"Gue kakaknya Fawn."
Sepenggal kalimat yang mampu membuat Adney berfikir lebih. Tentu saja Adney tidak semudah itu percaya dengan kalimat yang dilontarkan oleh cowok disampingnya. Bagaimana bisa ia percaya begitu saja? Antara cowok itu dengan Fawn jelas berbeda jauh.
"Bentar-bentar. Gue nggak salah dengar?" Ucap Adney memastikan.
"Enggak Ney. Lo enggak salah dengar." Arka berucap tenang namun tetap terdengar tegas.
"Tunggu! Lo bilang, lo kakaknya Fawn?"
"Iya. Fawn sahabat lo Ney."
"Becanda lo garing tau nggak!?" Ucap Adney sedikit mengeluarkan emosinya pada Arka.
"Gue enggak becanda Ney. Gue serius." Elak Arka.
"Enggak-enggak. Gue enggak percaya. Lo pasti bohong. Nggak mungkin lo itu kakaknya Fawn."
"Buat apa juga gue bohong Sayang? Enggak ada gunanya juga."
"Tapi ini nggak mungkin."
"Mungkin. Dan emang faktanya kayak gitu Ney. Lo harus percaya."
Rasa malas seolah menyeruak masuk pada dirinya begitu saja tanpa permisi. Ia kembali mengingat saat Fawn memperlakukan dirinya layaknya hewan. Dan tentu saja hal itu membuat Adney menundukkan kepalanya, ia tidak mau menghadap pada Arka.
Nggak mungkin. Mana ada orang kayak dia itu kakaknya Fawn? Mereka enggak ada miripnya sama sekali. Dari segi manapun juga jelas berbeda. Bahkan, bahkan Arka adalah orang yang udah nyelametin gue dari Fawn. Sahabat terkutuk itu. Jadi enggak mungkin Arka itu kakak kandung Fawn. Nggak. Nggak. Nggak mungkin,-ucap Fawn dalam hati sesuai dengan opininya sendiri.
"Ney, Lihat gue! Apa gue kelihatan bohong?" Ucap Arka lembut masih menatap pada Adney.
Adney mengangkat kepalanya mencoba mencari celah kebohongan dari mata cowok yang mengaku menjadi kakak dari mantan sahabatnya itu. Mata itu terlihat jujur dan tidak ada kebohongan yang terselip disana. Tentu saja hal itu membuat Adney menggelengkan kepalanya. Pelan, namun cukup menampakkan jika dirinya tengah menggeleng.
"Itu lo tau."
"Enggak-enggak! gue masih enggak percaya. Lo pasti bohong." Elak Adney masih dengan opininya.
Arka menggeser posisi duduknya sehingga secara tidak langsung semakin mendekat pada Adney disampingnya.
"Jangan dekat-dekat gue!" Tegas Adney dengan satu tangannya mendorong Arka sehingga membuat cowok itu kembali ke posisinya semula.
"Ney. Gue enggak kayak Fawn. Gue beda." Elak Arka membela dirinya sendiri.
"Lo bilang lo kakaknya Fawn?" Adney diam sejenak untuk berfikir. "Ar! Dengerin gue! Namanya kakak adik tetap sama! Enggak ada yang beda. Kalau Fawn bisa berbuat kaya gitu ke gue. Lo pasti juga bisa. Dan lo? Lo itu cowok dan besar kemungkinan lo bisa berbuat lebih ke gue." Ucap Adney meluapkan emosi juga opini yang berulang kali ia pikir.
"Sayang, percaya gue. Gue enggak akan macam-macam sama lo." Bujuk Arka.
"Oh. Pantes aja lo dari tadi suka nyium gue tiba-tiba. Pasti itu alesan lo. Dan nanti? Nanti pasti lo bakalan berbuat lebih. Iya kan? Apalagi gue bakalan tinggal sama lo nantinya. Brengsek!"
"Nggak gitu Adney sayang."
"Enggak usah sok manggil gue sayang!"
"Lihat gue Adney! Trust me baby." Ucap Arka sembari menarik pelan pergelangan tangan Adney.
"Lepasin!"
"Oke, gue lepasin. Tapi dengerin penjelasan gue."
"Enggak ada yang perlu dijelasin Ar. Lo kakaknya Fawn! Dan secara nggak langsung lo juga punya sifat yang sama kayak Lara."
"Ney! Dengerin gue!" Tegas Arka sedikit kewalahan.
"Enggak! Gue enggak bakal dengerin sepatah katapun dari lo! Lo penipu! Lo enggak ada bedanya sama cowok lain! Lo brengsek tau nggak Ar? Lo sok baik didepan gue! Tapi apa? Ternyata lo punya rencana busuk dibelakang" Adney meludahi wajah Arka cepat setelah ia meluapkan emosinya.
Sekelebat bayangan masa lalu kembali muncul. Ayahnya yang pada siang hari bersikap baik padanya, bahkan memperlakukan dirinya layaknya seorang putri raja. Namun siapa sangka, setiap malam ayahnya selalu pulang dengan keadaan tidak sadar dengan aroma alkohol yang menyeruak juga wanita dengan pakaian terbuka yang selalu saja berganti setiap malamnya. Seolah ayahnya memiliki dua sifat yang bisa berganti lantaran perputaran waktu.
Tanpa ia sadari, satu tetes air mata berhasil lolos dari mata Adney. Sontak saja hal itu membuat Arka semakin merasa bersalah. Ia menghapus air mata itu yang langsung dielak oleh sang empunya.
"Nggak usah pegang-pegang gue Ar!"
Tidak ada lagi air mata yang keluar dari mata indah Adney. Namun jelas saja itu tidak bisa menutupi kalau Raisa masih sangat tertekan. Bahkan ia pun sedikit sesenggukan karenanya.
Arka sebagai lelaki sejati tentu saja tidak bisa diam begitu saja. Dengan cepat ia meraih tubuh Adney dan merengkuhnya. Dirasakan tubuh itu semakin terisak dan mungkin saja sudah banyak air mata yang lolos dari mata itu.
"Ney, maafin gue. Gue enggak bermaksud gitu. Gue minta maaf."
Adney terdiam. Tubuhnya di peluk oleh Arka dalam-dalam. Ketenangan mengalir pada Adney yang masih saja sesenggukan dalam pelukan Arka. Tidak bisa dipungkiri kalau pelukan Arka dapat menenangkannya.
"Ar, bahu lo basah. Sorry ya." Ucap Adney sembari mengusap pelan bahu Arka yang terkena air matanya.
"Enggak apa-apa. Ini bukan salah lo kok. Emang salah gue nggak jujur dari awal."
"Enggak Ar. Tadi gue cuman kebawa suasana jadi inget masa lalu dikit. Oke, lo bisa jelasin!"
***
Teng tereng teng tengggg
.
.
Haiiii apa kabar?
.
.
Kangen nggak? Kangen dong ya:v
.
.
Nunguin kan, gapapa kalian mah cuman nungguin cerita ini. Lah aku? Nungguin dihalalin sama Mamas. Canda deng:v
.
.
Oiya jaga kesehatan ya, sering-sering cuci tangan juga. Kalo enggak ads keperluan yang penting enggak usah keluar rumah. Oke? Pinter
.
.
Tambah lagi, makasih udah stay disiniiiiii
.
.
Kalo ada salah minta koreksinya kan kita sama-sama belajar
.
.
Jangan lupa vote and comment 💓💓💓
KAMU SEDANG MEMBACA
Adney
Teen FictionAdney gadis bermata hazle yang Hidupnya serba mewah dengan segala kelebihan yang melekat pada dirinya. Ia adalah sosok yang menjadi di sekolahnya yang cukup ternama. Hidupnya selalu bahagia, senyumannya tidak pernah sekalipun meninggalkan wajah elok...