Extra chapter

1.7K 115 13
                                    


***

Suara gemuruh disusul petir membuat Kara sedikit menggeliat di balik selimut lembutnya. pagi ini memang tak secerah hari sebelumnya, hari ini langit tampak sedikit gelap sehingga tak ada cahaya matahari yang menyengat seperti biasa.

Ia mulai mengerjap, membuka manik indahnya perlahan.

Jam menunjukkan pukul enam pagi. Kara menunduk, menatap sebuah tangan melingkar dengan posesif di pinggangnya. Ia tersenyum menatap wajah pria yang sudah berubah status menjadi suaminya.

Arvin.

Ia mengusak kepalanya ke leher Arvin. Membuat sang empu terusik kegelian dibuatnya. Pelukan itu semakin mengerat diiringi dengan kecupan lembut di keningnya.

"Sayang..." Suara serak bass Arvin terdengar.

"Hmm?"

"Love you honey," Kara tersenyum tipis mendengar bisikan Arvin. Tiap bangun pagi Arvin tak pernah melewatkan kata kata itu. Tiada hari tanpa bersyukur pula karena bisa memiliki Kara di hidupnya.

"Bangun dong, kan kamu kerja." Kara beranjak duduk.

"Mager sayang, should we holiday abroad?" Gumam Arvin meletakkan kepalanya di pangkuan Kara.

Kara tertawa kecil seraya mengelus lembut rambut Arvin. "Malas tapi kok ngajak liburan, gimana sih kamu?"

"Aku kangen berduaan sama kamu tiap hari," ujar Arvin.

Kara mengerti maksud Arvin. Mereka memang sudah menikah, namun keadaannya tak lagi seperti mereka kecil dan remaja. Sekarang Arvin sudah bekerja, kadang harus pergi ke luar kota atau negeri untuk bisnisnya.

Terlebih sejak empat tahun lalu keluarga mereka bertambah satu anggota. Mereka tak banyak waktu untuk benar benar hanya berdua selain untuk tidur.

"It's okay." Kara duduk di pangkuan Arvin yang kini sudah bersandar di ranjang. Arvin mencium bibir manis istrinya seraya mengelus lembut pipi Kara.

"Siang aku ke kantor kamu, boleh?" tanya Kara mengalihkan topik, sekaligus untuk menghibur Arvin.

"Kenapa ditanya? Kamu bebas ke kantor kapanpun, sayang."

"Kamu gak mau ikut aku sekalian?" tanya Arvin menyandarkan kepala Kara di dadanya.

Kara menggeleng di pelukannya. "Bukannya kamu ada meeting pagi nanti? Aku kesana nya siang aja ya sekalian bawa makan."

"Aku jemput."

"Noo, aku sama pak Parman aja. Kamu nanti capek."

Arvin tak menjawab lagi yang menandakan ia menyetujui permintaan istrinya. Saat ini ia sibuk dengan tubuh Kara yang semakin sexy.

"Arvinooo, ish tangannya!"

Arvin terkekeh, mengeratkan pelukannya dengan gemas dan menenggelamkan kepalanya di bahu Kara.

"Kamu sekarang sexy banget montok gitu, dulu padahal kurus ya, lemaknya di pipi semua."

Kara mendelik. "Lebay lah kamu, kenapa? gak suka badan aku gini? Gak kurus kayak dulu."

Arvin terkekeh seraya memeluk gemas Kara, ia tak memberi penjelasan karena tahu Kara pun bercanda. Sudah lebih dua puluh tahun, mereka sudah sangat saling tahu satu dengan yang lain. Anehnya tak ada kata bosan, hari hari mereka yang dibumbui perdebatan itulah yang membuat hubungan mereka tak hanya hitam dan putih.

Satu hal lagi yang paling tidak berubah adalah sifat overprotective seorang Arvin.

"Cuacanya cocok banget untuk kita melakukannya," bisik Arvin.

My Protector, Arvin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang