[ TBP - 31 ]

12.6K 1.6K 323
                                    

DOUBLE UP!!!

-THE BILLIONAIRE'S PRINCE -


[ WHO - 31 ]


NORMAL POV


Retina mata hitam legam itu menyorotnya tajam. Gadis yang menjadi objeknya perlahan melangkah ke belakang penuh keragu-raguan. Di benaknya begitu banyak pertanyaan yang tak ia ungkapkan. Dirinya mungkin akan berakhir mati penasaran.

"Salwa, berhenti." Perintah tersebut terdengar tenang, dalam dan tak terbantah.

Salwa menghentikan gerakannya, dirinya seolah terhipnotis oleh aura intimidasi yang ciptakan atasannya. Dalam hati, Ia mengumpati pemuda tersebut. Ferran, apakah dirinya pengidap kepribadian ganda? Bagaimana mungkin ada pria seperti dirinya. Yang mampu mengubah atmosfer secepat ini. Salwa bahkan tidak berkutik.

"Saya nggak suka kamu ngomong kayak tadi." Ferran memutari meja kerja dan duduk. Tangannya bersedekap, Ia mengedikkan dagu. Memerintah Salwa berdiri di hadapannya.

"Jangan bahas pria manapun kalau kamu lagi sama saya."

Sepertinya, Ferran bukan pengidap alter ego. Hanya saja, tingkat kewarasan pemuda itu yang perlu di pertanyakan. Aneh-aneh saja, memang Ferran siapa? Bukan siapa-siapa selain atasan dirinya.

Kenapa Ferran membuat situasi mereka berdua lebih rumit dengan deklarasi seperti tadi? Lucu, Ferran bertindak seolah keduanya terlibat dalam hubungan tak kasat mata.

"Saya nggak suka," sambung Ferran lagi. Ia tak mengalihkan dunianya dari Salwa.

Salwa ingin meneriaki atasannya tersebut. Ia lebih tidak suka diperlakukan seperti ini.

Ferran terlalu abu-abu untuk di telusuri lebih jauh. Pemuda itu, memiliki aura kelam. Senyum menawan dan sikap dermawan. Tapi, perpaduan kedua sikapnya itu bertolak belakang. Salwa menyakini satu hal, sikap Ferran aneh.

"Silahkan keluar," pinta Ferran, Salwa menunduk hormat dan melangkah meninggalkan ruang kerja Ferran. Ia mengembuskan nafas lega.

"Dimarahin Pak Ferran?" Nurul bertanya ketika melihat kondisi memprihatinkan dari Salwa.

"Nggak kok." Salwa tersenyum. Ia menempatkan diri di kursi.

"Bantu aku ngetik ini, ya. Kita bagi dua biar cepet tuntas."

Nurul menyerahkan kertas berisi beberapa dokumen data keuangan. Guratan wajahnya nampak begitu lelah, membuat Salwa meringis merasa tak enak. Entah mengapa Ia merasa Ferran tak terlalu menyulitkan dirinya dalam pekerjaan.

Ia dengan senang hati membantu Nurul, karena itu bagian dari tugasnya juga. Ia menyalakan komputer kerja, memasang kacamata dan fokus pada kerjaannya.

- oOo -

Alarm jam makan siang berdering di handphone Salwa. Ia melepas kacamata yang ia gunakan. Memijat pangkal hidungnya, ia menoleh pada Nurul, gadis tersebut masih sibuk mengetikkan beberapa kalimat. Ah, Salwa sudah tak sanggup. Cacing-cacing diperutnya telah berdemo ingin diberi nutrisi.

Suasana kantor sebelumnya sunyi, karena para karyawan larut pada kerjaan mereka masing-masing. Kini, tampak ramai dan beberapa dari mereka berlalu-lalang disekitar lantai satu.

Salwa menghembuskan nafas pelan, dirinya mendorong pintu kaca perusahaan. Berniat mengisi perut yang lapar di kedai depan kantor.

Untung saja, kedai tersebut masih sepi. Karena, para pekerja lain memilih rumah makan di sebelah gedung ini.

Salwa duduk di meja bernomor dua belas. Setelah memesan menu pada pelayan. Ia memainkan handphonenya sekedar untuk menghilangkan rasa bosan saat menunggu.

THE BILLIONAIRE'S PRINCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang