'Aku tak membenci hujan. Hanya benci kenangan yang ada ketika hujan.'
↪↩
Semalaman Jono terjaga, memandang wajah pucat gadis di depannya. Dalam hati berharap-harap, agar gadis itu segera membuka mata dan melihatnya lagi seperti dulu. Tatapan takut gadis itu padanya, sangat membuatnya rindu. Mengingat pertemuan pertama mereka begitu canggung, terutama ketika mendengar cara berbicara gadis itu.
Ketika itu Jono mengira Della tengah bermain drama, makanya dirinya bingung sekali saat gadis itu memakai bahasa formal. Namun, lama kelamaan bahasa itu melekat dalam pikirannya, menjadi candu dalam jiwanya. Saat sendiri ataupun bersama yang lain, sesekali logat formal itu muncul dalam benaknya, membuat dirinya ingin segera bertemu lagi.
Semakin sering mereka bersama, banyak hal yang Jono tau tentang gadis di depannya. Kepintarannya, kecantikannya, dan kesedihannya sangat menarik perhatian. Membuatnya ingin mengetahui lebih dalam tentang dia.
'Bangun dong, lo gak capek tidur terus?'
Jemarinya mengelus jemari putih Della, menunggu gadisnya bangkit dari mimpi panjang. Banyak hal yang ingin ditanya olehnya, namun belum sempat bertanya, makanya jika ada waktu malam ini, ingin sekali ia menanyakan pertanyaan-pertanyaan itu.
Tiba-tiba sepasang kelopak mata indah itu terbuka, menampakkan jelas kornea hitam yang begitu pekat. Tubuh Jono bergetar pelan, lelaki itu tersenyum lebar pada mata yang kini menatapnya, "Ada yang sakit?"
Della menggeleng, "Gak ada. Berapa lama gue pingsan?"
"Tadi lo pingsan jam 8 malam, sekarang jam 12 malam." Ditatapnya lembut wajah Della. Wajah yang sangat dirindukannya meski tak menatap dua hari.
"Gue pingsan 4 jam?!" mata Della membelalak kaget, "Lo gak pulang? Bukannya besok lo sekolah?"
Kepala Jono menggeleng, "Gue izin, ada yang lebih penting."
"Izin kemana?"
"Nemenin lo di sini." Diraihnya gelas berisi air di atas nakas, "Lo harus minum dulu, ternggorokan lo pasti kering."
Perlahan Della mendudukkan tubuhnya dengan bantuan Jono, lalu meminum air yang disodorkan Jono, "Thanks."
Beberapa saat Jono terdiam, bingung mengatakan apa yang ada di pikirannya. Ia takut hal ini malah membebani Della, terutama Della masih dalam proses pemulihan. Matanya melirik ragu pada Della, kemudian mengalihkan pandangannya.
"Ada apa?" tanya Della. Posisinya masih duduk, karna tak enak jika terus berbaring.
"Gue mau tanya sesuatu, tapi takut lo gak suka," balas Jono dengan kepala tertunduk.
"Tanya aja, gak pa-pa." Lengang sejenak, Della langsung menyela Jono, "Gue dulu yang ngomong."
Bibir Jono kembali bungkam, dipersilahkan untuk Della mengatakan sesuatu padanya.
Wajah pucat Della mendadak sedikit memerah, pandangannya lurus pada Jono, "Gue... Gak akan ngelepasin lo, Jon."
Jono melongo, tak percaya dengan apa yang dilihatnya, "Lo mau nikah sama gue?"
"Astaga!" Mata Della melotot, lalu memukul Jono dengan sisa tenaganya, "Padahal gua ngomong serius, lo masih bisa begitu. Heran!"
"Aduh, kalau gak mau nikah jangan mukul, dong. Bilang aja kalau mau langsung kawin."
"Jono!"
"Hahahahaha."
"Serius, Jon. Gue gak mau ngelepasin lo lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Geeky Girl [TAMAT]
Teen FictionDella, seorang gadis culun yang tak pernah berani mengangkat kepalanya, tiba-tiba harus mengangkat kepalanya dan memberanikan diri menatap dunia luar. Orang-orang yang bahkan tak pernah ia bayangkan, dapat hadir di hidupnya. Sahabat, teman dekat, b...