Stanley berlari meninggalkan kediaman Adney, dia kembali ke sepeda motor milik Adney yang dia parkirkan di depan rumah yang baru saja dia dengar caci maki itu. Dia belum berniat mencari gadis itu lagi pikirannya sudah sangat kacau bahkan otak cerdasnya tidak bisa berfungsi dengan baik. Dia terduduk lemas di samping motor putih khas gadis yang ia cari. Mencoba berfikir cara untuk menemukan gadisnya namun bukannya menemukan solusi dia justru semakin pusing memikirkan keberadaan gadisnya saat ini. Dia khawatir sesuatu hal yang tidak di inginkan akan terjadi pada gadisnya terlebih lagi hari semakin larut.
Langit kian gelap dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sepertinya bulan nampak malu malu menampakkan sinarnya karena tertutup gumpalan awan yang siap meluncurkan hujan kapanpun awan itu mau. Kilatan kilatan petir sedari tadi menghiasi langit gelap malam itu. sepertinya langit tau kalau Stanley saat ini sedang bersedih sehingga langit pun ingin menumpahkan airnya. Tidak lama, rintikan air dari langit satu persatu mulai membasahi tubuhnya yang masih terduduk lemas di samping motor.
Seragam putih abu-abu yang dipakainya semakin basah karena tetesan air itu kian banyak dan semakin deras. Hal itu membuat tubuh atletis milik Stanley tercetak dengan jelas terlebih saat ini dia hanya memakai seragam itu lantaran dia belum sempat pulang ke rumahnya. Dia menghawatirkan gadisnya itu. Dimana keberadaannya dan keadaan gadisnya yang tidak lain adalah Adney.
Perlahan Stanley bangkit, Stanley tidak bisa diam saja hanya menunggu dan menunggu tidak tau kapan Adney akan kembali. Stanley semakin risau dengan Adney karena langit pun tidak ingin menunjukkan titik terangnya. Bahkan hujan semakin lama semakin deras dan sepertinya Adney enggan untuk pulang ke rumahnya saat ini.
Gue akan cari lo Ney dimana pun lo berada, gue tau lo lagi butuh gue, gue yakin lo kuat Ney, tunggu gue. Ucap Stanley dalam hati meyakinkan dirinya sendiri.
Stanley menghidupkan motor milik Adney yang memang belum dikembalikan. Stanley memecah jalan yang sudah sepi itu. Sepertinya orang-orang lebih memilih untuk diam di rumah sekedar menghangatkan tubuh. Lain halnya dengan Stanley yang harus menggigil kedinginan diluar untuk mencari Adney.
Stanley melajukan motor Adney sambil menoleh ke sisi kanan dan kiri jalanan yang ia lewati. Sesekali matanya memicing karena cahaya yang sedikit terhalang oleh hujan. Wajah tampan Stanley yang semula suram kini mulai sedikit pucat mengingat Stanley belum makan apapun sedari pagi.
Laju kendaraannya berhenti ketika ingat kebiasaan Adney yang selalu memilih sendiri di bawah pohon. Pohon tempat mereka bermain sejak kecil. Tempat mereka meluapkan segala emosinya.
Pasti lo ada disini Ney, gue yakin. Batin Stanley.
Danau itu masih sama seperti biasanya, masih terjaga keasriannya. Tidak banyak orang yang tau tempat itu sehingga sumpah pun tidak ada seperti tempat wisata lain. Pepohonan rindang di tepinya pun tumbuh dengan subur, satu lagi ciri khasnya, satu pohon yang lebih besar dari yang lain sudah tua namun masih rindang dan tetap semakin besar setiap tahunnya.
Stanley mengamati dengan seksama pohon besar itu. Samar-samar Stanley melihat bayangan gadis yang tengah dicarinya. Dengan mudah Stanley mengetahui kalau itu adalah gadisnya, Adney. Terlihat jelas bahwa Adney masih mengenakan seragam putih abu-abu yang sudah basah lantaran rintikan air hujan yang membasahi tubuhnya entah sejak kapan.
Stanley berlari dengan cepat menyusul Adney yang duduk meringkuk di bawah pohon. Dengan cepat dia merentangkan tangannya memeluk Adney dari belakang. Stanley ingin menyalurkan kehangatan untuk Adney supaya Adney tidak terlalu larut dalam kesedihannya. Adney yang lemah bukanlah Adney yang dikenal biasanya. Tempatnya berkeluh kesah. Adney yang dengan senang hati mendengarkan curhatannya tanpa menghakimi satu pihak dan membuatnya minder.
Adney ketakutan mendapati sepasang tangan memeluknya dengan erat dari belakang, pasalnya Adney sendirian tanpa siapapun di tempat itu. Matanya menelisik, menoleh ke arah belakang. Di lihatnya Stanley yang selalu ada untuknya. Stanley memeluknya dalam diam sambil memejamkan matanya. Ketakutan Adney berkurang, setelah tau bahwa yang memeluknya adalah Stanley, seorang pahlawan yang selalu menguatkannya dalam keadaan apapun.
Mereka berdua terhanyut dalam pelukannya seolah mereka saling menguatkan satu sama lain. Adney memejamkan matanya menikmati kehangatan yang disalurkan Stanley padanya. Hujanpun tidak menjadi halangan bagi mereka berdua untuk sama-sama menguatkan.
Tidak lama setelah itu, Adney segera melepaskan pelukan Stanley darinya khawatir jika ada orang lain yang melihat mereka malah menimbulkan fitnah. Adney membalikkan tubuhnya agar dapat berhadapan dengan Stanley. Adney itu menatap mata Reza dalam-dalam.
"Stanley, ini beneran lo kan? Bukan mas Uwo penjaga pohon ini?" Tutur Adney sambil menepuk nepuk pipi kanan Stanley, memastikan bahwa yang di hadapannya benar-benar Stanley yang sesungguhnya bukan hayalan semata.
"AAAKKUUU ADALAH PENJAGA POHON INI. Dan kamu telah mengganggu ketenangan saya. KAMU HARUS IKUT SAYA. SE.KA.RANG!" Suara Stanley sengaja dibuat buat menjadi besar yang sontak membuat gadis itu ketakutan.
Adney hendak berlari menjauh dari Stanley yang mengaku sebagai mas Uwo si penunggu pohon besar itu. Namun gerakan Adney terlalu mudah di tebak oleh Stanley. Tangan besar milik Stanley mencengkeram kuat pergelangan tangan Adney yang sontak membuatnya semakin ketakutan dan berteriak meminta pertolongan.
"TOLOOOOONG TOL... mph..Mph..." Tangan besar Stanley menutup mulut Adney yang berteriak tidak jelas. Di tempat yang sepi pula.
"Jangan teriak-teriak dong! Ntar di kiranya gue ngapa-ngapain lo lagi. Diem, ntar gue lepasin!" Tutur Stanley yang langsung di angguki oleh gadis itu.
"Maafin saya mas Uwo, saya nggak tau. Tolong lepasin saya, saya gak mau ikut sama mas Uwo. Mas Uwo saya kan cuma duduk duduk di bawah pohonnya mas Uwo, masak mas Uwo keganggu saya sih? Mas, tolong lepasin saya yah. Mas Uwo kan tau, saya yang biasanya datang kesitu ngunjungin mas Uwo. Ntar kalo mas Uwo culik saya siapa yang bakalan jengukin mas Uwo disitu. Lagian kalo mas Uwo culik saya nanti mas Uwo kecapean ngurusin saya, kasian mas Uwo nya. Ntar juga saya dicariin keluarga saya mas, apalagi si Reza tolol goblok gak ada otak itu dia tuh gak bisa hidup tanpa saya mas. Lepasin saya lah kan saya....." Ucapan Adney terhenti dan berganti hembusan nafas tersengal-sengal karena lelah berbicara panjang lebar tanpa jeda.
"Sudah?" Tanya Reza setengah menahan tawa.
Adney mengangguk lemas meski masih saja sedikit ketakutan. Padahal jelas saja yang didepannya itu Stanley. Mau bagaimana lagi kalau Adney pada dasarnya memang penakut.
"Gue Stanley tau ney, ya kali lo lupa sama Abang lo yang tersekseh terkece terganteng seantero dunia jagad raya ini?"
Adney yang sadar sedari tadi di takuti oleh Stanley langsung merentangkan tangannya. Stanley pun sama, tapi bukan untuk berpelukan. Kali ini Adney sengaja supaya Stanley lebih dekat dengannya dan sebuah gigitan mendarat dengan mulus di bahu kanan Stanley.
Adney segera menjauh dari Stanley yang menatapnya dengan taja. Mereka berdua berkejar-kejaran dibawah derasnya hujan, seolah-olah mereka kembali mengingat masa kecil mereka yang suka bermain dibawah hujan sambil berteriak tidak jelas meluapkan setiap amarah yang ada. Untung saja tidak ada orang yang lewat, jadi mereka tidak malu.
"Stop dulu." Adney terengah-engah menarik nafanya dengan susah. "gue capek Za. Makan yuk, laper" Adney melihat warung bakso langganan mereka yang masih buka dan mereka berjalan pelan ke arah warung bakso itu.
"Gue bakal gigit lo dulu Adney!" Ucap Stanley sedikit mendekat ke arah Adney.
Dan tiba-tiba saja dari belakang sebuah tangan menarik tubuh Adney pelan.
***
Halo halo halo
Hai hai hai
.
.
.
Gimana kabarnya gaes?
.
Gimana ceritanya?
.
Kira kira siapa orang yang narik Raisa itu
.
.
.
Jangan lupa baca cerita aku yang lain ya
.
.
Jangan lupa vote and comment gaessss😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Adney
Teen FictionAdney gadis bermata hazle yang Hidupnya serba mewah dengan segala kelebihan yang melekat pada dirinya. Ia adalah sosok yang menjadi di sekolahnya yang cukup ternama. Hidupnya selalu bahagia, senyumannya tidak pernah sekalipun meninggalkan wajah elok...