"Oh, jadi yang ngajarin kamu itu Stanley! Cowok yang nggak punya etika itu! Iya?" Ucap papanya dengan wajah tidak suka.
"Nggak! Ini nggak ada sangkut pautnya sama Stanley. Bahkan Stanley jauh lebih baik dari anda. Tuan Adamaris!" Ucapnya dengan senyum yang dibuat-buat dan menekankan pada kalimat 'tuan Adamaris'.
"Oh. Pasti mama kamu kan! Mama kamu yang selalu menjelek-jelekkan saya!"
"Apa? Papa bilang mama yang ngajarin! Iya?" Kali ini mamanya mulai mengeluarkan suara. Lelah rasanya melihat putri kebanggaannya berbuat tidak pantas dan diperlakukan tidak baikan oleh suaminya sendiri.
"Iya! Memang kamu yang ngajarin Adney buat bantah saya. Iya kan?" Tukas papanya.
"Ngawur kamu pa!" Tegas mamanya tidak terima.
Mama dan papa Adney saling melempar kata satu sama lain. Meluapkan kemarahan tanpa memperdulikan anaknya yang hanya memperhatikan mereka dengan diam. Tanpa pedulikan seberapa dalam luka yang ditimbulkan karenanya.
"Shut up!" Ucap Adney melempar pistolnya ke sembarang arah. "Harusnya kalian sadar diri! Kalian tidak pernah punya waktu buat Adney! Kalian sibuk dengan dunia kalian sendiri!" Lanjutnya.
"Sa," Ucap mamanya melunak.
"Adneg belum selesai bicara mah." Ucapnya seraya menghembuskan nafas panjang dengan mata tertutup. "Papa adalah orang yang selalu Adney sayang sejak kecil. Papa juga pria pertama yang ngajarin Adney tentang arti sayang! Bahkan papa yang selalu bilang sama Adney, supaya Adney nggak pacaran! Supaya Raisa nggak sembarangan milih lelaki! Tapi apa? Papa sendiri yang ngehianatin mama! Papa terlalu sibuk dengan ego papa! Papa terlalu naif! Papa munafik! Semua yang papa bilang sama Adney itu hanya bagian dari drama papa! Adney bahkan nggak lebih brengsek dari lelaki diluar sana!" Lanjutnya mengeluarkan segala unek-unek yang sudah lama hendak ia keluarkan.
"Adney! Jaga ucapan kamu!" Tegur papanya tak terima.
"Apa? Adney salah? Adney tau kok kalo tiap papa bilang lembur papa nggak pernah lembur. Tapi papa pergi sama PELACUR!" Ucapnya dengan mengeraskan kata 'pelacur'.
"Tau apa kamu anak kecil?"
"Papa bilang tau apa? Bahkan Adney lebih tau segalanya dari pada papa."
"Dengerin saya. Papa nggak bakal ngelakuin ini kalo mama kamu nggak memulainya dulu. Harusnya kamu tau itu."
"Iya. Adney tau. Adney tau kalo mama salah. Tapi apa dengan papa ngelakuin hal yang sama kayak mama. Mama bakal balik? Nyatanya enggak! Yang terjadi papa malah semakin membuat keruh keadaan!"
"Maafin mama Ney. Mama khilaf. Kamu tau sendiri gimana sifat papa kamu."
"Maaf? Mah, dengerin Adney. Kalo aja kata 'maaf' bisa balikin semua, Adney nggak mungkin jadi kayak gini. Adney nggak mungkin sehancur ini. Mama mikir nggak sih kalo mama itu salah? Mama udah punya suami bahkan anak segede Adney. Apa mama nggak malu? Kayaknya nggak. Tapi apa? Mama bertingkah seolah mama adalah seorang remaja. Bahkan mama tidak pernah mengaku pada PACAR mama kalo mama udah punya anak."
"Ney, dengerin mama." Mamanya menghembuskan nafas pasrah. "Mama nggak bakal ngelakuin ini kalo papa kamu nggak sering minta mama buat cari cowok baru. Iya, mama tau kalo itu sekedar bercanda. Tapi kamu wanita. Kamu tau gimana rasanya jadi mama. Wajar kalo papa kamu bilang cuma sekali. Tapi ini apa? Berkali-kali papa kamu bilang gitu Ney." Lanjutnya.
"Papa minta maaf ma, papa masih sayang sama mama. Maafin papa." Papa Adney mencoba membujuk istrinya yang tengah marah.
Adney menghembuskan nafasnya lega, berharap agar keluarganya bisa kembali seperti semula dengan papanya yang mencoba meminta maaf pada istrinya.
"Maaf? Andai papa lebih cepat meminta maaf, mama bakalan maafin papa. Bahkan papa semakin memperkeruh suasana dengan mengatakan pada semua orang kalo mama yang salah. Iya, mama tau kalo disini mama yang salah. Tapi nggak seharusnya papa memberitahukan pada semua orang. Berkali-kali mama nutupin keburukan papa, tapi apa? Papa tidak tau terimakasih. Justru papa nampakin keburukan mama. Bahkan sudah beberapa kali papa fitnah mama. Salah kalo mama nggak mau lagi sama papa?" Ucap mamanya sarkas.
"Denger ini ma, papa nggak ada niatan serius sama sekali waktu papa minta mama buat cari cowok lain. Maafin papa. Dan untuk memberitahu keburukan mama, papa nggak akan gitu lagi ma." Ucap papanya mencoba menjelaskan semua yang sudah terjadi.
"Stop!" Adney menghentikan perdebatan kedua orang tuanya. "Bisa Adney aja nggak yang bicara?" Lanjutnya.
"Dulu, Adney kecil bangga dengan keluarga kita. Mama sama papa yang selalu ada waktu buat Adney. Bahkan Adney juga suka menyombongkan keluarga kita yang selalu dipuji-puji banyak orang. Tapi apa? Sekarang semuanya udah berubah. Semua berubah drastis. Tidak ada lagi quality time, yang ada hanya caci maki."
Adney mengingat semua hal yang terjadi pada masa lalunya. Semua hal yang pernah ia lalui beberapa waktu silam tanpa adanya caci maki seperti saat ini.
"Adney masih ingat kok ma, pa. Adney ingat semua hal bahagia yang dulu sering kita lakuin di waktu luang. Entah hanya sekadar saling bertukar pendapat, atau piknik ke pantai atau berkumpul dengan keluarga besar di Manado. Satu hal yang paling Adney ingat. Dulu kita selalu membayangkan punya mobil, supaya kalo kita lagi pulang kampung Adney bisa tidur dengan nyenyak di mobil. Terus kita punya rumah megah, supaya Adney bisa nyaman. Juga punya uang banyak, supaya Adney bisa beli semua yang Adney mau tanpa harus lihat harganya." Adney tertawa renyah, lebih tepatnya ia menertawakan dirinya sendiri di masa lalu. "Tapi semuanya salah. Salah besar! Semua yang Adney pikir menyenangkan justru tidak menyenangkan sama sekali. Harta itu menghancurkan keluarga kita. Kalau saja Adney bisa minta sama Tuhan. Adney mau bilang kalo Adney minta hartanya diambil aja, supaya kita bisa jadi keluarga yang kayak dulu lagi. Tapi sayang, itu hanya hayalan bagi Adney." Lanjutnya.
"Ney, mama sama papa kerja banting tulang demi kamu Ney. Anak kami. Anak semata wayang kami. Papa sama mama tidak mau kamu kesusahan kayak dulu lagi." Ucap papanya melunak dengan tangan mengusap punggung Adney mencoba menenangkan anak semata wayangnya itu.
"Maaf, kalo yang Adney ucapin itu nggak sopan. Tapi kalian brengsek! Kalian nggak tau diri! Kalian bertingkah seolah kalian yang paling tersakiti! Kalian tidak mau disalahkan atas kesalahan yang kalian perbuat! Kalian terlalu mentingin ego kalian! Apa kalian tau kalo disini Adney yang paling tersakiti? Apa kalian sempet liat Adney? Enggak! Kalian sibuk sendiri! Rumah yang selalu menjadi surga sekarang berubah menjadi neraka! Hanya dunia malam yang bisa nenangin Adney. Bahkan Adney juga sering mau bunuh diri, apa kalian tau? Enggak! Cuman bibi yang tau semua hal tentang Adney."
"Adney! Kamu kelewatan!" Tegur mamanya mengingatkan perilaku anaknya yang kelewatan.
"Kelewatan apa ma? Adney cuman ngeluarin semua pemikiran Adney. Adney capek. Adney capek pura-pura tegar dihadapan banyak orang. Adney nggak mau keliatan sedih! Lihat! Baru kali ini Adney ngebiarin air mata ini jatuh gitu aja. Kenapa Adney selalu nyembunyiin air mata ini? Kalian tau kenapa? Adney nggak mau kelihatan lemah. Dan mungkin air mata Adney sudah habis saat dulu Adney sering menangisi kalian. Bahkan Adney seperti trauma dengan keluarga Adney sendiri. Dan yang terakhir, Adney berfikir semua cowok sama! Sama brengseknya kayak papa!" Tutur Adney dengan wajah merah padam
"Adney!" Tegur papanya.
"Maaf, Adney mau pergi buat nenangin diri dulu."
Adney segera mengambil kunci mobil yang ia letakkan di meja riasnya dan bergegas meninggalkan kamarnya. Ia berniat pergi dari rumah itu untuk sementara waktu. Tidak ada lagi yang patut ia pertahankan dalam rumah itu. Semuanya terlalu palsu untuk dirinya.
***
Ye ye yeeeeee 2 part❤️❤️
.
.
Gimana? Gimana? Nggak ada yang kangen ya sama author:(
.
.
Gapapa deh, ntar authornya halu aja:)
.
.
Tunggu kelanjutannya lagi yaaaaa
.
.
Jangan lupa vote and comment 💓💓💓💓
KAMU SEDANG MEMBACA
Adney
Teen FictionAdney gadis bermata hazle yang Hidupnya serba mewah dengan segala kelebihan yang melekat pada dirinya. Ia adalah sosok yang menjadi di sekolahnya yang cukup ternama. Hidupnya selalu bahagia, senyumannya tidak pernah sekalipun meninggalkan wajah elok...