'Jangan cuma jadi cowok berjanji manis, tapi harus bisa taruh cincin di jari manis.'
↪↩
"Ya Tuhan!" Bibir Della bergetar, matanya mulai berkaca-kaca. Tak disangka orang yang kini melindunginya adalah Jono. Lelaki tinggi dengan bahu lebar, menatap manis padanya, "Gi-gimana bisa?"
"Bisa dong. Surprise!" Jono mendekat pada Della, "Congratulation!"
Della tersenyum, menampakkan deretan giginya, kemudian memeluk Jono dengan sebelah tangan. Banyak orang yang memerhatikan mereka, membuat Della tak nyaman. Ketika pelukannya hampir terlepas, Jono menahannya.
"Anak muda sekarang terlalu bebas," sindir seorang wanita di dekat Jono.
Jono tersenyum sambil menatap wanita itu, "Bu, tunangan saya cantik, ya?"
Wanita itu tergelak, kemudian mengalihkan pandangan.
"Kamu gak boleh gitu," bisik Della pelan.
"Biarin. Katanya kita bebas, padahal udah terikat."
Della hanya tersenyum. Perlakuan frontal Jono yang sangat disukainya, karena ia tak akan bisa begitu. Jangankan membalas, untuk sekedar menatap orang tak dikenal saja masih sedikit takut.
Bus berhenti di halte selanjutnya, beberapa orang turun sambil membuka payungnya di pintu bus. Della hanya diam, ini bukan tempat pemberhentiannya. Namun, tangannya ditarik oleh Jono, membuatnya kaget hingga melotot.
Ketika turun, Jono merangkul bahu Della menuju kursi halte dan duduk di sana.
"Kenapa turun di sini? Masih jauh loh, Jon," tanya Della bingung.
"Sebelum ke rumah, aku mau cerita sesuatu. Ini alasan kenapa aku di sini."
"Ada apa?"
"Aku harus tinggal di Los Angeles entah sampai kapan."
Kedua mata Della sedikit melebar, sorot matanya sendu, "Kenapa?"
Jono menggenggam erat jemari Della, membawa kehangatan pada gadis itu lewat genggaman tangan besarnya, "Aku harus kuliah di sana, jaga mama sama Jessica."
"Terus kamu gak akan balik lagi ke sini?"
"Nanti, tunggu waktu yang tepat."
"Kapan?"
"Aku belum tau waktunya."
Lengang cukup lama ketika Della menatap rintiknya hujan. Padahal tadi ia berharap memiliki kenangan indah bersama Jono, ternyata malah kenangan pahit yang dirasakannya sekarang. Rasanya perih, seperti terjatuh dari ketinggian.
"Della, aku pasti pulang, tapi belum tau waktunya kapan." Jono memeluk erat gadisnya, wangi rambut itu selalu membuatnya tenang, "Bukan cuma kamu, aku juga pasti rindu."
Tak terasa setetes air mata turun membasahi pipi, jiwanya masih tak percaya ini adalah pelukan terakhir. Kepalanya langsung menyuruk di dada bidang Jono, "Jangan terlalu lama."
Pelukan itu terlepas, hangat tadi telah hilang. Mungkin seperti itu rasa sakitnya nanti. Pandangannya beralih pada Jono yang menyodorkan sebuah buku tulis padanya, matanya menatap bingung, "Itu apa?"
"Aku tulis ini buat kamu. Selama aku di sana, tulisan ini yang bakal temani kamu di waktu sendiri," jelas Jono sambil menyerahkan bukunya.
Buku tulis itu terlihat tebal dan tua, mungkin sekitar 2 sampai 3 tahun bukunya. Mengapa ia bisa tahu? Karena kertasnya sudah mulai menguning dan menunjukkan umurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geeky Girl [TAMAT]
Teen FictionDella, seorang gadis culun yang tak pernah berani mengangkat kepalanya, tiba-tiba harus mengangkat kepalanya dan memberanikan diri menatap dunia luar. Orang-orang yang bahkan tak pernah ia bayangkan, dapat hadir di hidupnya. Sahabat, teman dekat, b...