.
.
."Miss you."
Tak selang berapa lama pelukan itu terjadi, tiba tiba Kara melepaskan pelukan mereka dan memukul mukul orang itu dengan membabi buta.
"ALAN JAHAT!! ALAN JAHAT!"
"ADUH, ampun Kara."
"Hiks hiks"
"kok nangis?" Laki laki yang di panggil Alan itu terkekeh ketika dilihatnya Kara malah menangis, padahal ia yang di aniyaya tetapi malah Kara yang menangis.
"Pergi gak bilang, pulang juga gak bilang. Jahat," lirih Kara.
Alan tersenyum kecil. Menyadari kesalahannya terhadap Kara dulu. Dari dulu Kara tidak pernah berubah, masih menjadi Kara yang Galak dan cengeng di saat bersamaan. Ia menarik Kara kembali ke dekapannya.
"Maaf, nanti aku jelasin"
"Gak, lo bau," kata Kara mendorong Alan sampai pelukan mereka terlepas.
Alan mengacak gemas rambut Kara. "Sekarang udah gaul ya. Gak polos lagi."
Kara malah cemberut lalu berbalik menghampiri Arvin yang masih setia berdiri disana.
"Lo udah tau dari kapan?"
"Kemarin."
"Gak ngasih tau."
"Gak ah, lo bau."
"VINO!!" Arvin tak menghiraukan teriakan Kara dan malah merangkul nya, membuat Kara semakin cemberut. Kara berjalan mendekati Alan kembali, membuat Arvin terpaksa juga mengikutinya.
"Al-- Muka lo kenapa?" Tanya Kara khawatir saat melihat sudut bibir Alan ternyata sedikit robek.
"Gak papa," Jawab Alan melirik sedikit ke arah Arvin yang mempertahankan wajah bodo amat nya.
"Udah di obatin?"
"Udah Karamel," jawab Alan dengan penekanan di setia katanya.
"ABANG LAN!!"
Fokus mereka teralihkan ketika tiba tiba melihat anak kecil sekitar umur 3 tahunan keluar dari pagar dan menangis memanggil Alan.
Kara menatap lekat anak perempuan itu. Alan membawanya ke gendongannya dan seketika tangis anak itu berhenti dan menjadi isakan kecil saja. Ia melihat Kara dan Arvin dengan tatapan bingung sama halnya dengan Kara dan Arvin.
"Kenalin. Ini Vany, adik kecil gue" kata Alan seraya mencium pipi Vany.
"She's so cute," gumam Kara.
"Lo kapan sekolah?" Tanya Arvin tiba tiba.
"Alan sekolah di sekolahan kita kan?" Tanya Kara.
Alan tersenyum. "Iya, besok udah mulai sekolah."
***
Kantin. Tempat biasanya murid murid di sekolah melepas beban sejenak dari pelajaran sebelumnya dan tempat melepas rasa lapar saat mendengar guru mengoceh panjang lebar di depan tanpa memerdulikan muridnya yang mengantuk karna bosan hingga rasa lapar yang tak tertahan.
Di Kantin ini juga mereka dapat mengoceh hal hal sederhana yang tiap tiap hari mereka lewati, seperti tentang doi yang tidak peka, tentang rencana pdkt, dan hal yang berfaedah maupun tak berfaedah lainnya.
Hanya karna hal sederhana itu juga tawa mereka bisa tampak disana. Bagaimana berbagai macam ekspresi ada disana ketika mereka mendengar cerita maupun menceritakan kisahnya masing masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Protector, Arvin [END]
Teen Fiction[follow sebelum membaca⚠️] "Bagaimanapun kamu, jangan minta aku untuk pergi. Mereka bagian dari kamu, aku juga akan melindunginya." Karamel bersyukur memiliki sahabat seperti Arvin. Lelaki itu melindunginya, memperhatikannya pun menyayanginya. Bahka...