[ TBP - 44 ]

10.6K 1.3K 528
                                    

-THE BILLIOAIRE'S PRINCE -


[ Bad Time - 44 ]


NORMAL POV

Salwa mengusap sikut kanannya dengan lembut. Sesekali ujung sepatu hitam mengkilat yang ia kenakan mengetuk permukaan lantai.

Salwa sedang menanti seseorang di depan gedung pencakar langit kantornya. Di jam makan siang seperti saat ini cukup banyak karyawan yang berlalu-lalang berlomba mengisi perut kosong.

Setelah menemui Ferran tadi, Ferran menyuruhnya untuk pergi hingga tak ada kabar apapun dari pria itu sampai jam istirahat.

"Udah nunggu lama?" Salwa mendongkak. Netranya menangkap sosok pria yang pernah mengisi hati dan juga statusnya.

"Nggak kok," timpal Salwa diselingi senyum tipis.

Riffat, pria itu menggunakan waistcoat coklat di padu dengan kemeja maroon yang membalut tubuh sempurnanya. Penampilannya begitu menawan, mampu mencuri perhatian kaum hawa yang melihatnya.

Namun, harapan mereka pupus kala mengetahui bagaimana tatapan lelaki itu untuk gadis yang berjalan seiringan dengannya.

Riffat memilih tak menggunakan mobil, menikmati waktu bersama menuju kedai di seberang jalan bersama Salwa.

Salwa lebih dulu masuk ke dalam kedai, Riffat yang membukakan pintu untuk dirinya.

"Kamu mau makan apa?" tanya Riffat setelah mereka memilih tempat di meja bernomor dua belas.

Riffat menyerahkan daftar menu pada Salwa. Salwa menerimanya, ia menunjuk satu menu nasi disertai lauk-pauk yang cukup menggugah selera.

"Pesan paket B, minumannya tolong diganti es teh," pinta Riffat pada sang pelayan kedai tersebut.

Sang pelayan mencatat, lalu meninggalkan kedua pelanggannya.

"Mas Riffat." Salwa memanggil, Riffat menaikkan satu alisnya penasaran. Ia teramat bahagia, Salwa menuruti permintaannya untuk memanggil ia menggunakan sebutan "Mas".

"Umi semalem nelpon aku. Aku ngerasa-" Riffat menggeleng pelan. Ia menggenggam kepalan tangan Salwa yang terlihat canggung.

"Jangan khawatir, nanti aku yang ngomong sama Umi," ucap Riffat menenangkan Salwa.

"Aku masih belum bisa ngeyakinin hati aku." Saat hendak membalas kalimat Salwa.

Pelayan datang membawa makanan. Riffat memilih membantu meletakkan beberapa jenis lauk di meja. Ia dengan telaten menaruh piring berisi nasi di depan Salwa.

"Makan dulu. Kita bisa bicarain tentang ini kapanpun," katanya, Riffat memberi Salwa sepasang sendok dan garpu.

Setelah menghabiskan makan siang. Kini, Riffat mengajak Salwa di taman mini sebelah kedai. Disini terasa panas karena cuaca terik matahari.

Riffat menyelonjorkan kakinya ke tanah. Sedangkan Salwa duduk di kursi kecil yang berada tepat di samping pria tersebut.

"Aku berharap punya kisah tersendiri tentang kita. Dimana aku pemeran utama dan kamu gadisku." Riffat memulai percakapan. Ada helaan nafas dari pria itu.

"Mas Riffat." Riffat menoleh, ia kembali mengukir senyum menawan nya.

"Aku masih belum menyerah. Tapi, mungkin kedepannya aku bisa mengalami dimana usaha mengkhianati hasil."

Salwa menggigit bibir dalamnya. Mengapa perkataan Riffat begitu menusuk hati? Ada yang menancap tepat di relungnya, karena Riffat masih sanggup tersenyum.

THE BILLIONAIRE'S PRINCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang