'Cinta sama benci itu tipis, ya, Bang. Yang dulunya sangat cinta, bisa jadi sangat benci. Kayak lo.'
↪↩
Della mendudukkan tubuhnya di kursi belajar. Punggungnya bersender sempurna di senderan kursi. Sejak sampai di rumah hingga saat ini, dirinya masih terngiang dengan perkataan Melly.
'kalau ngomong gak lihat mata lawan, bukannya itu gak sopan, ya?'
Memikirkannya saja sudah membuat kepalanya sakit. Biasanya ia tak terganggu dengan ucapan siaapun. Tapi, ucapan kali ini sangat mengusiknya. Padahal di dalamnya tidak terasa unsur mengejek atau menjelekkannya, namun dapat meruntuhkan kepercayaan dirinya.
Drttt... Drttt...
Ponselnya bergetar, menandakan telpon masuk. Matanya sedikit melebar ketika tahu Melly lah yang menelponnya. Ia dan teman kelompoknya telah bertukar nomor sebelum pergi ke pabrik.
"Ha-halo?" ucapnya kaku. Sebelumnya tak pernah ada teman yang menelponnya tanpa meminta izin darinya.
"Maaf."
"Untuk apa?" Della memelankan suaranya saat mendengar suara bergetar Melly.
"Masalah kemarin, gue minta maaf."
"Eh? Tidak apa-apa. Saya baik-baik saja."
"Maaf."
"Tid-" Perkataan Della kembali menggantung, karna sambungan terputus.
'Mengapa dia suka sekali memotong ucapan orang lain?'
Lengannya menaruh kembali ponsel di atas meja. Matanya menatap lurus pada beberapa buku di atas meja belajarnya. Di dalamnya telah ada PR yang harus dikerjakannya.
"Mengapa malam ini saya tidak bersemangat?" gumamnya pelan, lalu bangkit dan berjalan keluar kamar.
↪↩
Srakk!
Rama membuang sampah plastik ke tong sampah. Matanya melihat ke sekitar cafe, siapa tahu ada yang tertinggal.
"Sip!" serunya pelan, lalu berjalan meninggalkan cafe yang telah terkunci rapat. Jalanan masih terang, beberapa penjual kaki lima baru membuka dagangannya. Seharusnya ia juga tak menutup cafe, namun masih ada pekerjaan lain yang mengganggunya.
Di sepanjang jalan, lelaki itu bersenandung kecil, mengikuti irama lagu yang keluar dari earphonenya. Hanya lagu yang dapat menenangkan dirinya dan mengalihkannya dari segala permasalahan di hidupnya.
Semua orang pasti punya masalah. Karna, hidup adalah masalah dan masalah itu harus dihadapi.
Hembusan napas lelah Rama terdengar, "Sebanyak apapun gue ngehadapin masalah, masalah itu gak akan selesai."
Jika ada yang menjual obat penyelesaian masalah, mungkin Rama akan membelinya, tak peduli mahalnya obat itu.
Ting!
Pesan masuk ke ponsel Rama. Rama membukanya dan melihat pesan masuk dari Bibinya.
From: Bibi
Bibi cuma bisa bantu setengah. Kamu bisa bayar setengah lagi, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Geeky Girl [TAMAT]
Ficção AdolescenteDella, seorang gadis culun yang tak pernah berani mengangkat kepalanya, tiba-tiba harus mengangkat kepalanya dan memberanikan diri menatap dunia luar. Orang-orang yang bahkan tak pernah ia bayangkan, dapat hadir di hidupnya. Sahabat, teman dekat, b...