[ TBP - 23 ]

13.6K 1.7K 314
                                    

- THE BILLIONAIRE'S PRINCE -


[ Pengalaman Baru - 23 ]

NORMAL POV






Waktu berlalu dengan cepat, tidak terasa sudah sebulan sejak kabar mengenai pesawat ramai di kalangan warga. Kini, tim SAR memutuskan mengentikan pencarian. Medan yang sulit, juga faktor beberapa anggota yang terluka membuat Presiden menyudahi semuanya dan memberi ultimatum pada keluarga yang ditinggalkan agar diberi kesabaran penuh.

Ferran tersenyum kala mendapat satu pesan masuk dari Alea. Alea mengatakan akan datang membawa makan siang untuk dirinya. Entah sejak kapan hubungannya dengan Alea semakin erat. Alea juga lebih banyak tersenyum belakangan ini.

Ferran meletakkan ponselnya ke meja. Memperbaiki posisi duduk, mendorong kursi agar lebih menempel pada meja kerjanya. Ia menekan tombol di telepon kantor.

"Salwa, masuk keruangan saya," suruh Ferran. Ia berbicara tepat di depan telepon tersebut.

Salwa menoleh pada Nurul ketika mendengar perintah Ferran. Nurul mengusap punggungnya. Memberi kesabaran pada gadis tersebut. Ferran memang sering kali mengerjai dirinya.

Salwa mengetuk pintu tiga kali. Ia menekan knop kala atasannya itu memberinya akses untuk masuk.

Salwa melangkah masuk keruangan. Masih pagi, kesabaran Salwa berada di tingkat teratasnya. Diibaratkan nomer, berada diangka sepuluh. Angka tertinggi.

"Ambilin saya air mineral dong, saya haus."
Ferran berdehem, mengusap-ngusap leher. Ekor matanya melirik Salwa.

Salwa terperangah. Jarak antar Ferran dan kulkas mini milik pemuda itu hanya dua langkah. Salwa tekankan, dua langkah! Ia jauh-jauh dari luar harus mengambil air minum yang jaraknya beberapa puluh langkah?

Ingin sekali Salwa meneriaki Ferran. Dia asisten bukan baby sitter! Untung saja, hari ini kondisinya tidak stabil.

Salwa mematuhi perintah tersebut. Okay, kesabarannya mulai menurun di angka delapan. Ia menaruh botol air mineral tepat di hadapan Ferran. Ferran meletakkan sikutnya di meja. Menopang dagunya dengan tangan kiri.

"Kamu sakit?" Ferran menatap lurus pada Salwa. Wajah gadis itu nampak lesu, bibirnya juga pucat. Meski telah di poles oleh lipstick.

"Maaf, Pak." Salwa menunduk. Perutnya melilit karena sedang datang bulan.

"Kalau sakit harusnya kamu ijin aja. Maksain diri kayak ini bikin saya repot. Kamu bakal ngerusak reputasi kantor kalau ada rumor pegawainya pingsan," kata pedas itu melukai ego Salwa.

Padahal, dirinya berusaha agar bersikap profesional. Namun, ia tak menyadari tersirat nada khawatir dari kalimat tersebut.

Ferran memutari meja kerjanya. Ia memegang dagu Salwa yang menunduk. Membuat gadis itu ikut melihat dirinya.

"Mau saya anter kerumah sakit?"

Salwa menggeleng, ia mencoba menjauhkan diri dari Ferran. Saat sehat saja Salwa tak bisa mengalahkan tenaga Ferran. Apalagi sedang sakit begini?

Tangan Ferran terulur melingkarkan tangannya di pinggang ramping Salwa. Ia mendengus. Lalu, meraih jemari Salwa. Ferran melangkah ingin membawa gadis tersebut keluar ruangan. Tetapi, Salwa mencekal aksinya.

"Kenapa?" suara Ferran naik satu oktaf. Di situasi seperti ini dirinya tidak suka jika Salwa keras kepala. Kepalanya mendadak pening.

"T-tapi.. Saya hanya datang bulan, Pak."

Memalukan saat dirimu sebagai wanita harus mengungkapkan hal itu. Ferran mengernyit mendapati reaksi malu-malu dari Salwa.

"Fuck." Ia mengumpat bukan karena sikap Salwa. Demi apapun! Gadis dihadapannya terlalu menggemaskan. Ingin rasanya Ferran menculik Salwa dan menikahinya. Sekarang!

THE BILLIONAIRE'S PRINCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang