Hari demi hari telah mereka lewati. Kemarin Ivan mengajak Hani untuk menemaninya latihan basket. Karena dua minggu lagi akan ada pertandingan basket antar SMA.
"Nanti jadi kan?" tanya Ivan sambil menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Saat ini mereka sedang berada di kantin. Menikmati makan siang bersama pasangan masing-masing.
Hani mendongak, "Iya jadi."
Ivan terkekeh pelan saat melihat ada noda saus di sudut bibir Hani. Tangannya terangkat untuk membersihkan.
Terkejut dengan perlakuan Ivan, pipi Hani sekarang berubah menjadi seperti tomat.
"Kebiasaan kalo makan masih belepotan, kayak anak kecil aja."
"Kan emang masih kecil." sahut Hani.
"Pantes makan aja gak bisa." sindir Ivan.
Hani menggembungkan kedua pipinya kesal. Dan itu yang membuat Ivan menjadi gemas sendiri dengan Hani.
"Tau ah sebel."
"Nah kan ngambek kayak anak kecil."
"Udah, woi, udah!! Inget ya disini ada orang lain. Dunia ini bukan milik kalian doang. Jadi kalo mau mesra-mesraan kek, berantem kek. Gue mohon inget tempat oke!" ucap Arif menengahi.
"Iya bawel." sahut kedua insan itu.
"Balik kelas yok, bentar lagi masuk." ajak Tasya.
"Ayok."
~~~
Di dalam kelas saat pelajaran berlangsung, Hani tidak fokus. Padahal sekarang sedang berlangsung mata pelajaran Bu Rina. Entah kenapa ia terus membayangkan wajah Ivan yang kadar ketampanannya di atas rata-rata.
Rahangnya yang kokoh, hidungnya yang mancung, alisnya yang tidak terlalu tebal. Bibirnya yang tipis membuat siapa saja akan terpesona dengannya. Termasuk Hani. Sedari tadi ia terus menyunggingkan senyumannya.
Setiap kali ia diperlakukan oleh Ivan,hatinya terasa menghangat. Dan setiap ia berada di dekat Ivan, jantungnya selalu saja maraton. Apa ini yang dinamakan jatuh cinta.
"Ngapain lo, Han, senyum-senyum sendiri? Lagi jatuh cinta ya?" tanya Oliv.
"Eh-ng-nggak papa kok, Liv. Siapa juga yang jatuh cinta." balasnya dengan nada gugup.
"Hayo pasti mikirin kak Ivan ya?"
"Apaan sih enggak, ya, jangan sok tau deh."
"Gue tau kali, Han. Nih ya gue kasih tau. Dulu waktu gue suka ngebayangin wajahnya kak Radit. Gue selalu senyum-senyum sendiri. Sampe sama materi yang dijelasin guru di depan aja gue gak tau apa maksudnya."
"Lama gue kayak gitu. Dan disini nih puncaknya. Setiap gue diperlakuin layaknya tuan putri. Gak tau aja hati gue menghangat gitu. Pokoknya nyaman aja lah. Terus setiap gue ada di deket kak Radit, jantung gue selalu maraton gak jelas."
Hani menyimak cerita Oliv dengan seksama. Sampai-sampai ia tidak melihat Bu Rina yang sudah berdiri dihadapan mereka.
"Oliv! Hani! Kalian ini bukannya memperhatikan ibu yang sedang menerangkan materi. Malah enak-enakan ngobrol ya!! Sekarang juga lari keliling lapangan sepuluh kali dilanjut hormat bendera sampai jam istirahat kedua!!"
Hani melongo mendengar penuturan Bu Rina. Ia menatap Oliv seakan bertanya bagaimana ini? Ya kali mereka harus keliling lapangan sama hormat bendera?
"Ayo cepat! Tunggu apa lagi?! Mau hukumannya ibu tambah?"
"Ah iya, bu, kita keluar dulu." ucap Hani gugup dan setelah itu keluar kelas bersama Oliv.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Ketua OSIS [COMPLETED]
Teen Fiction"Apa ma? Aku dijodohin?!" "Iya, sayang, dan kamu harus menerimanya." "Nggak ma, aku nggak mau ... lagian aku masih SMA dan aku juga baru kelas sepuluh." "Tapi ini adalah janji yang harus ditepati. Dan juga ini sudah jadi keputusan final dari kedua b...