Bab 26 (Berpisah)

634 42 0
                                    

'AC di bus itu cukup dingin, namun keringat di dahinya masih mengucur.'

↪↩

LDKS tiba.

Seluruh murid kelas 10 telah berkumpul di lapangan, menunggu arahan guru-guru yang lain. Dari 8 kelas, 7 kelas nampak normal, pakaian mereka rapi dengan ransel besar berisi pakaian dan perlengkapan. Mereka akan melaksanakan LDKS selama 3 hari di Bogor. Namun, kelas di paling ujung terlihat sangat kacau. Pakaian yang mereka gunakan, terlihat kusut dan sepertinya tidak digosok. Baju yang mereka bawa sangat banyak, terutama anak perempuan. Itu adalah kelas 10 Perkantoran 1. Kelas yang paling berbeda dari kelas yang lainnya.

Lantas hal itu membuat Bu endah mengelus dada. Wanita kepala tiga itu sudah tidak dapat berkata-kata lagi, bahkan untuk sekedar menegur anak-anak itu pun tidak berselera. Semenjak kejadian skors, dirinya merasa tak suka dengan keberadaan kelas tersebut. Baru kali ini dirinya mendapati murid satu kelas dengan perilaku yang sama.

Pak Dedi, Kepala Sekolah SMK Kasih Sayang, berdiri di atas podium, menatap ratusan murid di hadapannya, "Anak-anak, sudah siap?"

"Sudah, Pak!" jawab murid dengan serentak.

"Baik, sebelum kita melanjutkan perjalanan, alangkah baiknya kita berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Berdoa, mulai."

Lapangan yang tadinya bising oleh suara, perlahan tenang. Kepala mereka tertunduk sedikit, sambil membaca doa dalam hati.

"Selesai." Pak Dedi mengusap wajahnya, "Dengan ini, LDKS tahun 2019, saya resmikan!"

"Wuuuuuuuu!" Murid-murid bersorak, teriakan paling kencang berasal dari 10 Perkantoran 1. Mereka begitu antusias, karna akan bebas dari pelajaran selama tiga hari.

"Masuk ke dalam bis dengan tertib, semoga kita dilindungi selama perjalanan, terima kasih." Pak Dedi turun dari podium, lalu berjalan menuju gerbang untuk menertibkan antrian.

"Ayo, Del," ajak Melly pada Della yang terlihat takut.

Sontak Della terkejut, lalu mengangguk. Ia tak pernah mengikuti acara besar seperti ini, alasan utamanya adalah ketakutan yang terus menghampirinya. Melihat begitu banyak orang, membuat tubuhnya bergetar.

Di belakang Della dan Melly, ada Rio juga Heri yang menjaga kedua gadis itu. Melihat ketakutan Della, membuat keduanya merasa harus menjaga Della.

Semua murid berdiri di luar sekolah, mereka menunggu namanya disebut pada setiap bus. Nama yang disebutkan acak, seluruh murid di setiap kelas akan dimasukkan ke dalam bus yang berbeda-beda. Maka dari itu, jurusan Perkantoran bisa saja bergabung dengan Akuntansi.

"Bus 1, Dellayu Putri."

Mata Della membulat, gadis itu menoleh pada Melly, Rio dan Heri di sebelahnya. Ketiga orang itu tersenyum, tidak dapat melakukan apapun jika sudah berbeda bus dengan Della. Meskipun mereka tak rela meninggalkan Della sendirian di sana.

"Dellayu, ada?" petugas memanggil sekali lagi, karna Della belum masuk ke dalam bus.

"Sa-saya!" Segera Della mengangkat tangan, lalu berjalan menuju bus 1. Ia menoleh pada ketiga temannya ketika berada di tangga bus, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam kendaraan besar tersebut.

Matanya menelusuri bagian dalam bus, baru beberapa orang saja yang masuk ke dalam bus tersebut. Pandangannya teralihkan pada sepasang bangku kosong di deretan depan. Ia menaruh tasnya di bawah jok, lalu duduk di dekat jendela. Alasan dirinya duduk di sana, karna dirinya tak harus menawarkan dirinya untuk duduk bersama, namun biar orang lain yang meminta duduk bersama. Duduk di dekat kaca, dapat menenangkannya.

Perlahan bus 1 mulai penuh. Murid-murid berbeda kelas mulai masuk. Mereka duduk di tempat yang masih kosong. Hingga saat terakhir, hanya tersisa satu bangku, yaitu di sisi Della. Gadis itu menghembuskan napas lega, ternyata dirinya dapat duduk dengan tenang.

"Sudah lengkap semua?" tanya petugas yang masuk dan berdiri di dekat kursi sopir.

"Maaf, Pak, saya habis beli minum." Suara berat anak lelaki terdengar, seiring langkah kaki naik ke dalam bus. Petugas langsung menolehkan kepalanya ke samping, dilihatnya anak lelaki dengan baju casual melangkah mendekatinya.

"Nama kamu siapa?" tanya sang petugas.

"Jono, Pak," balas lelaki yang notabenenya adalah Jono. Ketua geng Persetan dari kelas 10 Perkantoran 1.

Tubuh Della menegang, matanya menatap takut pada Jono yang berdiri dengan santai. Kepalanya menggeleng pelan, mencoba mengusir pikiran buruk yang mendatangi pemikirannya.

'Pasti ada bangku kosong di belakang.'

"Gak ada nama Jono di sini," ucap Petugas sebari meneliti absen.

"Jonatheil, Pak," ralat Jono. Matanya melirik ke setiap sudut bus, semua bangku telah penuh, ia melihat di barisan ketiga ada seorang perempuan menunduk dengan bangku kosong di sebelahnya. Ia mengalihkan pandangan sesaat pada petugas.

"Oh iya, ada. Kamu boleh cari tempat duduk." Petugas meneliti bangku di dalam bus tersebut, "Kayaknya udah penuh, cuma ada satu bangku di depan. Kamu mau duduk di sana?"

"Gak pa-pa, Pak." Jono tersenyum, lalu berjalan menuju bangku kosong itu. Tanpa melirik gadis yang tengah menunduk, ia menaruh tasnya di bagasi dalam bus, lalu duduk tanpa memedulikan gadis itu.

"Sudah lengkap, ya? Sebentar lagi kita melakukan perjalanan," ucap Petugas, lalu turun dari bus.

Murid-murid di dalam bus langsung saling bercengkrama, mencoba akrab dengan teman sebangku mereka. Banyak gadis yang memperhatikan Jono, terutama deretan depan. Biasanya mereka hanya melihat Jono dari jauh, namun kini mereka dapat melihat lelaki tampan itu dari dekat.

Della menahan ketakutannya, leangannya berkeringat dengan kondisi mengepal. AC di bus itu cukup dingin, namun keringat di dahinya masih mengucur. Dari ratusan murid SMK Kasih Sayang, mengapa dirinya harus selalu bertemu dengan jono? Padahal bisa saja dirinya bertemu dengan lelaki lain dan tak akan setakut ini.

Tak!

Ponsel Della terjauh, mengalihkan pandangan Jono yang tadinya tertuju pada layar ponsel. Dahinya sedikit berkerut, ia tidak bisa melihat wajah gadis di sampingnya karna rambutnya terurai. Tiba-tiba bulu kuduknya merinding, rasanya ada yang aneh dengan gadis di sampingnya.

"Lo gak pa-pa?" tanya Jono dengan sedikit ketakutan.

Della hanya mengangguk, ia terus menutupi wajahnya dengan rambut, kemudian menunduk meraba lantai bus untuk mengambil ponselnya. Sayangnya, kepalanya telah bersentuhan dengan jok depannya, membuat lengannya tak sampai ke bawah. Tubunya mundur sedikit lagi, lalu mencoba meraba lantai bawah, namun lagi-lagi tak bisa.

Melihat hal itu, membuat Jono geram, lalu mengambil ponsel yang tergeletak di lantai bus. Ia menyerahkan ponsel terebut pada gadis di sampingnya.

Dengan kepala tertunduk, Della mengambil ponselnya, "Te-terima kasih." Ia langsung menghadap kaca.

Jono berkedip beberapa kali, lalu mengulang lagi pendengarannya. Rasanya suara itu terlalu familiar di telinganya, membuat dirinya terkejut dan seakan tak percaya. kemudian memorinya memutar balik beberapa menit yang lalu, pergerakan gadis itu memang terlalu aneh untuk disebut normal, sepertinya dugaannya kali ini benar.

Dengan cepat Jono meraih pergelangan gadis itu dan menariknya, hingga wajah yang tertutup rambut tadi terlihat.

"Hah?"

↪↩

Love,

Tania

Geeky Girl [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang