[ TBP - 39 ]

12.1K 1.4K 270
                                    

-THE BILLIONAIRE'S PRINCE -


[ SECRET - 39 ]


NORMAL POV






Lemparan kulit kacang mengenai pelipis Ferran. Pria bertubuh jangkung tersebut terkesiap. Ia mendongkak, menyorot tajam pelaku dari pelempar benda itu. Dion, sahabatnya yang berstatus Papa muda itu menatapnya datar.

"Apaan sih, Dion," keluhnya, melayangkan protes. Ia bahkan melempar kembali kulit kacang itu.

"Lo kenapa lagi? Mabok? Minum aja nggak," balas Dion, ia menguyah kacang di mulutnya. Menepuk tangan membersihkan remahan.

"Menurut lo, jatuh cinta diwaktu yang salah itu gimana?" tanya Ferran, Dion tergelak. Ia tertawa keras atas pertanyaan absurd Ferran.

"Cuma istilah doang buat orang-orang kaum lemah yang nggak mau berjuang. Lihat gue, Ferran. Lo tahu siapa lawan gue? Leonard. Gue sih ngerasa jatuh cinta sama orang yang salah. But, I make it right. Yang salah itu harus dibenerin, bukan di tinggalin buat nyari kesalahan lain." Dion mengambil ponselnya di meja, juga memasukkan kunci mobilnya ke saku celana.

"Gue pulang dulu, istri gue nungguin soalnya," lanjut Dion, pria itu memasang jas hitam miliknya, segera bergegas meninggalkan apartemen Ferran.

Pria itu masih larut dalam pemikirannya yang kalut. Ada benang kusut yang bergulung di otaknya. Ia memainkan kacang di hadapannya.

Jika diibaratkan kacang, saat ini Ferran mempertahankan kulit luar. Terlalu takut merusak, sedang didalamnya ada dua yang bisa Ferran konsumsi. Haruskah ia melindungi Alea dengan membentengi diri?

Tidakkah ia memiliki hak untuk berbahagia juga? Bisakah, sekali saja Ferran bertindak egois? Mementingkan egonya sendiri?

- oOo -

Salwa menyaksikan berita gosip di layar televisi, sudah berapa bulan dirinya tak menonton? Ah, terlalu malas atas berita-berita simpang siur, ia lebih memilih membaca novel. Namun, rasa bosannya pada tak dapat ia pungkiri lagi.

"Kamu itu sebenernya kenapa? Udah ngehela nafas beratus kali," tegur Arga. Kakaknya membawa segelas es teh. Salwa meminumnya sekali teguk. Ia haus, haus akan kasih sayang -coret- artikan secara harfiah.

"Aku dipecat," ungkap Salwa. Setidaknya, jika besok dirinya tidak kekantor, Arga tak perlu menanyakan alasannya lagi. Ia tidak ingin menutupi apapun dari Arga.

"Wajar sih, atasan kamu itu udah baik banget nerima kamu," sanggah Arga, mengangguk-ngangguk paham.

"Hibur aku dikit dong! Kayak bukan Kakak kandung aja sih," protes Salwa, bibirnya mengerucut. Tumben sekali Adiknya bertindak imut. Arga terulur, ia tertawa kecil sembari mengusak rambut Salwa.

Suara ketukan pintu mengalihkan atensi keduanya, Salwa menaikkan alis tanda dilanda kebingungan.

"Kakak buka du-" Salwa menahan pergelangan tangan Arga, ia bangkit memberi isyarat bahwa dirinya saja yang membuka pintu. Arga mengedikkan bahu.

Wajah Salwa yang tersenyum mendadak memudar. Nampak pias kala melihat sosok tamu yang mengunjungi dirinya. Ia hampir menutup kembali pintu rumah. Namun, kaki jangkung dari pria tersebut mengganjal di area bawah.

"Kok kamu gitu sih nerima tamu." Ferran, pria tersebut melayangkan protes. Wajahnya memancarkan aura cerah.

"Bapak ngapain kesini?" 'Judes' satu kata itu mewakili sikap Salwa sekarang. Ferran terkekeh, ia melangkah masuk ke ruang tamu Salwa tanpa persetujuan dari sang pemilik rumah.

THE BILLIONAIRE'S PRINCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang