[sʟɪᴄᴇ] 04.

2.8K 192 17
                                    



04.

ᴄ ʜ ᴏ ᴄ ᴏ ʟ ᴀ ᴛ ᴇ    ᴅ ʀ ɪ ɴ ᴋ


"MAMA." Hana mengusap batu nisan yang ada di depannya, batu nisan milik seseorang malaikat yang diturunkan Tuhan ke bumi untuk melahirkannya.

"Hana mau cerita, Ma. Mama dengerin Hana cerita, ya?"

Hana memejamkan matanya, membayangkan, kini Mamanya sedang duduk di sampingnya.

"Hana risih, Ma. Ada cowok yang selalu berusaha untuk deketin Hana. Dari awal kita dihukum bareng-bareng waktu hari pertama MOS. Hana rasa, dia kayaknya beneran tulus sama Hana, Ma. Soalnya dia nggak pernah marah waktu Hana marah-marah sama dia. Dia selalu sabar ngadepin sikap Hana." Hana menghela napas panjang.

"Hana harus gimana, Ma?"

Mamanya seakan bangun, lalu mengelus kepala Hana, "hati kamu terlalu tertutup. Kamu nggak pernah kasih dia celah sedikit aja buat masuk."

"Tapi Hana sukanya sama Athallah, Ma."

"Kamu sudah besar, Na. Kamu bukan lagi anak kelas satu SMP. Kamu pasti tau jawabannya."

"Jujur, Hana lebih milih Athallah, Ma."

"Maka suruh orang yang tadi ngejar-ngejar kamu untuk pergi. Suruh dia pergi."

"Tapi dia ngelarang Hana buat dekat-dekat sama Athallah, Ma."

"Mungkin dia takut kehilangan kamu."

"Berarti dia beneran sayang sama Hana, Ma?"

"Kamu yang lebih tau jawabannya, Sayang."

"Seandainya waktu itu Hana nggak keluar. Hana tetep sama Mama aja di rumah. Pasti kejadiannya nggak akan kayak gini." Hana menundukkan kepalanya

"Mama baik-baik aja di sini, Sayang. Hana nggak perlu khawatir sama kondisi Mama. Hana jalanin aja, apa yang ada sekarang. Jangan lihat masa lalu, tapi lihat masa depan."

"Iya, Ma."

Hana menghapus air matanya.

Kebiasaan setiap hari selasa. Datang ke peristirahatan terakhir sang Mama. Untuk mendoakan beliau, atau hanya sekedar cerita-cerita.

Aneh, ya? Orang sudah meninggal diajak curhat.

Hana menaburkan bunga mawar dicampur beberapa bunga lainnya yang sempat ia beli di depan TPU.

"Ma, Hana pulang dulu, ya." pamitnya lalu mencium batu nisan sang Mama. Kemudian beranjak dari duduknya.

Melangkah menjauh dengan kepala ditundukkan. Ia mengambil sepedanya yang ia titipkan ke si bapak penjual bunga tadi.

"Neng Hana, ya?" Bapak penjual bunga tadi keluar dari tokonya, "yang tadi beli bunga?" tanya sang Bapak lagi

Hana agak kaget, namun berusaha terlihat tenang dan berbicara dengan sopan, "iya, saya, Pak. Yang tadi yang beli bunga. Punten, bapak kok tau nama saya?"

"Oh, enggak. Ini tadi ada orang yang nitipin ini. Katanya disuruh kasih buat si Eneng yang punya sepeda ini."

Hana memincingkan matanya,

"Dari siapa, Pak?"

"Wah, saya nggak tau, Neng. Bapak juga nggak sempat nanya namanya siapa." si bapak penjual bunga memberikan kantong plastik putih itu pada Hana.

Broken | Valeron [1] & [2] ʀᴇᴠɪsɪTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang