Hari ini adalah hari Minggu. Dimana semua orang berlibur dengan orang-orang tercinta mereka. Namun berbeda dengan gadis yang sedang bergelung dengan selimutnya.
Tok ... Tok ... Tok ...
"Hani, kamu udah bangun belum sayang?!" teriak Rani dari balik pintu.
"Egh," Hani menggeliatkan tubuhnya.
Tak mendapat jawaban dari putrinya, Rani terpaksa masuk dan duduk di tepi ranjang.
"Sayang, ayo bangun." ucap Rani sambil mengusap kepala Hani.
"Lima menit lagi, ma." rengek Hani.
Rani hanya geleng-geleng kepala. Ia menyibakkan selimut yang digunakan oleh Hani.
"Anak gadis masa jam segini belum bangun. Ayo mandi terus sarapan,"
"Iya-iya."
Tak lama untuk Hani menjalankan ritual paginya. Sekarang ia sedang sarapan bersama mama, kakek, dan neneknya. Kemarin waktu Rani pulang dari Malang, Bima dan Sinta juga kebetulan pulang ke Jakarta.
"Gimana hubungan kamu sama nak Ivan sayang?" tanya Sinta.
Hani tersenyum. "Alhamdulillah, baik-baik aja kok grandma."
"Syukurlah, grandma ikut senang mendengarnya."
"Eh iya sayang, kok satu minggu ini mama gak liat nak Ivan antar jemput kamu?" tanya Rani.
Hani menelan makanan yang ada dalam mulutnya. "Oh itu, Ivan lagi study tour ma. Jadi satu minggu ini aku gak dianter jemput dulu."
"Memangnya study tour kemana?" tanya Bima.
"Lombok grandpa."
"Pantesan sampai satu minggu."
Mereka menghabiskan sarapan hari ini dengan diiringi canda dan tawa. Selesai sarapan, Hani pamit ke kamar. Sekarang ia tengah duduk dibalkon kamarnya.
Drt ... Drt ...
Bunyi dari ponselnya membuat Hani terlonjak kaget. Segera ia melihat siapa yang menelfon. Senyum mengembang menghiasi wajahnya pagi ini.
"Halo,"
"Halo, gimana kabar lo?"
"Alhamdulillah baik, lo sendiri gimana?"
"Sama gue juga baik. Eh iya lo udah makan?"
"Udah, barusan aja selesai."
"Gue kangen deh sama lo. Dari kemaren mikirin lo terus. Jadi gak sabar buat besok bisa ketemu lo lagi."
"Gombal aja terus, gue tau gue itu ngangenin. Eh iya emang lo udah pulang?"
"Udah, tadi subuh sampe Jakarta."
"Gak lupa kan oleh-olehnya?" tanya Hani dengan semangat empat lima.
Terdengar helaan napas panjang dari sebrang sana. "Iya beo bawel, gue gak lupa. Bukannya bilang kangen gitu sama gue. Ini yang ditanya malah oleh-oleh."
"Hehe, peace, Van. Ehm sebenernya gue juga kangen sih sama lo. Tapi gausah geer dulu. Mungkin ini karena gue udah mulai sayang dan takut buat kehilangan lo." ucap Hani malu-malu.
"Yang bener? Makasih lo udah bisa nerima gue perlahan-lahan. Gue yakin pasti sekarang pipi lo merah kayak tomat."
"Sok tau! Udah deh gue mau ngelanjutin ngehalu dulu."
"Halu jadi istri gue ya?" goda Ivan
"Tau ah! Dah lah males, bye!"
Belum sempat Ivan menjawab perkataan Hani. Panggilan sudah diputus secara sepihak oleh Hani. Ia malu bahkan sangat malu saat ini. Ia akui sekarang ia sudah bisa menerima Ivan di hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Ketua OSIS [COMPLETED]
Teen Fiction"Apa ma? Aku dijodohin?!" "Iya, sayang, dan kamu harus menerimanya." "Nggak ma, aku nggak mau ... lagian aku masih SMA dan aku juga baru kelas sepuluh." "Tapi ini adalah janji yang harus ditepati. Dan juga ini sudah jadi keputusan final dari kedua b...