[ TBP - 36 ]

12.1K 1.5K 610
                                    

-THE BILLIONAIRE'S PRINCE -


[ Pengakuan - 36 ]

NORMAL POV






Apartemen mungkin menjadi tempat favorite bagi pria muda yang ingin mencari tempat persinggahan tanpa takut tersorot kamera. Ferran sibuk menatap layar handphonenya, mencari berita mengenai seseorang. Ia berbaring dilantai ruang tengah apartemennya. Kaki kirinya menyangga kaki kanan. Dengan toples cemilan yang mengapi di ketiak pemuda itu.

Cleo menggelengkan kepala melihat pose Ferran. Sepertinya, pemuda itu melupakan fakta umur. Yang sebentar lagi akan menginjak angka tiga.

"Fer," panggilnya. Ia menendang tulang kering Ferran berkali-kali.

"Hm," jawab Ferran, masih terpaku pada ponsel di genggamannya. Ia bahkan tak melirik Cleo sama sekali.

"Ferran," panggilnya sekali lagi.

"Apasih?" Ferran sedikit risih, okay. Cleo mengusik konsentrasinya.

"Lo nggak pulang? Gue mau tidur. Lo ganggu jam tidur gue," ujar Cleo.

"Fuck, mentang-mentang gue nyuruh anggap apartemen sendiri malah bener-bener lo anggap apartemen sendiri. Ya, ntar ini gue mau pulang!" sengit Ferran.

Cleo memang sedang bermasalah dengan orangtuanya. Hingga, pria itu mau tak mau mencari tempat untuk melarikan diri.

Apartemen Ferran adalah tujuan terbaik. Selain bersih, makanan dirinya juga terjamin di sana. Apalagi, pelayan Ferran di rumah ini tak main-main dalam menyiapkan makanan.

Ia memanfaatkan dengan baik kesempatan mendapat pelayanan hotel bintang lima secara cuma-cuma. Apalagi, dirinya hanya beraktifitas dimalam hari.

"Tidur kok pagi-pagi gini." Ferran bangkit dari posisinya. Ia mengambil jaket jins miliknya.

"Gue emang tidur pagi. Malem baru kerja," ujar Cleo. Karena, bar hanya beroperasi saat malam.

"Menurut lo, Riffat ada kemungkinan bakal bangkrut nggak?" tanya Ferran, ia memicing menatap Cleo. Berharap jawaban sahabatnya bisa memuaskan api yang berkobar dihatinya.

"Nggak mungkin bego, ngotak dong, Fer." Cleo melempar remot di genggamannya tepat melayang di pelipis Ferran.

"Sakit setan!" desis Ferran, mengaduh nyeri di pelipisnya. Kenapa orang-orang suka sekali menyiksa dirinya?! Dia bukan pria masokis!

"Lo jangan ngomong nggak baik gitu. Saingan mah saingan aja. Cara lo nggak elit kalau main jatuhin lawan kayak itu. Cemen, sunat abis aja itu biji lo."

Ferran menjepit selangkangannya mendengar ucapan Cleo. Membayangkannya saja membuatnya bergidik.

"Parah lo," geram Ferran. Ia mencari kunci mobilnya di dalam jaket. Ferran mengernyit, tak menemukan benda tersebut.

"Lo lihat kunci mobil gue nggak?"

"Mana gue tahu."

"Mampus, gue nggak tahu nyelip kemana." Ferran menepuk jidatnya. Semalam setelah pulang dari bar perasaan ia yang mengemudi mobil. Sayangnya, ia langsung tertidur setelah itu. Ferran mencoba mengingat sesuatu, namun otaknya tak kunjung menerima pencerahan.

"GUE PAKAI MOBIL FERRARI LAFERRARI! SIAL..." teriak Ferran tak terima.

"Tumben lo ceroboh, mau gimana lagi. Ikhlasin aja mobilnya."

"Seinget gue, gue nyimpan pemberian seseorang di sana. Nggak bisa gue ambil lagi dong!"

"Lah, gue kira lo mikirin mobilnya."

THE BILLIONAIRE'S PRINCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang