Melihat itu, sahabat-sahabat Hani langsung berlari untuk mengejar Hani.
Sedangkan dijalan Hani tidak memperhatikan jalan yang ada disekitarnya, mengakibatkan ia menabrak beberapa orang. Sekarang hanya satu tujuannya yaitu pulang ke rumah.
Entah lah akhir-akhir ini ia menjadi gampang marah. Ia sendiri juga tidak tau apa penyebab ia menjadi seperti ini. Padahal hanya masalah sepele, tetapi menjadi masalah yang cukup rumit.
Saat ini Hani sedang berada di taman belakang sekolah. Niat untuk pulang ke rumah ia urungkan. Karena nanti jika Rani tau ia pasti akan diceramahi.
Hani duduk di bangku yang telah disediakan. Ia hanya melamun memikirkan seseorang yang entah dia masih ingat atau tidak dengan Hani.
"Kenapa kamu lebih milih tinggal di Jerman dan pergi ninggalin aku sendiri disini? Apa kamu dulu emang udah gak sayang lagi sama aku?" batin Hani.
Tak terasa air matanya mengalir dengan deras tanpa ia minta. Ia sendiri heran, mengapa jika ia mengingat masa lalunya bisa membuat nya meneteskan air mata? Padahal jika dipikir secara logika itu hanyalah masalah kecil. Yang kecil saja bisa membuatnya seperti ini, apa lagi jika itu masalah besar yang suatu saat bisa saja menimpa dirinya.
"Gue harus kuat! Ya! Gue harus kuat! Gak boleh lemah dan cengeng!" ucapnya dalam hati bermaksud menyemangati dirinya sendiri.
Kemudian ia menyeka air matanya dan menarik napas dalam-dalam lalu dihembuskan nya secara perlahan. Saat sudah lebih tenang, ia pun berdiri berniat meninggalkan taman belakang sekolah.
Namun saat berbalik badan ia tak sengaja menabrak seseorang yang ada dibelakangnya.
"Aduh, maaf gak sengaja." ucap Hani meminta maaf.
"Iya gak papa." jawab cowok itu. Ya! Yang Hani tabrak adalah seorang cowok.
Hani mendongakkan kepala nya dan menatap cowok itu. "Sekali lagi maaf."
"Iya santai aja, lo Hani bukan?" tanyanya.
Hani mengernyitkan dahinya pertanda ia bingung. Kenapa cowok yang ada dihadapan nya sekarang bisa tau namanya? Tetapi walaupun bingung Hani tetap mengangguk.
"Iya, lo siapa?" tanya Hani.
Cowok itu tersenyum dan mengulurkan tangan kanan nya pada Hani. "Kenalin gue Niko, bendahara OSIS."
Hani menerima uluran tangan Niko. "Hani, sorry kak gue gak tau kalo lo kakak kelas. Gue jarang liat lo waktu MOS soalnya."
"Iya gak papa, santai aja kali. Oh iya boleh ngobrol sebentar?"
"Eh-em, boleh-boleh." ucap Hani gugup.
"Yaudah kita duduk di bangku itu aja gimana?"
Hani hanya mengangguk dan mereka berjalan kearah bangku taman belakang sekolah. Setelah mereka duduk, Niko memulai percakapan diantara mereka.
"Gue boleh nanya gak?" tanya Niko.
"Asalkan pertanyaan itu masih masuk akal dan gue bisa jawab, silakan aja."jawab Hani.
"Lo lagi berantem ya sama Ivan?" tanya Niko hati-hati.
Mendengar nama itu disebut membuat Hani diam kembali. Dan suasana disana hanyalah keheningan yang menyelimuti mereka berdua. Hingga beberapa saat kemudian keadaan masih saja hening. Hani hanya menundukkan kepalanya tak berniat sedikit pun untuk menjawab pertanyaan dari Niko. Lidahnya terasa kelu untuk berbicara.
"Han?" panggil Niko membuyarkan lamunan Hani.
Hani mendongakkan kepalanya. "Iya kak? Kenapa?"
"Gue salah ngomong ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Ketua OSIS [COMPLETED]
Teen Fiction"Apa ma? Aku dijodohin?!" "Iya, sayang, dan kamu harus menerimanya." "Nggak ma, aku nggak mau ... lagian aku masih SMA dan aku juga baru kelas sepuluh." "Tapi ini adalah janji yang harus ditepati. Dan juga ini sudah jadi keputusan final dari kedua b...