Keesokkan harinya mereka berangkat bersama pasangan masing-masing. Sesampainya di parkiran sekolah, mereka berjalan beriringan. Tak jarang mereka mendapat lirikan bahkan ada yang berani menatap langsung.
Bagi para cowok itu sudah biasa mereka dapatkan. Namun lain halnya dengan Hani dkk. Mereka merasa sedikit risih mendapat tatapan tajam dari senior mereka.
"Kak aku takut," ucap Oliv pada Radit.
"Jangan takut, ada aku."
Oliv hanya tersenyum dan mengangguk patuh.
"Kak aku juga takut nih," ucap Tasya pada Aldi.
"Udah gak papa, santuy sama mereka. Kalo mereka berani ngapa-ngapain kamu, bilang aja ke aku." ucap Aldi menenangkan.
Walaupun ia terkenal playboy sama halnya dengan Arif, tapi jangan ragukan ketulusannya jika sudah mengenai wanita. Ia mempunyai alasan tersendiri mengapa ia ikut-ikutan menjadi playboy.
Tasya hanya mengangguk dan tetap melanjutkan langkahnya menuju kelas.
"Kenapa? Takut juga?" tanya Arif pada Cinta.
"Iyalah! Tatapan mereka aja ke aku kayak macan gak makan satu tahun." balas Cinta sedikit keras.
"Tenang, selama kamu di deket aku ... aku jamin mereka gak berani sama kamu."
"Iyaudah."
Sedangkan Hani ia sendiri yang tidak mengadu jika ia takut pada seniornya.
"Lo gak takut?" tanya Ivan.
Hani mendongakkan kepalanya. "Bukannya takut, cuma males ladenin manusia tipe mereka." ucapnya acuh lalu berjalan mendahului sahabat-sahabatnya.
"Hani kenapa Van?" tanya Radit.
"Gak tau,"
"Mending lo kejar dia deh." usul Aldi.
"Ya."
"Sabar ya kak, punya temen model kayak gitu harus siap siaga istighfar." ucap Tasya dengan polosnya.
"Setiap hari, Sya."
Mereka tertawa bersama lebih tepatnya menertawakan Aldi. Para kaum hawa yang melihat tidak menyia-nyiakan itu. Ada yang diam-diam memotret. Ada pula yang secara terang-terangan.
Sesampainya Ivan dibelakang Hani, ia langsung mencekalnya. Mau tidak mau Hani pun membalikkan badannya.
"Kenapa?" tanyanya.
"Tadi kenapa langsung pergi?"
"Males liat macan betina." ucap Hani sambil terkekeh pelan.
"Yaudah, gue anter sampe kelas." lalu Ivan menggandeng tangan Hani menuju kelas.
"Belajar yang rajin, biar jadi pinter." pesan Ivan setibanya mereka di depan kelas Hani.
"Iya, lo juga. Eh iya nanti gue nggak ke kantin ya." ucap Hani.
Ivan menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa?"
"Mager hehe,"
"Oh kirain. Yaudah nanti setelah gue selesai rapat osis, gue kesini."
"Ngapain?" tanya Hani cepat.
"Mau nemenin bidadari," sahutnya sambil berbisik ditelinga Hani.
Hani yang dipuji seperti itu hanya bisa menunduk malu. Ivan yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya saja. Lalu menaikkan dagu Hani agar ia mau menatapnya.
"Hei! Kok nunduk? Malu?"
"Iya gue malu Van, soalnya akhir-akhir ini lo suka gombalin gue. Padahal nih ya, lo tuh es batu. Tapi kok bisa ngegombal receh si. Dan anehnya gue baper sama gombalan lo yang gak seberapa itu." jelas Hani. Ia mengatakan ini dengan sejujur-jujurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Ketua OSIS [COMPLETED]
Teen Fiction"Apa ma? Aku dijodohin?!" "Iya, sayang, dan kamu harus menerimanya." "Nggak ma, aku nggak mau ... lagian aku masih SMA dan aku juga baru kelas sepuluh." "Tapi ini adalah janji yang harus ditepati. Dan juga ini sudah jadi keputusan final dari kedua b...