THE BILLIONAIRE'S PRINCE -
[ Bad Habit II - 07 ]
NORMAL POV
"Siapa namamu?" Gadis kecil itu memutari tubuh pria di hadapannya. Papah gadis itu hanya tersenyum maklum menatap Putrinya yang terlihat bersemangat. Putrinya bersedekap, mengangkat dagunya. Ia mengentuk-ngetukkan jari di permukaan meja kerjanya. Berharap Putrinya akan cocok bersanding dengan menantu yang Ia idamkan.
"Xavier Servio Elbarack," tukas pria itu. Meskipun suaranya terdengar dingin. Namun mampu membuat gadisnya bergidik merasa tertarik. Suara berat memang salah satu pesona ampuh untuk para kaum hawa bukan?
"Kenalin aku Alea, Putrinya Papah Willos." Alea mengulurkan tangan. Tanpa menunggu lama, Xavier membalas uluran tangan gadis kecil dihadapannya.
"Kamu lebih cantik dibanding foto, ya," puji Pria itu, ia berkata yang sejujurnya.
Gadis itu mengangguk cepat. Bangga pujian pria tampan dihadapannya. Haruskah Xavier mengungkapkan perasaanya? Bahwa ia jatuh cinta pada pandangan pertama untuk gadis kecil ini. Umur? Siapa peduli? Apa yang ia sukai, akan mutlak menjadi miliknya.
- oOo -Ferran memainkan handphone yang Ia genggam. Ia tengah menidurkan kepalanya di paha Della. Sesekali tangannya terulur mengusap pipi Della. Benarkah ia mengganggap Della hanya sebatas teman tidur? Lalu, mengapa jantungnya berdetak lebih cepat ketika bersama Della? Ia takut satu hal, takut kehilangan Della. Meskipun, ia mencoba menepis kuat rasa cemas dalam dirinya. Karena, Ferran benci jika dirinya ditaklukan. Sikap dominan dirinya berteriak tak terima. Kenapa dirinya harus jatuh hati? Wanita itu objek, objek sex dirinya. Sial!
Ia bangkit dan mengambil paksa novel yang Della baca. Ia menautkan keningnya, Ferran membuang novel tersebut. Satu tangannya mengangkat pinggang Della. Hingga, posisi tubuh Ferran berada tepat di atas tubuh Della.
"Ferran, kamu kenapa?" tanya Della. Ia mengulurkan tangan memeluk leher Ferran.
Seolah tersadar, Ferran bangkit dan duduk di pinggiran tempat tidur. Meremas rambutnya frustasi.
Ada apa dengan dirinya?Drrttt
Drrrrttt
Drrttt
Bunyi dering dari ponselnya membuyarkan seluruh pemikiran Ferran. Ia meraih handphone yang sebelumnya ia hempaskan ke tempat tidur. Untuk apa Papanya menelpon disaat seperti ini?
"Halo, Papa? Putramu yang ganteng banget sedang berbicara. Luwak white coffe? Passwordnya?"
"Ferran bacot, sekarang ke kantor Papah!"
Ferran menjauhkan handphonenya dari telinga. Sial, ia mengeraskan volume suara dan papanya berbicara dengan volume tinggi.
"Passwordnya mana, Pa? Belum jawab Ferran nggak akan kemana-mana."
"Inget nggak Papah lagi proses perbaikin kartu keluarga? Jangan macem-macem ya Ferran, namamu bisa ilang."
Benarkah Papahnya berniat memperbaharui kartu keluarga? Mengapa? Apa masa berlaku kartu tersebut sudah mencapai batas? Ferran menggelengkan kepalanya, tidak perlu memikirkannya! Ia bangkit, wajahnya menatap datar pada Della.
"Gue pergi," pamitnya. Entah, Ferran memupuk rasa bersalah di hatinya untuk Della.
- oOo -
Suara mobil Ferran yang begitu berdebum di udara membuatnya semangat memacu dengan cepat. Ia memutar setir mobil dengan satu tangan. Memarkirkan mobil sempurna. Setelah itu, mengukir senyum kemenangan."Kayaknya gue butuh mobil baru, deh," tandas Ferran.
Ia mendengus pelan, bagaimana caranya menggoda Papanya untuk mengganti mobil? Pasalnya, mobil-mobil pribadinya telah bersusun hampir memenuhi area parkir mansion rumahnya. Bahkan, ada beberapa di area apartemennya yang tak tersentuh sama sekali. Ya, hobbynya mengoleksi mobil sport. Apalagi, jika ada warna baru yang diluncurkan. Ferran akan memilikinya sebulan sebelum mobil tersebut benar-benar rilis di Indonesia.
Ia melangkahkan kaki memasuki kantor Papanya. Tangannya memutar-mutar kunci mobil di jarinya. Ferran menekan tombol lift lantai atas, dimana ruang kantornya berada.
Bunyi 'Ting' peringatan bahwa ia telah sampai di lantai tujuan membuat Ferran tersenyum senang. Ia berjalan di koridor Papahnya.
Mata sipit Ferran membola ketika dengan jelas melihat wanita yang berdiri mengekori Papahnya keluar dari ruangan.
"Fuck!" umpatnya tanpa sadar. Ia membalikkan tubuh bersembunyi di balik tembok. Dengan jantung berdegup kencang, ia merogoh saku celana jins celana yang ia kenakan tak sabar. Menekan tombol, memanggil kontak Papahnya.
"Halo, Pah. Maaf ya Ferran kejebak macet jadi nggak bisa kekantor Papah."
"Nggak apa-apa, Papah ngerti kok Ferran."
"Makasih, Pah."
Ferran yang menunduk kini mendongkak, mulutnya menganga begitu menatap papahnya yang telah berada dihadapannya. Handphone di genggamannya yang masih bertengger di telinga kanan terjatuh.
Ini papahnya ahli sulap atau bagaimana?
"Macet?" ulang Kenzo, memainkan alisnya. Mata Ferran melirik wanita di samping Papahnya. Keduanya terpaku. Demi apa, kenapa ia harus bertemu teman tidur kantor Papahnya?
Permainan panas mereka di atas ranjang, terputar di memori Ferran.
"Ini sekertaris baru Papah," ujar Kenzo memperkenalkan wanita yang menjadi fokus anaknya.
"Namanya Nia Triaharno."
Ferran mengulurkan tangan menjabat tangan wanita itu. Sial, kenapa Nia nampak lugu saat ini? Nalurinya ingin segera membawa perempuan liar ini ke tempat tidur. Ah, adrenalinnya terpacu.
"Ferran," ujar Ferran.
"Ayo ikut Papah." Ferran dan Nia melangkahkan kaki bersama mengikuti langkah kaki Kenzo.
Ferran tersenyum nakal. Ia mengulurkan tangan, meremas bongkahan kenyal bokong Nia. Nia terkejut, ia menghentikan gerakannya. Ferran mengedipkan satu mata.
"Ada apa, Nia?" Kenzo menoleh dan bertanya pada Nia. Merasa ada yang aneh dari gelagat sekertarisnya.
Nia menggelengkan kepala pelan. Menelan ludah susah payah. Sialan, Ferran benar-benar membahayakan diri mereka berdua!
Dan selalu, Saya harap kalian menikmati cerita inii..
Spam komen for next UP ya!!
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BILLIONAIRE'S PRINCE [END]
Lãng mạnFerran Widjaya Pratama, dia pria beragam warna, mudah terseyum, humoris dan penuh perhatian. Terjebak dalam dunia masa lalu yang kelam, membuatnya sulit merasakan kembali jatuh cinta hingga kadang kala melakukan one night stand demi memuaskan nafsu...