'Semua orang punya cara masing-masing buat tenangin dirinya sendiri.'
↪↩
"Gak mungkin," elak Jono yang masih tak percaya akan apa yang ada di hadapannya. Matanya memanas, melihat makam yang baru kini dilihatnya. Alasannya tidak ingin melihat makam ini karena mentalnya masih lemah. Ia tak ingin menangis, karena Mamanya selalu mengatakan, jika lelaki tidak boleh cengeng. Bahkan di hari penguburan Mamanya, Jono hanya mengurung diri di kamar dan tak pergi ke pemakaman, sehingga baru kali ini ia melihat makam orang yang paling dicintainya.
Della mengelus punggung Jono, "Tante Sonya mau lo jadi kuat, bukan pura-pura kuat, Jon. Kalau lo mau nangis, nangis aja."
Air mata Jono menetes. Lelaki itu menatap sendu makam orang yang paling dicintainya selama ini. Wajahnya sangat murung, air mata terus menetes dari kedua mata merahnya, "Mama kenapa ninggalin Jono sendirian? Mama udah gak sayang Jono, ya?"
Pandangan Della terus tertuju pada Jono yang menangis di hadapannya. Orang banyak mengira Jono lelaki liar tanpa masalah, namun ternyata sebaliknya. Dibalik nakalnya lelaki ini, banyak luka yang dipendam. Selama ini, perbuatan itu telah menjadi tameng dari kesepiannya. Melihat wajah sendu Jono, membuat hatinya sakit tanpa alasan.
"Maafin Jono, Ma. Jono gak bisa tolong Mama, Jono cuma bisa ngelihat Mama dari jauh. Jono bodoh, Ma. Mama bilang Jono harus kuat, tapi nyatanya Jono gak kuat, Ma. Jono harus gimana..... Hiks..." Tangis Jono terdengar pada sepinya pemakaman, begitu terasa menyakitkan dan memilukan.
Tanpa sadar air mata Della menetes. Ia menghapus air matanya, lalu memeluk Jono dari samping, "Lo kuat, Jono. Buktinya lo bisa bertahan sampai sekarang. Pasti Tante Sonya bangga sama lo."
"Ma... berapa lama Mama nunggu Jono? Mama gak capek? Mama boleh pergi tenang sekarang. Jono gak akan menghindar lagi, Ma. Maaf, Jono masih belum bisa jaga Jessica, Ma." Jono memeluk erat Della, menyalurkan segala kesedihannya selama ini.
Dua tahun kehancurannya adalah perbuatannya sendiri. Ia tak ingin sakit dan jatuh disaat bersamaan. Namun, tindak menghindarnya justru membuatnya semakin terperosok ke lubang hitam. Meninggalkan dirinya yang dulu dan membuat diri yang baru.
"Jono, tabur bunga pertama lo," ucap Della sebari melepas pelukannya, diserahkan keranjang bunga di tangannya pada Jono.
Wajah Jono masih sembab, bahkan bahunya masih bergetar hebat. Ditaburkan bunga tersebut perlahan dengan penuh perasaan, lalu dielusnya makam itu, "Ma, suatu saat Jono bakal ke sana. Jadi, Mama harus tunggu Jono sampai saat itu datang." Kepalanya menunduk, lalu mencium makam tersebut cukup lama, bersamaan dengan air mata yang menetes pada makam tersebut.
Della dan Jono bangkit, pandangan Della tertuju pada Jono yang memalingkan wajahnya ke arah lain. Sepertinya lelaki itu malu memperlihatkan wajah sembabnya. Ragu-ragu Della bertanya, "Mau makan dulu?"
Kepala Jono menoleh, "Boleh. Ayo."
Keduanya berjalan meninggalkan area pemakaman. Di sudut area, seorang lelaki berdiri dengan hoodie dan masker di wajahnya. Sepertinya sejak tadi lelaki itu memerhatikan keduanya.
↪↩
Jono membawa Della ke restoran sop di dekat sana. Mereka memesan dua porsi sop dengan dua es jeruk. Wajah Jono masih terlihat sembab. Sejak tadi lelaki itu tak berani menatap Della di depannya dan terus mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Jono, please introduce your self," ucap Della tiba-tiba.
Pandangan Jono beradu dengan Della. Kini ia menatap bingung, "Hah? Kenapa tiba-tiba Bahasa Inggris?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Geeky Girl [TAMAT]
Teen FictionDella, seorang gadis culun yang tak pernah berani mengangkat kepalanya, tiba-tiba harus mengangkat kepalanya dan memberanikan diri menatap dunia luar. Orang-orang yang bahkan tak pernah ia bayangkan, dapat hadir di hidupnya. Sahabat, teman dekat, b...