🌟14- shopping🌟

2.2K 166 11
                                    

"Di sisi kita, kita seperti air dan minyak yang tidak bisa bersatu. Tapi di sisi mereka, kita seperti air dan gula yang bisa menyatu"
.
.
.

Sejak kejadian di kantin tadi, kini mereka tampak kembali seperti biasa. Walaupun Arvin sempat memberikan ultimatum pada Dinda, yang membuat Dinda bergidik ngeri jika mengingatnya. Dinda hanya bisa meminta maaf, walau di ujung kalimat ia malah menyengir dengan bodoh.

Lagian salah sendiri membuat orang penasaran, dan bodohnya lagi ternyata Zico memberikan Arvin film dewasa, itu terlihat jelas oleh Dinda. Untungnya Kara masih belum mengerti karna belum sempat bertanya lebih lanjut pada Dinda soal kantong kresek itu.

"Ini semua gara gara lo Zic!" Saut Nathan menuduh Zico. Kini mereka sedang bersantai di rooftop tanpa menghawatirkan tentang pelajaran pertama yang mereka tinggalkan.

"Lah kok gue?!"

"Kalau lo bungkus itu film pasti gak bakal ketauan. Malah pake kantong kresek murahan lagi" kata Nathan.

Zico menatap nyalang Nathan. "Heh setan, kalau kertas kado gue gak abis juga gak akan gue pake kantong kresek. Lagian kresek ya kayak gitu!, lo mau gue bawain kresek emas gitu?!" Jawab Zico nyolot pada Nathan.

"Lagian lo tuh harusnya nyalahin Arvin!" Tambah Zico, membuat Arvin dan Nathan menatapnya secara bersamaan.

"Kalau dia gak ngebet banget pingin tuh film pasti gak akan ketauan kali."
Arvin hanya berdecak kesal mendengar Zico yang malah menyalahkannya. Arvin bahkan menyetujui Nathan bahwa Zico lah yang patut di salahkan. Andai saja kertas kado Zico tidak habis.

"Tapi perasaan gue gak enak nih," saut Nathan tiba tiba.

Arvin dan Zico beralih menatap Nathan. "Kenapa?" Tanya Zico.

"Gak tau mungkin gue laper," jawab Nathan asal.

Zico menatap nya dengan geram. "Nat, jangan bikin gue ngelempar lo dari rooftop ya."

"Bercanda elah. Serius amat sih lo babon."

Nathan menyenderkan tubuhnya pada dinding rooftop "Perasaan gue gak enak aja, pas Arvin sama Kara tiba tiba jadi melow gitu di kantin tadi," lanjut Nathan

Arvin terdiam. Zico pun menatap lamat Arvin. "Lagian lo sih, emosi banget gituan doang."

"Gue cuman khawatir," kata Arvin.

"Tapi khawatiran lo itu berlebihan Arvin!" Kata Zico dengan gemasnya. Ya Tuhan, kuatkanlah Zico agar tidak mencakar wajah sahabatnya ini sekarang.

"Gue takut Kekhawatiran Lo yang berlebihan nanti bisa jadi Boomerang. Kayak tadi contohnya, emosi Lo jaga. Kalau berdampak buruk buat Kara gimana," kata Nathan tiba tiba.

Arvin termenung mencerna setiap kata Nathan. Sedangkan Zico berdecak kagum melihat Nathan, bukannya apa. Kecerdasan yang di keluarkan Nathan hanya di waktu waktu tertentu saja.

***

Kara dan teman temannya memasuki Area kantin saat bel istirahat sudah berbunyi. Ia sempat melongo saat melihat pemandangan yang ada di sana. Arvin dan kedua temannya tampak begitu akrab dengan Alan.

Tidak bisa di pungkiri, Kara jauh lebih lega sekarang. Akhirnya Arvin bisa menerima Alan seperti dulu.

"Gak mau tau gue Hes!, pesenin kita makanan sono!" Titah Dinda.

"Lah kok gue?" Tanya Hessy.

"Bodo amat ya, dari kemarin lo nyuruh gue jadi babu. Sekarang lo yang gantian pesan."

"Ish iya iya," gerutu Hessy lalu pergi memesan makanan.

Tiba tiba Arvin beserta rombongannya pindah tempat ke meja Kara yang masih banyak tersisa bangku kosong. "Yuhuu cewek, gabung dong. Gak baik cewek makan sendiri," kata Zico pada Dinda.

My Protector, Arvin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang