'Hati... Mengapa bisa serumit ini?'
↪↩
Gibran dan Jono duduk tenang di teras villa. Mereka sibuk memainkan game tanpa memedulikan penculikan itu. Memang tak berpengaruh bagi mereka.
"Kalian gak nyari Kepala Sekolah?" tanya panitia yang berjaga di posko kesehatan.
"Ngapain juga. Gak ilang itu orang, cuma ngumpet doang." Jono menjawab tanpa melihat wajah panitia. Ia sibuk tefokus pada game.
"Dengan adanya insiden itu, apa kalian gak percaya ini benar-benar terjadi?" Panitia itu masih memaksa Gibran dan Jono untuk percaya.
"Insiden apaan, cuma begitu doang. Kita pernah diajak duel sama begal, biasa aja," sahut Gibran.
"Kalian jangan pengaruhi yang lain, ya! Awas!" ancam panitia tersebut. Ia sudah menyerah untuk meyakinkan kedua lelaki tersebut.
"Oke, asal jangan ganggu," balas Gibran.
"Pak! Pak! Tolong saya!" teriakan lelaki terdengar mendekat pada posko.
Panitia, Jono dan Gibran mengalihkan pandangan mereka. Terlihat Rio tengah menggendong Della yang pingsan, hal itu membuat Jono berdiri tegak karna terkejut.
Sementara itu, Gibran mengeraskan rahangnya, melihat Melly memeluk lelaki. Ia tak tahu, jika Melly tengah menangis.
Panitia itu mendekati Rio, lalu membawa Della masuk ke posko dan memeriksanya. Rio menatap cemas pada Della yang sangat pucat, sebelumnya ia tak melihat wajah Della sepucat ini.
Melly baru tersadar jika mereka telah sampai ke posko, lalu melepas pelukannya. Ia menghapus air matanya, "Sorry Her, baju lo basah karna air mata gue. Makasih."
Heri tersenyum, "Gak pa-pa."
Di kejauhan, Gibran terkejut melihat Melly menghapus air mata di pipi. Ternyata Melly menangis. Hal itu membuat dadanya sesak, seperti ada sesuatu yang disesalinya.
Panitia menghampiri lima orang di luar posko, "Kalian bisa lanjut pencaharian. Biar dia saya yang urus."
"Saya gak mau." Melly menggeleng, "Perut saya mual."
"Ya sudah, kamu boleh diam di posko," ucap Panitia.
"Ya udah, kita pergi dulu ya, Mel. Kalau ada apa-apa bilang." Rian pamit, lalu mengajak Rio, Heri dan Gilang untuk pergi.
Seperginya keempat lelaki itu, kepala Melly berdenyut sakit. Benar-benar sakit seperti tertusuk-tusuk. Ia memegangi kepalanya.
"Kamu kenapa? Kalau pusing ke dalam aja, yuk?" ajak Panitia sebari memegang bahu Melly.
Melly mengangguk, lalu berjalan pelan masuk ke posko. Sayangnya, baru dua langkah, tubuhnya langsung ambruk ke tanah.
"Minggir!" Gibran mendorong Panitia yang akan menggendong Melly. Ia menepuk pipi Melly, "Mel, bangun! Mel!" Dirasa tak dapat sadar, Gibran menggendong gadis itu dan membawa masuk ke dalam posko. Dibaringkan tubuh gadis itu di salah satu brankar yang ada di sana.
"Kamu khawatir boleh, tapi jangan celakain saya juga," sindir Panitia sebari mendorong tubuh Gibran menjauh dari Melly, "Awas, saya mau periksa dulu."
Gibran mengalah. Ia sedikit menjauh dari Melly. Pandangannya teralih pada Jono yang duduk menunduk di depan seorang gadis, sepertinya gadis itu juga temannya Melly. Ia bingung, sejak kapan Jono sekhawatir itu dengan seseorang?
Jono menggenggam jemari dingin Della. Ia menunduk sesal, bagaimana bisa seperti ini. Seharusnya ia bisa menjaga Della, bukan menemani gadis itu setelah terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geeky Girl [TAMAT]
Ficção AdolescenteDella, seorang gadis culun yang tak pernah berani mengangkat kepalanya, tiba-tiba harus mengangkat kepalanya dan memberanikan diri menatap dunia luar. Orang-orang yang bahkan tak pernah ia bayangkan, dapat hadir di hidupnya. Sahabat, teman dekat, b...