[ TBP - 29 ]

13.3K 1.5K 322
                                    

-THE BILLIONAIRE'S PRINCE -


[ RIVAL II - 29 ]

NORMAL POV





Salwa menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia menyapu bersih lantai satu dimana karyawan masih sibuk berlalu-lalang. Biasanya, pukul lima sore lantai satu akan sepi karena beberapa karyawan sudah pulang. Namun, berbeda dengan beberapa hari belakangan ini. Mengejar target proyek membuat mereka harus lembur seharian.

Ia mendorong pintu kaca, matanya menangkap jelas seorang pria yang menyenderkan punggungnya di pintu mobil dan tangan dilipat di dada.

"Kak Riffat?" Entah, suara Salwa cukup antusias.

"Aku udah nunggu sekitar dua puluh menit. Mau pulang bareng nggak?" tanya Riffat, dia membuka pintu mobil depan untuk Salwa.

"Aku udah hubungin Kak Arga, dia bilang nggak apa-apa kalau aku jemput kamu," lanjutnya, mematahkan keraguan Salwa.

Di dalam mobil, ekor mata Salwa sesekali melirik Riffat yang fokus mengemudi.

"Kak Riffat beneran masih suka aku? Nggak mungkin banget deh." Salwa membuka percakapan dengan pertanyaan yang memenuhi otak dan hatinya.

Riffat menoleh sekilas, ia memilih menghentikan laju mobil yang ia kendarai. Memarkir tepat di depan sebuah toko buku.

Riffat melepas setbealt yang ia gunakan, membalikkan tubuh agar menghadap Salwa. Tangannya terulur menarik jemari Salwa. Meletakkan telapak tangan tersebut di dada kirinya.

"Aku bingung mau ngebuktiin pakai cara apa. Yang jelas, kamu ngerasain kan? Gimana detak jantung aku menggila karena kamu?"

Salwa bisa merasakannya. Detakan jantung Riffat memang cepat, nyaris tak berjeda.
Keduanya melempar pandang lurus satu sama lain.

"Kamu nggak perlu terburu-buru buat mutusin. Santai aja, kamu dengan pemikiran kamu dan aku dengan perjuangan aku buat kamu,"

"Berjuang sendiri emang sakit. Tapi, apa salahnya mencoba?"

Bibir Salwa keluh, tak mampu merespon ucapan penuh arti dari Riffat. Ia menggigit bibir bawahnya menahan diri agar tak bertindak gegabah.

"Kalau ternyata perjuangan Kakak nggak sesuai sama harapan gimana?"

Riffat menyampirkan anak-anak rambut di wajah Salwa.

"Nggak masalah, inti dari berjuang bukan apa yang Kita dapetin di akhir. Tapi, apa yang Kita alamin selama prosesnya."

Apakah jawaban itu sudah cukup bagi Salwa? Ia sejujurnya takut membuka hati lagi. Terutama pada Riffat. Yang pernah meninggalkan dirinya.

- oOo -

Ferran, Stev, Cleo, Dion dan Aldin duduk di satu meja yang sama. Mereka fokus pada satu objek. Yaitu, seseorang yang tengah membaca pidato diatas panggung kecil.

"Gue nggak nyangka ya, ternyata kita semua di undang di acara yang sama," tandas Aldin.

"Gue juga kaget, emang dia siapa sih? Kok bisa kenal keluarga gue?" tanya Dion penasaran.

"Imelda kan? Imelda Triansyah. Katanya dia baru pulang sehabis pelulusan di Oxford," sahut Stev memberi informasi.

"Cantik sih, menurut lo gimana Fer?" Cleo melirik Ferran. Sahabatnya tersebut fokus memutar-mutar gelas di genggamannya.

Tumben sekali sahabatnya yang satu ini tak bersemangat. Padahal mereka tengah membahas tentang masalah wanita.

"Fer, woy!"

THE BILLIONAIRE'S PRINCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang