.
.
.Kara Memakai dasinya di depan cermin. Ia sudah bersiap meski jam baru menunjukkan pukul 6 pagi. Rencananya Ia akan membuat sarapan nasi goreng untuknya dan Arvin. Biasanya semua disiapkan oleh pembantu, namun kali ini Ia ingin memasak sendiri.
Kara memberikan jepit berbentuk cupcake di rambutnya sebagai penutup dandanannya pagi ini. Ia memperhatikan penampilannya di cermin sedikit lama, menghela nafas berat kemudian menatap pojok nakas dimana terdapat figura yang berisi foto Ia bersama dengan orang tuanya .
it's been a long time.
Kara merasa kesepian di rumah sebesar ini. Ia benar-benar menjalani kehidupan yang rumit setelah kepergian orang tuanya akibat kecelakaan yang sayangnya hanya ia yang bisa diselamatkan.
Sejak saat itu Ia di rawat oleh Om dan Tantenya. Selama hampir empat tahun Om nya memutuskan pindah ke Sydney karena suatu hal pekerjaan yang tentunya membawa Kara. Namun gadis itu menolak. Ia tak ingin meninggalkan rumah ini, terutama Ia tak ingin meninggalkan Arvin.
Setelah semuanya terjadi hanya lelaki itu yang sabar, hanya Arvin yang mau mengerti, hanya Arvin yang memberikan pengaruh padanya... hanya Arvin yang memahami dirinya.
Terheran. Bahkan sampai saat ini Kara masih mempertanyakan mengapa Arvin mau dekat dengannya dengan Kara yang dulunya berada di kondisi yang buruk dan menurutnya menjijikkan. Bahkan Ia tak bisa seleluasa ini untuk bercermin.
Ah benar. Hanya Arvin yang menerimanya apa adanya.
"RARA!! LO DIMANA? KARAMEL!!""RARA!! YUHUU"
BUGHH
"APAAN SIH LO BERISIK!!"
Arvin merintih sambil mengelus lengannya yang sukses di lempar sepatu oleh Kara dari lantai atas. Bahkan dari lantai atas Kara masih bisa melempar tepat sasaran.
"Cepetan turun, nanti telat."
"Baru juga jam 6 Vino, sarapan dulu" saut Kara seraya turun dari tangga menuju dapur.
Arvin melirik jam tangannya dan benar sekarang masih jam 6. Ia bingung karna saat dia bangun jam sudah menunjukan setengah tujuh. Bahkan Arvin yang biasanya mandi membutuhkan waktu lama tadi kurang dari 10 menit ia sudah keluar dari kamar mandi.
"Awas lo bang," gumam Arvin saat terpikirkan seseorang yang dia yakini telah mengerjainya.
"VINO CEPETAN KESINI!!" Teriak Kara dari meja makan. Cepat cepat Arvin berlari ke meja makan menghampiri Kara yang tengah menyiapkan nasi goreng.
"Duh calon istri idaman banget sih mbak nya," goda Arvin seraya menarik kursi lalu duduk dan siap menyantap makanannya.
"Gak usah banyak bicara. Cepetan makannya."
"Sans dong. Pms ya lu?" Kara tak menyaut lagi dan fokus ke makanannya begitu juga dengan Arvin. Sejenak ruangan itu terlihat sepi.
"Nanti jangan lupa ke lapangan ya," kata Arvin setelah meloloskan satu sendok nasi gorengnya untuk masuk ke perut.
Kening Kara berkerut.
"Ngapain?""Ck, kebiasaan pikun nya. Lo mau balik sama siapa emang? Tungguin gue selesai basket lah." kara menganggukkan kepalanya dengan pipi menggembung dengan nasi goreng.
Selesai mereka makan, mereka bersiap siap untuk pergi ke sekolah.
"Vino!"
"Hmm."
"Sini."
Arvin menghampiri Kara yang tengah berkacak pinggang. Saat tiba di depannya Kara menghela nafas lalu meraih dasi Arvin yang malah di ikat pita oleh Arvin. Arvin sedikit membungkuk agar Kara lebih mudah memakaikan dasi untuknya. Selesai dengan dasi Arvin, Kara mengambil tas yang ia sampirkan di kursi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Protector, Arvin [END]
Ficção Adolescente[follow sebelum membaca⚠️] "Bagaimanapun kamu, jangan minta aku untuk pergi. Mereka bagian dari kamu, aku juga akan melindunginya." Karamel bersyukur memiliki sahabat seperti Arvin. Lelaki itu melindunginya, memperhatikannya pun menyayanginya. Bahka...