[ TBP - 13 ]

15.5K 1.7K 126
                                    

THE BILLIONAIRE'S PRINCE -

[ Aktifitas Baru - 13 ]

NORMAL POV





Ferran menunduk, persendiannya melemas. Ia menjatuhkan pisau cutter dari tangannya. Terulur meraih kotak di meja nakas samping tempat tidur miliknya. Ferran membuka kotak berbahan kayu tersebut. Mengambil suntik yang berada di dalamnya. Ia tertawa kecil. Sadar tengah menghancurkan dirinya. Namun, Ferran memang telah hancur. Apalagi yang tersisa pada dirinya?

Dalam hitungan detik, seluruh isi cairan di suntik itu kini menjalar ke tubuh Ferran. Ia mendongkak, menikmati bagaimana senyawa tersebut bereaksi.

"Ferran lo-"

Leonard masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ia membatu di tempatnya kala netranya menangkap basah kelakuan Ferran.

"Fuck!" umpatnya, ia berlari segera mendekat pada sahabatnya.

"Lo nyuntik?! Gila, pantas ya lo keliatan baik-baik aja."

Leonard mendengus, ia merebut paksa suntik itu dari genggaman Ferran. Tatapannya nampak khawatir.

"Lo tahu nyuntik buat lo kecanduan kan? Kenapa lo nyoba."

"Gue nggak tahan lagi, Le."

"Ferran, ini sarapan kam-"

Prang

Nampan yang sedang Alissya bawa terjatuh kelantai. Ia tercengang, Leonard berusaha menyembunyikan kelakuan Ferran. Walau, ia terlambat karena Alissya telah menyaksikan semuanya.

Alissya meremat dadanya yang mendadak terasa sakit. Ferran dan Leonard terburu menolong Alissya. Mamanya terbaring dilantai. Kejadiannya sangat cepat, Ferran tak bisa memproses apa yang terjadi.

Yang Ferran tahu, dirinya berakhir di rumah sakit.

- oOo -

Kedua lengan Ferran kini telah terbalut perban. Mamanya, Alissya dimasukkan keruang ICU. Ia berdiri di depan pintu. Menatap Mamahnya dari balik kaca kecil. Ia mengusap kaca itu. Seolah tengah mengusap Mamahnya.

"Mamah kena serangan jantung ringan, Ferran."

Ferran menoleh, ia menunduk merasa bersalah atas penuturan Papanya. Ia mengusap air matanya yang menetes di pipi.

"Maafin Ferran, Pa."

Ken menepuk pundak Putranya. Menenangkan anaknya yang begitu kacau. Ia memeluk Ferran. Memberi kehangatan. Ia tak menyalahkan Ferran, anaknya rapuh hingga membutuhkan cara singkat untuk mengakhiri penderitaannya. Meski, Ferran memilih cara yang salah.

"Mama kamu kuat kok. Biarin aja dia istirahat dulu," ucapnya.

"Kamu udah makan? Ini Papa bawain bubur. Sama vitamin buat Kamu," lanjut Ken.

Ia menuntun Putranya menuju lantai bawah. Dimana kantin rumah sakit terletak. Kenzo mencoba tersenyum. Ia tahu Ferran memaksakan diri mengomsumsi bubur tersebut. Namun, itu jauh lebih baik dibanding Putranya tak makan.

"Leonard yang ajarin kamu?"

Ferran menaruh sendok di sisi mangkok. Ia menggeleng. Mengapa Papanya membawa Leonard? Sejujurnya, Ferran ingin berteriak protes. Leonard memang brengsek, tapi tak pernah membawa orang sekitarnya berlaku sesat.

"Kakek," tutur Ferran. Ia tak ingin menutupi apapun. Termasuk orangtuanya.

Ken tak terkejut. Ia menggangguk paham. Mertuanya memang sangat terobsesi menaklukan Ferran untuk dikendalikan. Hanya saja, haruskah melakukan hal sejahat itu? Terlebih kepada cucunya sendiri.

Asisten pribadinya membisikkan sesuatu. Ia menanggapinya lalu meminta Asistennya untuk pergi.

"Mama nyariin kamu, katanya ruang ICU cuma bisa di masukin satu orang. Kamu temuin Mamah. Awas, jangan nangis," peringat Ken.

Ferran menghela nafas, sudah berapa kali dirinya membuang kebahagiannya hari ini? Tak terhitung. Hidupnya belakangan begitu menyiksa.

Ferran mendorong pintu ICU. Dirinya menggunakan peralatan dan pakaian yang sudah disterilkan.

Alissya tersenyum tipis. Ia menepuk tempat tidurnya meminta Ferran duduk di sana. Ferran menuruti kemauan Mamahnya.

Alissya menatap sendu tepat di netra Putranya. Ia meraih dan menggenggam tangan Ferran dengan erat.

"Ferran, jangan tinggalin Mama, ya?"

Ferran mengusap air matanya kasar. Ia sudah berjanji takkan menangis. Namun, tetap saja dirinya melemah melihat Mamahnya ikut menderita karena dirinya. Sial, Ferran memang pengecut.

"Ferran janji nggak akan gini lagi, Ma. Maafin Ferran. Ferran bakal ngejauhin semua hal buruk demi Mama. Ferran sayang banget sama Mama."

Alissya tersenyum, meski air matanya turut menetes.

"Mamah udah nyiapin Dokter dan seluruh kebutuhan Kamu di jerman. Mau beristirahat di sana sementara waktu? Kamu bisa kembali kapanpun kamu mau."

"Ferran bakal lakuin permintaan Mama. Mama janji harus sehat?"

"Mama janji. Mama juga sayang kamu, Ferran."

Dan Ferran telah memutuskan. Bertekad pada dirinya sendiri.

- oOo -

"Dinda bawain kamu makanan."

Arga menaruh beberapa susun tupperware dimeja rias Adiknya. Ia mengusap kepala Adiknya penuh kasih sayang. Kondisi Adiknya cukup memprihatinkan. Salwa sangat dekat dengan Hanna. Wajar, Adiknya terpukul. Tapi, yang membuat amarahnya memuncak adalah Papahnya yang tak kunjung datang. Persetan, orangtua macam apa yang tak ingat pada anak-anaknya? Ia tahu Papahnya memang sibuk di keluarga barunya. Tidakkah Ia juga anak Papahnya? Haruskah Ia menyebut dirinya 'mantan anak' ?

"Cepet pulih, kita sama-sama bangkit," ujarnya.

"Kak Arga, maafin Salwa nggak bisa jagain Mama."

Arga tersenyum memaklumi. Setidaknya, Salwa mau berbicara padanya. Itu merupakan peningkatan yang baik.

"Kamu loh yang paling jagain Mama. Sekarang, giliran Kakak ngelindungin kamu, Salwa. Bentar lagi kamu masuk kuliah kan? Kakak bakal nyari duit buat biayain kamu."

"Salwa nggak usah kuliah."

"Shh, jangan ngomong gitu. Kamu kuliah aja, Kita balik ke kampung. Kamu kuliah di sana mau kan? Biayanya lebih murah."

Salwa mencoba mengukir senyum. Arga satu-satunya penguat dirinya saat ini. Ia harus bangkit. Demi dirinya dan Arga.

T.B.C

Ini bakal jadi part terakhir potongan masa lalu kedua pemeran!!

120Komen for next chapter ya!!

Next part udah diketik. Tinggal post aja.

Kalau cukup 120 komen langsung Saya post!!

THE BILLIONAIRE'S PRINCE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang