[ TBP - 42 ]

10.1K 1.2K 244
                                    

-THE BILLIONAIRE'S PRINCE -


[ Insiden - 42 ]


NORMAL POV





"Mau yang rasa strawberry atau coklat atau rasa kenangan mantan?" Kedua daun telinga memerah, pucuk hidung memerah, bibir manyun dan mata bengkak.

Salwa masih dalam dunia keterdiaman dirinya. Gadis tersebut mengambil kotak susu yang diletakkan di meja oleh Riffat. Memilih susu dengan rasa coklat.

"Ternyata cewek kalau abis nangis emang jelek ya," ledek Riffat, ia mengusap dagu sembari menangguk-nggangguk. Salwa terlihat kesal. Ya, ia mengakui bahwa eyeliner yang dan maskara yang ia kenakan untuk menunjang penampilan dirinya pasti meluber.

Tapi, bukan kah sebagai pria jantan Riffat memberinya sedikit hiburan?

Riffat menempatkan diri di hadapan Salwa, lutut kedua insan tersebut bahkan saling bersentuhan satu sama lain.

"Karena kamu jelek pas nangis, aku janji nggak bakal buat kamu nangis," lanjut Riffat.

Ia mengulurkan tangan, membersihkan wajah Salwa dengan jempolnya. Kemudian menggenggam erat tangan Salwa.

"Apa pun masalah kamu, dateng sama aku. Sendirian selagi kamu sakit pasti nggak enak, kan?" Salwa terpukau pada Riffat.

Namun, hati dan pikirannya justru jauh melayang bersama pria lain. Salwa bahkan membenci dirinya yang seperti ini.

Salwa tak ingin mempermainkan Riffat, haruskah ia mengatakan hal itu sekarang?

"Aku suka sama atasan aku, Ferran." Kalimat tersebut adalah kalimat yang terlontar sejak beberapa saat memilih diam.

Salwa sempat merasakan ketegangan dari Riffat. Rasa bersalah kian membukit, kala Riffat tersenyum menanggapi ucapannya.

- oOo -

"Jadi... Lo beneran suka sama Ferran. Udah gue duga sih." Perempuan berambut panjang dengan wajah mulus bak titisan Dewi Aprodhite itu memasukan sepotong kentang ke dalam mulutnya.

"Gue harus gimana, Din?" tanya Salwa, menatap Adinda, sahabatnya dengan penuh frustasi.

Cuaca sore hari yang cerah begitu mengejek kegundahan Salwa. Seolah langit tak ikut berpartisipasi.

Dinda memutar-mutar cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya. Sesekali berlian kecil di tengah cincin itu bersinar terkena pantulan cahaya.

"Jangan kayak gue, deh. Lo tahu kan gimana kehidupan gue setelah nikah? Gue belum hamil, gue nggak bisa bener-bener bebas. Karena salah milih pasangan hidup," ujar Dinda. Ia menggedikkan bahu.

"Leo masih sama?" Salwa menyelipkan anak poni rambutnya ke belakang telinga.

"Kemarin dia nonjok cowok yang nggak sengaja gue tabrak. Cowoknya itu bantu gue bangun malah langsung dihajar abis-abisan." Salwa nampak tertarik. Ia memajukan kursinya, berniat mendengar lebih banyak tentang cerita Dinda.

"Tulang rahang retak, kalau nggak jalur damai mungkin sekarang Leo udah di pengadilan. Didakwa jadi pelaku penyerangan." Mata Salwa berkedip dua kali.

Leonard pria berstatus suami sahabatnya itu sudah berada diluar ruangan. Ia dapat melihat Leonard dengan jelas, dinding kaca tak menghalangi apapun.

Ide jahil bertebaran di otak Salwa. Tiga langkah lagi hingga Leonard sampai ditempat. Salwa berpendapat dari jarak sedekat itu pastilah Leonard bisa mengetahui isi percakapan mereka.

THE BILLIONAIRE'S PRINCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang