Vote nya jangan lupa.
Happy reading
•
"Yeyy! Pulang!" Melody bersorak antusias membuat orang gemas sekali rasanya.Saat ini ruangan VVIP itu kembali ramai setelah mendengar kabar kalau Melody di bolehkan pulang. Ya, masih tetap Melody. Entah apa yang membuat Kara begitu terlelap sampai Melody masih terus mengambil alih tubuhnya.
Mereka datang sekedar menyambut kepulangan Melody. Lia kini tengah sibuk mengemas barang barang, sedangkan yang lain sibuk berbincang.
Rangga - papa Arvin - mendudukkan Melody di atas bangsal. Gadis itu baru saja mandi dibantu dengan Bi Estu. Rangga mengambil handuk kecil, lalu menggosokkannya pada rambut Melody yang basah karena keramas. Mereka benar benar memperlakukan Melody layaknya bocah usia lima tahun. Dan jangan lupakan sosok Arvin yang kini merasa Melody sedang di monopoli lagi, bukan dengan Alan, sekarang malah dengan papa nya sendiri.
"Pa, Mel mau es krim."
Rangga yang kini berlanjut menyisir rambut Melody lantas tersenyum. "Kita bisa beli pabrik nya," ucapnya santai.
"Asik! Makan es krim sepuasnya!" Saut Zico mengangkat tangannya dengan girang.
Dinda menggelengkan kepalanya. "Kok kamj jadi sebelas dua belas sama Melody dah," katanya.
"Jangan frontal banget dah om, dompet Nathan nangis dengernya," saut Nathan.
"Kok lu sok miskin gitu?" Tanya Kayleen.
Dinda tertawa seraya memukul pelan bahu Zico, wajah Nathan langsung flat saat Kayleen menyeletuk seperti itu. Hmm gadis itu memang.
Beda dengan mereka, Arvin justru berdecak tak suka. Ia tak akan membiarkan papanya membeli pabrik es krim itu.
"Anak papa udah cantik." Melody langsung tersenyum lebar, pandangannya beralih ke Arvin yang sejak ia tersenyum tak berniat sedetik pun untuk berpaling. Senyum Melody memang secandu itu, sama manisnya seperti senyum Kara.
"Vino!" Melody mengangkat tangannya. Ia ingin bersama Arvin saat ini, sedari tadi Arvin hanya memantaunya dari sofa.
Arvin beranjak dari duduknya, menghampiri Melody yang masih mengangkat tangannya ke depan ingin di turunkan dari bangsal, padahal ia bisa turun hanya dengan menurunkan sedikit tubuhnya dan kakinya akan menyentuh lantai. Namun sepertinya Melody masih memikirkan tubuhnya itu kecil seperti bocah Lima tahun yang masih susah melakukan apa apa.
Arvin tersenyum geli, ia malah semakin gemas melihat Melody.
"Vino, Mel cantik kan?" Tanya gadis itu sesaat setelah Arvin menurunkannya.
Arvin tersenyum seraya mengelus pipi Melody. "You look so damn beautiful"
"Mel kan udah mandi, Mel wangi kan Vino?" Melody sedikit berjinjit seraya mengalungkan tangannya di leher Arvin.
Arvin terkekeh, lalu mengusak gemas hidung mereka. "Mmm wangi," katanya.
"Mana wanginya mana? Gue belum cium nih, gak wangi kok, bauk." Nathan menyaut membuat Melody menoleh dengan tampang tak terima.
"Mel wangi!" Sentak nya.
Nathan berdiri menghampiri Melody. "Mana sini dicium, gimana wanginya coba?"
Belum sempat Nathan menyentuh Melody, tangan Arvin lebih dulu mendarat di keningnya, mendorongnya sampai mundur beberapa langkah.
"Gua kebiri lu." Ancam Arvin membuat Nathan pucat seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Protector, Arvin [END]
Jugendliteratur[follow sebelum membaca⚠️] "Bagaimanapun kamu, jangan minta aku untuk pergi. Mereka bagian dari kamu, aku juga akan melindunginya." Karamel bersyukur memiliki sahabat seperti Arvin. Lelaki itu melindunginya, memperhatikannya pun menyayanginya. Bahka...