[ TBP - 51 ]

9.5K 1.2K 334
                                    

-THE BILLIONAIRE'S PRINCE -


[ BREAK - 51 ]


NORMAL POV




Salwa menyandarkan punggung di kepala tempat tidur. Masih mengenakkan pakaian yang sama sejak dari bandara, ia menatap kosong tanpa arah, matanya bengkak, telinga dan hidungnya memerah, jejak air mata yang mengalir.

Bahkan dirinya sudah mencoba menghapus air mata yang tak terhitung jumlahnya. Harapannya yang besar membuatnya semakin terluka.

Mereka begitu berbahagia, mengapa Ferran kini berubah di waktu sesingkat ini? Ia menepuk dadanya yang terasa sesak. Menangis tak bersuara membuatnya semakin tersiksa.

Dia tak bisa menghubungi Adinda karena sekarang sahabatnya sudah memiliki dua putra, Salwa tak boleh egois. Di saat seperti ini, pada siapa ia bergantung?

Mengapa air matanya tak berkompromi? Seolah mengalir tak ada habisnya. Salwa menidurkan tubuhnya yang lelah, menyelimuti diri hingga sebatas leher.

Ia memandang layar handphonenya, membuka pesan-pesan dari Ferran. Biasanya, Salwa takkan menanggapi. Hari ini, ia begitu merindukan perlakuan kecil Ferran. Merindukan segala tingkah usil pria itu.

Tak ada spam, tak ada sticker-sticker menggoda dirinya, ucapan selamat pagi dan selamat tidur yang tak pernah terlewati. Ferran mengisi dirinya, membuatnya terbiasa atas kehadiran Ferran yang terkesan mengganggu.

Salwa menyadari satu hal, dirinya tidak pernah menghargai apa yang Ferran lakukan. Jika pria itu berbeda, sudah sepatutnya ada alasan pasti bukan? Apakah ini saatnya ia dituntut memahami kondisi Ferran?

Salwa meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja jika keduanya bisa melalui badai ini.

- oOo -

Salwa sudah selesai membersihkan dirinya. Kini, tengah duduk di kursi meja riasnya. Mengompres mata dengan es batu agar tak terlihat membengkak.

"Astagfirullah, bawah mata gue..." Salwa menekan kantung mata yang menghitam. Ia menghembuskan nafas berat, mengambil concelar menutupi wajahnya, cukup mengerikan.

Ia tersenyum menyemangati diri. Setelah memoles wajahnya dengan makeup, Salwa keluar dari kamar. Aroma masakan menggugah selera makannya. Lupaa kemarin tak mengomsumsi karena tingkah Ferran.

"Mas Arga, hari ini anterin Salwa, ya," pinta Salwa. Ia menaruh nasi putih hangat ke piring. Lalu, memilih dua jenis lauk pauk.

"Kenapa? Ferran mulai bosen sama kamu?" Salwa berusaha menyembunyikan hatinya yang mencelos karena ungkapan Arga. 
Sikap keras kepala mempertahankan Ferran tentu berdasar, ia harus mengukuhkan perasaan, lebih mempercayai Ferran.

"Nggak dong, Ferran lagi sibuk. Kan jauh jadi lebih efektif kalau dia nyampe duluan ke kantor." Arga hanya mengangguk-ngangguk, ia mencuci buah apel di westafel.

"Nggak minta tolong sama Riffat aja?" pancing Arga.

Intuisinya tak salah, Arga menyakini bahwa ada sesuatu yang salah dari hubungan Salwa dan Ferran. Tapi, sebagai Kakak, dirinya memang harus dituntut tak terlalu ikut campur. Bagaimanapun, adik nya sudah dewasa. Jika adiknya masih bisa mengatasi masalah sendiri itu jauh lebih melegakan dirinya.

"Ya nggak mungkin juga, Salwa sama dia beda kantor," timpal Salwa, ia bangkit dari posisinya, menyampirkan tas selempang.

"Salwa berangkat naik taxi aja, takut telat nungguin, Mas," pamitnya, Arga membalikkan tubuh kemudian melipat tangan di dada.

THE BILLIONAIRE'S PRINCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang