🌟42- Hospital-🌟

1.9K 123 5
                                    

Aku ucapkan terima kasih buat kalian yang mau mengerti dan setia menunggu cerita aku yang baru ini. Aku akan semakin rajin update kalau kalian juga aktif di cerita ini.

So thanks, jangan lupa vote and happy reading❤
.


.
.

Lampu di atas pintu besi itu kini berubah menjadi warna hijau. Arvin kini hanya mampu berdoa seraya bergerak gelisah. Nafasnya masih tersengal. Kara tak baik baik saja di dalam sana, begitupun dengan Arvin. Seolah mereka ada ikatan, Arvin pun seperti merasakan apa yang Kara rasakan. Suara gemuruh di susul dengan petir sepertinya mendukung suasana hati Arvin saat ini. Badannya merosot ke lantai, isak tangis nya seketika menggema di koridor itu.

"Please, don't leave me again" bisiknya.

"Don't leave me...hiks" isaknya.

Arvin tak bohong kalau saat ini ia tengah ketakutan setengah mati. Potongan potongan kejadian masa lalunya kembali terngiang. Mengingatkannya bahwa Kara terluka karena keteledorannya. Dan sekarang hal yang sama kembali terjadi.

Arvin memang sialan!

Flashback

"Arvin! Ayo dong main petak umpet" rengek Kara pada Arvin yang tengah sibuk mengepang rambut Kara.

"Sebentar, ini kepangan aku udah mau jadi. Mau mirip Elsa gak?"

Kara mengangguk antusias. Membuat rambutnya juga ikut tertarik dari tangan Arvin karna anggukan Kara. Arvin tak kesal, dengan sabar mengumpulkan rambut Kara lagi dan mengepangnya.

"Arvin, rambut Elsa kan warnanya putih. Rambut Kara juga harus di putihin? Kayak grandma?" Tanya kara dengan polos. Lalu berbalik menghadap Arvin ketika kepangan nya sudah selesai.

Arvin membenarkan letak poni Kara. "Gak perlu diputihin, rambut hitam kamu juga bagus" ujarnya.

Kara mengerucutkan bibirnya, lalu memukul mukul bahu Arvin. "Tapi kara mau di putihin biar cantik kayak Elsa!" Rengeknya.

Arvin terkekeh lalu menangkap tangan Kara yang memukulnya. "Kara sama Elsa juga cantikan Kara, aku suka rambut hitam Kara, lembut wangi strawbery. Aku pernah denger kata kak Lia, kalau di cat rambutnya bisa rusak terus bau. Emang Kara mau rambutnya rusak?"

Kara terdiam.

"Gitu ya?" Arvin mengangguk.

"Kara gak mau" lirihnya.

"Rambut hitam kara itu favorite Arvin, jadi jangan di warna warnain ya." Arvin mengelus rambut hitam mengkilat Kara.

Kara mengangguk patuh. "Arvin ayo main petak umpet, ajak kak Varo." Kara berdiri dari duduknya, menarik narik tangan Arvin agar segera beranjak.

"Abang belum pulang sekolah."

Kara cemberut. "Jadi gimana? Alan juga pergi! Aku mau main pokoknya!" Sentak nya tak bisa dibantah.

"Iya iya, main berdua juga bisa kok."

Seketika senyum Kara langsung mengembang. Mereka berjalan ke arah pohon besar, tempat dimana biasanya mereka bermain petak umpet sebagai penjaga.

"Arvin yang jaga ya." Arvin mengangguk lalu segera berbalik menghadap pohon sambil menutup mata. Setelah itu Arvin mulai menghitung.

Kara secepat mungkin mencari tempat persembunyian. Sangking niatnya ia sampai berjalan menjauh ke jalan ujung gang komplek dan bersembunyi di pot besar tetangganya.

My Protector, Arvin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang