🌟6 - Prinsip🌟

3.1K 245 11
                                    

.
.
.


"Ma, pa. Apa kabar? Pasti baik kan disana. Kara disini baik baik aja, Arvin jagain Kara terus walaupun sering ngeselin."

"Ma, Pa. Kara kangen..." lirih Kara.

Dalam hitungan detik air mata Kara semakin deras. Di depannya terdapat dua gundukan yang berdampingan. Ya, itu adalah Makam kedua orang tuanya.

Di belakang Kara juga sudah ada Arvin yang senantiasa menunggu Kara berbicara pada makam orang tuanya. Arvin benar benar menepati janjinya untuk mengunjungi makam orang tua Kara. Setiap minggu jika ada waktu Kara pasti selalu menyempatkan diri berkunjung ke makam orang tuanya, hanya sekedar bercerita kesehariannya walau kenyataannya tidak ada yang menyahuti sama sekali.

Sudah hampir setahun ini Kara tinggal hanya dengan seorang pelayan dan supir yang tiap sore pulang. Sebelum itu, keluarga Tante nya yang tinggal bersama Kara. Namun karena ada kendala dengan pekerjaan om nya mereka harus pindah ke Sydney. Awalnya Kara di anjurkan ikut, namun kara menolak karena ia sudah nyaman disini dan ia tak mau meninggalkan Arvin tentu saja.

Arvin melirik jam nya, Sudah 10 menit Kara berbincang bincang di depan makam. Arvin mendongak ke atas, mendengar suara gemuruh membuatnya menatap langit. Dan perkiraan Arvin sebentar lagi akan turun hujan, karna langit pun mulai menghitam. Arvin mendekatkan diri ke Kara, lalu ikut berjongkok di samping Kara.

"Ra, udah mau hujan," kata Arvin. Kara menatap Arvin sebentar lalu kembali ke nisan di depannya.

"Kara pamit ya, nanti Kara kesini lagi," kata Kara sambil mengelus nisan orang tua nya. Kara berdiri begitu juga dengan Arvin. Arvin menyeka air mata Kara terlebih dahulu sebelum mereka beranjak dari sana. Setelah selesai, Arvin dan Kara pun pergi untuk pulang ke rumah.

Di perjalanan Kara pun hanya diam dengan pandangan mengarah ke jendela mobil. Arvin sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Kara selalu begitu ketika ia mendapatkan siklus Menstruasi nya, jika tidak ada yang membuat mood nya naik maka ia akan menjadi pendiam.

"Bantet!"

Kara menoleh ke arah Arvin.
"Masih sakit gak tuh perut?"

Kara menunduk melihat perut nya sambil mengelus. "Udah enggak kok."

"Tapi kok masih diam aja?"

"Ya emang mau ngapain?" Tanya Kara bingung.

"Cerewet dong, ngeri gue kalau liat Lo diam. Takut kesambet," kata Arvin yang di balas tatapan sinis Kara.

"Heran gue sama human spesies Lo. Gue berisik salah, diem salah"

"Ya makanya karna Lo gak cerewet gue takut."

"Takut apa?"

Takut

Gue takut Lo kayak dulu- batin Arvin

"Takut Raksasa bayang upin ipin ngambil bayang bayang Lo, makanya Lo diem gitu," jawab Arvin asal. Kara menatap Arvin tidak percaya, bahkan beberapa kali mengedipkan matanya.

"Korban kartun Lo. Bad boy, tapi tontonan masih upin ipin kalau enggak spongebob," ledek Kara.

"Yang penting gue masih nonton 21+" Kata Arvin dengan bangga nya lalu menepuk dada nya.

Kara memutar bola matanya.
"Sok nonton gituan. Hidup aja masih jomblo."

"Sorry mbaknya. Ngaca dong, situ juga Jomblo," Ledek Arvin dengan nada malasnya.

"Gue jomblo karna prinsip. Emang Lo, gak ada prinsip hidup," Saut Kara. Kara tau Arvin selalu menjalani hidupnya dengan santai dan apa adanya. Ia pernah bertanya hal yang sama, dan Arvin menjawab.

My Protector, Arvin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang