.
.***
"PINO TURUNIN GUE!!! TURUNIN GUE SEKARANG. IH!" Teriak gadis yang kini tengah di gendong seperti karung beras oleh laki laki yang berekspresi datar. Laki laki itu tidak memperdulikan pekikan yang gadis itu keluarkan. Bahkan Murid murid yang mereka lewati juga tak pernah lepas pandang dari dua orang ini, heran kenapa laki laki itu membopong gadis itu seperti karung beras.
Gadis itu tentu kesal dengan laki laki ini. Bukan karna ia malu, tapi ia kesal karna laki laki ini yang tiba tiba datang ke kantin dan mengganggu waktu makannya, saat itu ia tengah menikmati semangkuk mie ayam namun lelaki ini tiba tiba menggendongnya dan pergi dari kantin.
Laki laki yang membopong nya adalah Arvino Neo Dalton. Biang rusuh, orang yang selalu membuat kesal karena sifat posesifnya, dengan segala peraturan yang harus gadis itu turuti. Huft, untung sayang.
"PIN-"
"Diam."
Hanya dengan satu kata itu, cukup untuk membuat gadis itu tidak berkutik. Gadis itu menyerah. Nada suara Arvin sudah menjadi datar, yang tentu saja membuat nyalinya cukup menciut.
Mengetahui penyebab dirinya di gendong begini, Ia tau Arvin akan membawanya ke UKS. Sungguh menyebalkan memang. Ingin sekali Mulutnya ini mencaci maki orang yang berani berani nya mengadu pada Arvin. Mereka masuk ke ruang UKS. Entah kebetulan atau tidak, tidak ada seseorang maupun penjaga disini. Tubuhnya di dudukan di atas brankar.
Langsung saja gadis itu menampilkan raut wajah masam, bibir nya mengerucut, dan tangannya dilipat di dada.
Arvin yang berada di depannya tidak memperdulikan gadis yang sudah berekspresi tak mengenakan itu. Dirinya sibuk dengan obat obatan yang ada di kotak P3K. Dengan lihai Ia menuangkan alkohol ke kapas lalu menempelkannya ke lutut gadis di depannya, dan seketika gadis itu berteriak karna pedih yang di rasakan nya.
"Sakit Vin, pelan pelan." Gadis itu mengerang.
Arvin menatap gadis di depannya sebentar lalu kembali mengobati lutut nya lebih lembut dari sebelumnya.
"Vino."
"Vin."
Gadis itu berdecak ketika tidak mendapatkan respon apapun dari Arvin yang masih sibuk memberi plester untuk lukanya. Sangking geram nya karna tidak ada respon dari Arvin, satu pukulan ringan sukses di layangkan Gadis itu ke kepala Arvin.
"Vino gak usah diem gitu deh. Cuman lecet gini doang."
"Aww. Sakit Kara!!" Protes Arvin kepada Kara sambil mengusap kepalanya.
Ya gadis itu bernama Karamela Niandra. Mereka bersahabat sejak kecil.
"Makanya jangan diem aja dong. Ini kan cuman lecet doang, gak usah berlebihan gitu. Itu juga muka gak usah di kaku kaku in, gak kaku aja jelek apalagi gitu."
"Siapa suruh bikin panik orang, masih untung cuman lecet di lutut. Kalau luka parah gimana? Ntar gak bisa jalan gimana? Ngerepotin siapa juga? Gue kan?" Saut Arvin sambil bersedekap dada melihat Kara yang hanya pasrah.
Oke, Kara memang selalu pasrah kalau Arvin sudah cerewet. Bagi Kara, di saat seperti ini Arvin selalu ada di posisi perempuan. Yaitu Arvin selalu benar.
"Bukan salah gue tau. Salahin akar pohon di taman belakang yang bikin gue jatoh. Kan yang salah tu akar pohon, kok lo marahnya ke gue sih?"
Kara menceritakan kronologis bagaimana dia jatuh dengan muka makin cemberut. Sedangkan Arvin malah gemas dengan ekspresi Kara sampai sampai mencubit pipi Kara.
"Ya kalo lo jalan pake mata pasti gak akan kesandung akar kan?" kata Arvin yang masih mencubit pipi Kara dengan gemas. Kara memukul mukul tangan Arvin agar berhenti.
"Sakit tau!!. Lo KDRT mulu ya? Pantes jomblo mulu."
"Dih sorry gue milih cewek tuh yang berkelas. Susah buat dapetin gue. Apalagi modelan lo yang pendek nan tepos."
Kara mencibir, sudah biasa memang. Kara sudah kebal. Kara kuat. Dengan posisi yang masih duduk di brankar ia menendang pelan kaki Arvin yang berdiri di depannya.
"Gue juga pilih model kayak shawn mendes. Emang Kayak lo?? Cih, stroberi mangga apel. Sorri gak lepel," saut Kara dengan sinis.
"Jawab aja lo."
"Serah gue."
"Udah? Balik kelas gak nih?" Tanya Arvin.
"Ya iyalah. Ntar kalo gue ketinggalan pelajaran gimana. Minta tolong lo kan gak mungkin, secara---mphhh" Kara memukul tangan Arvin yang sudah membekap mulutnya.
Terkadang Arvin terlalu gemas jika Kara sudah cerewet nya minta ampun. Bahkan Arvin tak segan segan menggigit pipi Kara.
Ia pernah begitu, dan setelahnya Arvin panik karena Kara tiba tiba menangis dan mengunci diri di kamar. Arvin di buat uring uringan karna Kara tidak mau menemuinya lagi. Untungnya Arvin punya banyak ide untuk membujuk Kara. Cukup dengan satu kotak es krim beserta jalan jalan ke taman sudah cukup membuat Kara menampakkan kepalanya di celah pintu.
"Ayo gue gendong," kata Arvin yang sudah membelakangi Kara.
"Gak usah. Lagian kan gak sampai pincang."
"Naik atau gue kunci disini?"
Kara hanya menghembuskan nafasnya. Dasar keras kepala.
Tangannya mulai melingkar di leher Arvin. Lalu Arvin menggendongnya ke luar UKS menuju kelas Kara yang bersebelahan dengan kelas nya.
Bell masuk akan berbunyi 10 menit lagi, maka itu murid murid di sana masih ada yang berkeliaran. Dan Arvin tentu saja menjadi titik fokus Para kaum Hawa dan Kara menjadi titik fokus kaum Adam.
"Gue di gendong gini berasa kaki gue patah Vin. Plis, bilang sama gue siapa yang ngasih tau ke lo kalau gue jatoh!!" Kata Kara sedikit menggoyangkan kaki nya agar Arvin menjawab nya.
"Berisik lo. Gue jatohin nih." Kara langsung diam. Ia memilih menyandarkan kepala nya di bahu Arvin, sesekali ia juga sengaja mengayunkan kaki nya yang menggantung. Sontak saja cewek cewek di sana histeris. Ada yang greget karna melihat Kara dan Arvin yang sangat cocok. Dan ada juga yang terang terangan memberi tatapan sinis ke Kara. Tapi Kara tak menanggapi, malah dia menaikan satu alisnya seolah berkata 'sorry, pernah kenal ya?'
Dan sampailah mereka di depan pintu kelas Kara. Arvin pun menurunkan Kara dari gendongannya.
"Belajar yang bener, gak ada yang ngasih gue contekan kalau lo bego nanti." itu lah kalimat yang selalu di lontarkan Arvin. Kara juga hanya manggut manggut malas.
Arvin pun pergi ke kelas sebelah dimana itu kelasnya XI IPA 3.
Kara membalikkan tubuh nya hendak masuk ke kelas. Tapi tertahan oleh manusia kepo se antero sekolah yang sayangnya dia menjadi teman dekat Kara.
"Sumpah Ra! bilang ke gue kalau status lo udah ganti!" Tanyanya dengan tampang polos menatap Kara.
Dia Dinda. Entah sudah berapa kali kalimat itu keluar dari mulutnya saat melihat Kara dan Arvin.
Tapi Kara selalu menjawab dengan santai. "Stay single gue mah. We Friend." kata nya lalu melenggang masuk ke kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Protector, Arvin [END]
Fiksi Remaja[follow sebelum membaca⚠️] "Bagaimanapun kamu, jangan minta aku untuk pergi. Mereka bagian dari kamu, aku juga akan melindunginya." Karamel bersyukur memiliki sahabat seperti Arvin. Lelaki itu melindunginya, memperhatikannya pun menyayanginya. Bahka...