Part 36

137K 5.6K 492
                                    

Semua orang sekarang sudah berkumpul di depan ruang UGD. Salah satu dari mereka sedari tadi sudah uring-uringan tidak jelas. Siapa lagi jika bukan Ivan.

Yang ia lakukan hanyalah mondar-mandir tidak jelas. Ia sungguh khawatir bukan main.

"Mama tau kamu khawatir sama Hani. Tapi bisa, kan, kamu nunggunya sambil duduk?" ucap Vera.

Ivan mengangguk lemah. Tak lama seorang wanita menggunakan jas putih dengan stetoskop di lehernya keluar. Beliau tersenyum pada semua orang.

Ivan yang menyadari pertama kali langsung berdiri dari duduknya.

"Dokter, gimana keadaan Hani?" tanya Ivan cemas.

Dokter yang bernametag Mela Indriyani itupun tersenyum.

"Hani tidak apa-apa, dia hanya kecapean saja. Dan mungkin juga menahan rasa sakit pada lutut dan sikunya. Karena yang saya lihat lukanya belum mengering. Tapi tenang saja, saya sudah menangani lukanya."

Semua yang ada disana berucap syukur. Rani mendekat kearah dokter Mela. Dokter yang kebetulan menjadi dokter pribadi keluarga Wijaya.

"Terima kasih, dok. Apa kami boleh masuk?"

"Sama-sama, Bu Rani. Boleh, tetapi nanti setelah dipindah ke ruang rawat inap. Kalo tidak ada yang ditanyakan lagi, saya permisi."

Rani mengangguk dan menatap Vera. Yang ditatap pun hanya mengangguk.

"Van, mama sama tante Rani keluar beli makan dulu. Kamu disini aja jagain Hani. Nanti kakek sama nenek kesini tapi agak maleman." ucap Vera.

"Iyaudah."

Sepeninggal Rani dan Vera, Ivan menyenderkan tubuhnya pada tembok. Ia mengingat kejadian tadi yang sampai membuat Hani menjadi seperti ini.

Ia mengacak rambutnya. Lalu Oliv mendekat. Tatapannya sulit diartikan. Radit yang melihat itu ingin menahannya, namun Aldi memberi kode untuk biarkan saja dulu.

"Kak," panggil Oliv.

Ivan mendongak dengan mata yang memerah. "Apa?"

"Jelasin semua sampe Hani jadi kayak gini." ucapnya dingin.

Ivan duduk dan mengambil napas dalam-dalam. "Panjang, Liv."

"Tadi waktu gue latihan basket, gue liat dia jalan sendirian. Dan gue tanya mau kemana. Katanya minimarket depan. Disitu gue udah nawarin buat nganter dia. Tapi dia nolak dan pamit pergi."

"Lama gue gak liat dia balik ke sekolah lagi. Tiba-tiba perasaan gue jadi gak enak. Dan gue susul dia, tapi baru sampe pintu gerbang. Riski bilang ke gue, katanya Tyas pingsan. Disitu gue langsung lari ke UKS."

"Setelah gue dari UKS, gue balik latihan lagi. Di tengah latihan, gue liat Hani jalan sama lo dan Cinta. Anehnya dia jalan pincang dan gue mau samperin tapi pelatih gak kasih izin."

"Waktu Tyas dijemput supirnya gue anterin sampe dia masuk mobil. Dan Hani tiba-tiba udah disamping gue sambil bilang 'Bagus ya, malah nganterin cewek lain'. Ya gue bingung terus dia lari ke tengah jalan. Sampe akhirnya kita berantem. Dan dia pingsan kayak tadi."

Ivan menceritakan itu penuh sesal. Ia menyalahkan dirinya sendiri mengapa ia bisa seperti itu. Lebih memilih Tyas dari pada Hani.

Oliv tersenyum miring. "Jelas dia marah sama lo! Dia itu udah mulai sayang sama lo kak!! Siapa coba yang gak akan sakit hati. Ngeliat orang yang dia sayang malah milih sama orang lain!" emosi Oliv sekarang sudah mencuat ke permukaan.

Radit segera menghampiri Oliv dan membawanya pergi dari sana. Takutnya ia akan memarahi Ivan habis-habisan. Walau dari luarnya ia terlihat kalem. Siapa yang tau jika dalamnya akan terlihat menyeramkan jika sudah marah. Apalagi menyangkut orang yang ia sayang.

Married With Ketua OSIS [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang