaran kok sama Arka enggak lebih. Enggak ada nafsu juga di ciuman tadi,-ucap Adney dalam hati lantaran masih dirundung rasa bersalah. Bagaimana tidak? Ia yang biasanya menjaga mulutnya agar tidak berbuat lebih, tiba-tiba saja memulai berciuman dengan cowok yang baru saja ia kenal.

"Nanti gue ajarin gimana caranya ciuman yang bener ya sayang. Biar gue enggak kesakitan lagi." Ucap Arka sembari mengusap mulut mungil Adney lembut.

"Ar!"

"Apa sayang?"

"Pintunya buka! Lo enggak tau apa kalo sekarang udah malam!"

"Kan tadi gue udah bilang, kalau kesini mending besok aja. Batu sih lo."

"Buka!"

"Yang mana? Atas atau bawah?" Ucap Arka menunjukkan tatapan dan senyuman yang menggoda Adney disampingnya.

"Apaan sih lo!? Buruan buka!"

Arka mulai membuka kaos oblongnya dan hampir saja hendak membuka celana yang ia pakai. Beruntungnya, Adney berhasil mencegah itu. Kalau tidak entah apa yang akan terjadi pada Adney malam itu juga. Sudah tempatnya tidak strategis, belum halal, nggak modal lagi.

"Sinting lo! Pintunya! Jangan aneh-aneh deh. Atau lo mau gue teriak biar lo di keroyok sama massa?" Ancam Adney sedikit kewalahan dengan sikap Arka yang sesukanya.

"Percuma Ney. Percuma lo teriak juga. Nggak bakal ada yang dengar karena mobil gue kedap suara."

"Lo nggak jauh beda sama preman tadi!"

***

Yok yok yok.... Update lagi dong.
.
.
Tau enggak kenapa sering update pas tanggal-tanggal segini? Sini biar aku bisikin supaya kalian tau.
.
.
Jangan bilang ke siapa-siapa tapi. jadi gini, aku cuma punya kuota kalo sekitaran tanggal segini:v
.
.
Oiya makasih buat yang udah rekomendasiin cerita aku dan buat yang masih stay disini meski aku sering molor enggak karuan.
.
.
Jangan lupa vote and comment 💓 💓💓

AdneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang