Sudah tiga hari Ivan dirawat di rumah sakit. Sebenarnya saat hari pertama ia sudah ingin pulang. Namun dilarang oleh Vera. Katanya belum sembuh betul.
"Ma," panggil Ivan.
Saat ini diruang rawatnya hanya ada ia, Vera, Rayhan, dan Dita.
"Kenapa Van?"
"Hani mana?"
Semua yang mendengar itupun tersenyum dan menatap satu sama lain.
"Hani lagi keluar sama temen-temen kalian." jawab Vera.
"Kemana?"
"Mama kurang tau Van, tapi tadi pamitnya cuma sebentar."
"Yaudah."
Rayhan berjalan menghampiri Ivan. Dia duduk dibangku yang telah disediakan.
"Van,"
"Kenapa kak?"
"Boleh gue minta tolong sama lo?"
Tanpa ragu Ivan pun menganggukkan kepalanya.
"Tolong jaga Hani, jangan pernah bikin dia sedih bahkan sampe nangis. Gue percayain dia ke lo karena gue tau lo bisa. Gue berharap dengan adanya lo bisa ngubah kehidupan dia. Awalnya dia itu gadis yang periang dan gak pernah yang namanya dingin plus datar. Tapi semenjak kejadian itu sikap dia berubah seratus delapan puluh derajat."
"Gue janji kak gue akan selalu jagain Hani. Dan gue janji akan selalu bikin dia bahagia."
"Makasih gue gak tau lagi kalo gak ada lo dia bakal jadi apa."
Ivan hanya tersenyum simpul. Sebenarnya ia sangat penasaran, masalah apakah yang menimpa Hani hingga membuatnya berubah seperti itu? Namun ia tahan untuk tidak bertanya sekarang. Mungkin jika nanti waktunya sudah tepat, Hani lah yang akan menceritakannya sendiri.
Vera yang melihat putra satu-satunya itupun merasa bersalah. Karena sejujurnya ia tau apa alasan Hani berubah seperti sekarang. Namun karena ia sudah berjanji pada keluarga Wijaya, jadilah ia hanya bungkam.
Dita pun demikian. Ia sudah tau semua masa lalu Hani. Disini yang tidak tau hanyalah Ivan dan teman-temannya. Oliv, Cinta, dan Tasya sudah mengetahui itu semua.
Cklek
Pintu ruangan itu terbuka dan menampilkan tujuh manusia yang entah dari mana.
"Assalamulaikum," salam mereka kompak.
"Waalaikumsalam."
"Dari mana dek?" tanya Rayhan.
Hani menyengir lebar. "Beli makanan dong kak."
"Pantesan lama." balas Rayhan lirih.
"Apa kak?!" tanya Hani sewot.
"Gak papa."
"Eh ada tante Vera," ucap Hani sambil menyalimi Vera diikuti yang lain.
"Jangan panggil tante Han. Panggil aja mama."
"Eh,"
Hani menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. Sedangkan yang lain sudah menahan tawa mereka.
"Ayo dicoba, Han." perintah Vera.
"I-iya tan, eh mama."
"Jangan canggung gitu, dibiasain ya. Lama-lama pasti bisa kok."
"Iya ma."
Hani tersenyum dan berjalan menuju Ivan. Dia meletakkan satu bungkus kantok kresek diatas nakas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Ketua OSIS [COMPLETED]
Teen Fiction"Apa ma? Aku dijodohin?!" "Iya, sayang, dan kamu harus menerimanya." "Nggak ma, aku nggak mau ... lagian aku masih SMA dan aku juga baru kelas sepuluh." "Tapi ini adalah janji yang harus ditepati. Dan juga ini sudah jadi keputusan final dari kedua b...