🌟60 - For you 🌟

2.4K 147 21
                                    

Happy reading💜

***

Arvin baru saja keluar dari kamar ketika di waktu bersamaan Varo melewati kamarnya. Varo tampak rapi dengan kemeja dan jeans hitamnya, apalagi parfum nya yang sangat wangi sampai membuat hidung Arvin gatal. Sebentar lagi keluarga Vio akan datang ke rumah mereka. Di bawah para pelayan sibuk mengurusi hidangan.

Sejujurnya di mata Arvin, Varo terlihat terpaksa menikah dengan Vio tapi terlihat paling semangat pula mengurus pernikahannya. Seperti dua hari yang lalu, Varo dan Vio akan melakukan fitting baju pengantin. Dua jam sebelum Varo pergi menjemput Vio, ia sudah sibuk menelfon pihak butik untuk menanyakan gaun pengantin untuk Vio yang di rancang almarhum Bunda nya. Varo sibuk mengoceh mondar mandir mengatakan mereka harus memastikan tidak ada yang cacat pada gaunnya, pastikan Vio nyaman saat memakainya, dan memastikan harga gaun itu tidak murahan.

Arvin mencibir dalam hati saat itu. Malu malu tapi mau, cih. Apalagi almarhum Bunda nya yang merancang gaun pengantin itu untuk istri masa depan Varo. Ah, Arvin iri pada abangnya.

"Ganteng banget ya gue sampai Lo matung kayak gitu?"

Suara Varo menyadarkan Arvin dari lamunannya. Ia mendengus. "Bacot."

Arvin ingin melangkah sebelum Varo berbicara lagi.

"Siap siap calon bini Lo datang nanti," katanya tersenyum miring.

Arvin tertawa sinis. "Bini Lo kali. Atau Lo gak mau nikah sama Vio? Kalau gitu biar gue yang gantiin nikah sama dia."

Varo mengepalkan tangannya. "Bajingan."

Arvin tersenyum miring, lalu sesaat kemudian memasang wajah datarnya. "Lo yang bajingan! Kalau bukan karena Lo gue gak akan terseret sama perjodohan tolol ini!" Ujar Arvin tertahan.

Sejujurnya Arvin tak mau menyalahkan Varo , tapi emosinya selalu terpancing saat membahas perjodohan ini. Arvin mendengus lalu turun ke lantai bawah. Di sana ada kakek dan Papanya.

"Arvin mau ngomong."

Julian memandang Arvin, mempersilahkannya berbicara.

"Batalin perjodohannya."

Julian memasukkan tangannya di saku, seperti tidak terusik dengan pemberontakan Arvin.

"Why? Kenapa harus dibatalkan?" tanya nya dengan nada yang membuat Arvin jengkel.

"Because I can't, I don't want to! Apa alasan kuat Arvin harus di jodohin?" Arvin menghela nafas lirih. "Come on, I have my own choices!!"

"Vin..." Rangga menatap prihatin anaknya. Ia jadi merasa bersalah.

"Kakek melakukan ini bukan tanpa alasan. Varo yang seperti itu saja bisa berbuat hina, apalagi kamu. Jangan pikir kakek tidak tahu apa yang kamu lakukan di luar sana. Balap liar, masuk ke club, dan kakek dapat laporan kamu suka berganti pacar."

"So, is your choice a compelling reason to hold me?" tanya Julian.

Arvin memejamkan mata dengan tangan terkepal. Rasanya ia ingin membanting barang barang di dekatnya.

"Ya. It's just the past, itu dulu. Sekarang Arvin punya pilihan sendiri, I have my girl, she is my choice, the reason why I want to live!" Pekik Arvin.

Rangga dan Varo menatap Arvin bingung dan penasaran. Kakek Julian tetap bersikap santai.

"Siapa dia?"

Arvin tersenyum miring. "Karamel. The first girl in my life, and will be forever." Arvin berujar tegas.

Sejenak suasana sunyi. Varo mengernyit lalu menggeleng pelan seraya beranjak ke meja makan.

My Protector, Arvin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang