'Will you be my girlfriend?'
↪↩
Malam ini udara dingin, musim hujan mulai datang membasahi Ibu Kota. Beberapa hari ini hujan datang tak diduga, sesekali bersama angin dan petir. Masyarakat mempersiapkan musim penghujan dengan membawa payung atau jas hujan kemanapun. Bisa kapan saja hujan turun, tanpa ada tanda-tanda dan tak pernah dapat dikira.
Rintikan air jatuh dari langit mulai terasa, langit semakin menghitam, siap menjatuhkan bebannya. Di balik kaca yang mulai basah, seorang lelaki menatap sendu. Setiap hujan turun, kenangan buruk pun ikut luruh. Dadanya sesak, menahan amarah dan kesedihan di waktu yang sama.
Cafe tengah kota itu mulai sepi, banyak orang tak keluar karena hujan. Hanya seorang lelaki pemilik cafe yang duduk diam menatap ke luar kaca.
Retakan masa lalu kini kembali lagi, membawanya hancur bersama kenangan pedih. Mengantarkannya pada masa lalu, dimana jiwa dan raganya hancur bersamaan.
Sembilan tahun yang lalu...
Anak umur sembilan tahun itu tersenyum menampakkan deretan gigi ompongnya pada sepasang suami istri di depannya. Ketiganya nampak sumringah, seperti membicarakan hal yang begitu seru.
"Rama suka sama salah satu cewek di sekolah nggak?" tanya wanita tiga puluh tahunan, wajahnya khas keibuan. Nampak lelah, namun tetap tersenyum.
"Nggak, Ma! Kata Papa gak boleh pacaran!" seru Rama cepat.
"Kalau suka sama wanita, itu wajar, sayang. Suka boleh, asal jangan pacaran. Gak ada yang larang kamu suka sama seseorang, kok," jelas lelaki dengan kumis tipis di atas bibirnya.
"Tapi, Pa, emang kalau suka gak boleh pacaran?" tanya rama bingung.
Ibram menatap anaknya lembut, diusap kepalanya, "Gak boleh, Rama. Wanita itu untuk dijaga, bukan dirusak."
"Kok bisa Rusak, Pa? 'Kan Rama gak apa-apain."
Ara tersenyum, "Kalau kamu pacaran, berarti wanita itu milik kamu, jadi kamu harus tanggung jawab sama dia. Kamu yakin bisa tanggung jawab dan kasih dia kebahagiaan?"
"Nggak, Ma. Rama belum punya uang."
"Nanti, kalau kamu sudah dewasa, kamu tahu, harus gimana. Mama yakin, kamu bisa jaga wanita yang kamu cinta." Ara memeluk sebentar Rama, lalu mencium pipi anak lelakinya, "Mulai besok kamu tinggal di rumah Bibi, ya?"
"Kenapa, Ma? Mama sama Papa mau kemana?"
"Papa sama Mama harus pergi jauh nanti, jadi kamu sama Bibi ya," tambah Ibram.
"Pergi kemana?"
"Ke luar Negeri, sayang. Mama belum tau kapan pulang, tapi Mama pasti kasih kamu kabar."
Malam itu dingin di luar, namun suasana di rumah begitu hangat. Keluarga kecil berbincang di depan perapian, membicarakan hal-hal kecil dengan senyum bahagia.
Esoknya, Rama dititipkan pada bibinya, tinggal dalam sepasang suami istri yang belum memiliki anak. Rama sangat disayangi, bahkan dianggap anak sendiri. Setiap hari Rama diberikan kabar oleh orang tuanya, tanpa ada hari yang terlewat, Rama menyempatkan berbicara pada kedua orang tuanya di telepon.
"Mama kapan pulang?" tanya Rama dari telepon. Belakangan ini ia lesu, merasa kesepian dan rindu pada kedua orang tuanya.
"Nanti ya, sayang. Kamu tunggu di sana, tiga hari lagi kita pulang," jawab Ara lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geeky Girl [TAMAT]
Teen FictionDella, seorang gadis culun yang tak pernah berani mengangkat kepalanya, tiba-tiba harus mengangkat kepalanya dan memberanikan diri menatap dunia luar. Orang-orang yang bahkan tak pernah ia bayangkan, dapat hadir di hidupnya. Sahabat, teman dekat, b...